Mohon tunggu...
Tiara Maretha Erinda
Tiara Maretha Erinda Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

menyampaikan sedikit imajinasi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengorbanan

20 Juli 2013   12:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:17 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah memang mendatangi setiap orang, setiap makhluk yang disayangi penciptanya.  Karena Tuhan yakin, Ia percaya bahwa kita bisa melewatinya.  Tapi mengapa masalah ini begitu berat? Terlebih lagi ketika kamu yang selalu menyemangatiku, yang selalu ada disetiap hariku kini sudah tidak ada. Dan masalah ini begitu berat ketika aku menyadari bahwa sumbernya adalah dirimu. Orang yang aku percayai, yang aku sayangi dengan tulus.

Semua orang punya masalalu.  Ya, aku percaya itu.  Karena aku sendiri punya masalalu. Aku tak pernah ingin mengusik masalalu mu, tak berharap untuk tahu lebih dalam tentang semua kejadian kelam mu bersama orang yang dulu pernah mengisi harimu. Aku tak ingin membuat luka dengan sengaja di hatiku.

Aku tahu kamu percaya padaku, kamu ceritakan semuanya. Tapi kamu tidak tahu kalau aku tak mau terlibat lebih banyak. Sekarang percuma, semua semakin rumit. Aku mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu. Tapi apakah mungkin aku masih harus bertahan pada orang telah membuat kesalahan besar dalam hidupnya dan berdampak menyakitiku?

Tuhan saja Maha Pengampun, mengapa aku tidak?  Tapi disini aku bukan Tuhan.  Mungkin aku jahat telah merebutmu darinya.  Dari orang yang tidak lagi kau cintai. Meskipun dia sangat mencintaimu dan menunggumu bertahun-tahun.   Tapi jujur aku tidak tahu jika kau mengabaikannya setelah bertemu denganku.  Kau benar-benar meninggalkannya.  Apakah aku salah? Siapa yang salah? Aku, kau atau dia? Anggap saja dia tidak salah, walaupun dia terus menerorku dengan mengucapkan kata-kata tak layak. Lantas siapa yang bersalah disini? Haruskah semua menyalahkanmu?

Aku tak menyalahkan mu, aku tahu kamu punya hak untuk memilih.  Hak untuk menentukan dengan siapa masa depanmu harus kau jalani.  Tapi dia? Dia lebih membutuhkanmu dari aku.  Waktunya tak panjang, biarkan dia bahagia.  Aku sehat, aku bisa melakukan apapun yang aku mau.  Tak seperti dia.  Aku bisa merelakanmu tapi kenapa kau tidak? Kenapa tidak kau biarkan aku pergi? Melihatmu seperti itu, dengan janji-janji kita dulu, dengan pengorbananmu, dengan tanda cinta yang melingkar di jari ini.  Haruskah aku melepaskanmu? Merelakanmu dengan wanita yang bisa dibilang aku benci, karena membuat kita seperti ini.

Hidup itu memang penuh dengan pilihan, kita harus memilih.  Kita tidak bisa untuk memiliki semuanya. Aku tau kamu memilih aku, tapi berada di posisi yang membingungkan.  Disatu sisi aku mencintaimu dengan sangat, namun disisi lain aku merasakan sakitnya seorang wanita yang telah lama menunggumu.  Mungkin aku bodoh, bisa dibilang sangat bodoh.

Aku merelakan perasaanku, merelakanmu bersamanya.  Bagaimana bisa aku berfikir ini yang terbaik. Terbaik untuk kalian, bukan untukku.  Mengorbankan perasaanku sendiri, membiarkan aku hidup dalam kesedihan yang entah sampai kapan, memulai hidup baru tanpa ada pesan singkat darimu yang selalu membuat aku tersenyum disetiap pagiku.  Disetiap hariku.  Tanpa kau yang selalu membuatku tertawa dengan tingkah polosmu.  Tanpa kau yang memberiku kejutan-kejutan kecil yang sangat berarti.  Kita saling mencintai tapi tak bisa memiliki sekarang.

Apakah aku harus berhubungan denganmu secara diam-diam?

Tidak, itu tidak mungkin. Itu hanya akan memperburuk keadaan.   Aku hanya harus pergi jauh, melupakanmu, melupakan kenangan kita, melupakan impian dan harapan, melupakan janji-janji yang belum ditepati, melupakan semuanya yang mungkin sangat sulit atau bahkan tidak bisa dilupakan.  Tapi begitulah hidup, tidak semua berawal  bahagia bisa berakhir dengan bahagia juga.  Mungkin kisah kita berawal menyedihkan dan berakhir bahagia.  Mungkin.

Aku tidak menyesali pertemuan kita, tidak ingin memutar waktu agar kita tidak perlu bertemu.  Aku bersyukur, berterimakasih pada Tuhan telah mempertemukan kita.  Telah memberi kebahagiaan lewat seorang sepertimu.  Kebahagiaan yang tak terhingga walaupun hanya sementara.

Tiara Maretha Erinda

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun