Mohon tunggu...
Destiara Laoli
Destiara Laoli Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Artikel Populer Kesehatan: Menyikap Tirai Positivitas Berlebih, Memahami Bahaya dan Dampak Toxic Positivity dalam Keseharian

24 Januari 2024   05:50 Diperbarui: 24 Januari 2024   07:55 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam keadaan sedang kacau, sedih, banyak masalah, kita akan memilih untuk berbagi cerita bersama orang lain. Seringkali, setelah kita melakukan hal tersebut, harusnya kita menjadi lebih semangat karena merasa beban yang kita miliki sedikit berkurang karena telah kita ceritakan kepada orang lain. Sering kali kita akan menerima kata kata ini : 

" Udah jangan dipikirin terus, masih banyak kok orang lain diluar sana yang masalahnya lebih berat dari kamu seharusnya kamu lebih bersyukur". 

" Banyak loh yang pengen di posisi kamu, tapi mereka ga punya kesempatan", "sabar ya", "stay positif aja", "ntar juga lupa",  atau kadang kita akan menyuruh orang tersebut untuk memendam perasaan yang dia miliki. 

Apa itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah  kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif. Lalu apakah salah jika kita selalu ingin melihat segala sesuatu itu baik? Jawabannya  tidak salah selama kita tidak menolak atau menghindari emosi negatif yang ada dalam diri kita. Karena jika terus melakukan hal tersebut maka itu akan berdampak pada kesehatan mental kita. Karena sebenarnya berpikir positif itu bukan sesuatu hal yang mudah. Dan perasaan perasaan negatif yang kita rasakan itu tidak selamanya buruk. 

Menurut psikologi justru ketika mengeluarkan emosi negatif seperti marah, menangis dan sebagainya hal tersebut dibutuhkan oleh manusia untuk menjadi lebih kenal dan jujur terhadap perasaannya serta mengenali apa yang sebenarnya terjadi dan terbaik untuk dirinya sendiri. Sayang banget kan,  jika seharusnya kita bisa belajar dari masalah kita, bisa grow up malah kita terjebak dengan pikiran pikiran positif yang sebenarnya semu atau pura pura bahkan tidak menyelesaikan masalah sama sekali. 

Penting untuk diingat bahwa berpikir positif pada dasarnya adalah hal yang baik, tetapi ketika digunakan sebagai alat untuk mengabaikan atau menolak perasaan negatif, itu dapat menjadi tidak sehat. Seharusnya kita diizinkan untuk mengakui dan mengatasi emosi negatif dengan sehat, daripada mengabaikannya sepenuhnya.

Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan timbulnya toxic positivity dalam kehidupan seseorang? 

  1. Tekanan Sosial: Masyarakat seringkali memberikan tekanan untuk selalu bersikap positif dan bahagia. Orang yang merasa perlu memenuhi harapan ini dapat terjerumus ke dalam perilaku toxic positivity.

  2. Ketakutan terhadap konfrontasi emosiona, beberapa orang tidak nyaman dengan emosi negatif, dengan diri sendiri ataupun orang lain. Mereka mungkin berusaha untuk menghindari atau menolak emosi tersebut, menciptakan lingkungan yang memicu toxic positivity.

  3. Kurangnya pemahaman tentang kesehatan mental, beberapa orang mungkin kurang memahami kompleksitas kesehatan mental dan menganggap bahwa bersikap positif adalah solusi tunggal untuk mengatasi masalah.

  4. Stereotip Gender: Beberapa budaya atau masyarakat menempatkan stereotip gender terkait dengan ekspresi emosi. Misalnya, mungkin dianggap "lemah" jika seseorang pria mengekspresikan emosi sedih atau takut. Hal ini dapat memicu perilaku toxic positivity.

  5. Tekanan untuk menyembunyikan masalah: Lingkungan yang menekankan untuk menyembunyikan masalah atau kesulitan dapat memotivasi orang untuk mengadopsi sikap positif secara berlebihan sebagai bentuk perlindungan diri.

Toxic Positivity  ini tidak  bisa dibiarkan mengendap dalam diri seseorang karena hal tersebut akan berbahaya untuk kesehatan mental dari seseorang. Akibat dari Toxic positivity  ini tidak hanya menyerang mental seseorang tetapi juga kepribadian akan terguncang jika seseorang mengidap ini. Berikut adalah beberapa akibat dari  Toxic positivity.

  1. Menekan emosi negatif: ketika seseorang terus menghiraukan perasaan yang dia rasakan atau dia miliki, ini akan berakibat pada individu tersebut akan merasa tidak diakui serta dia menjadi tidak mau mengekspresikan perasaan yang dia miliki. 

  2. Penolakan terhadap realitas: Toxic positivity dapat menyebabkan penolakan terhadap realitas atau masalah yang sebenarnya. Seseorang mungkin enggan mengakui atau mengatasi masalah karena terjebak dalam sikap positif berlebihan.

  3. Mengesampingkan pengalaman trauma: Dalam situasi yang sulit atau traumatik, mendorong seseorang untuk "bersikap positif" bisa mengesampingkan pengalaman traumatis dan mencegah pemrosesan emosi yang sehat.

  4. Kurangnya empati: Ketika seseorang menghadapi kesulitan, respon yang terlalu positif tanpa empati terhadap penderitaan mereka dapat membuat mereka merasa tidak didengar atau dimengerti.

Dengan akibat yang sudah dijabarkan diatas,, tentunya kita tidak ingin hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita, maka karena itu terdapat beberapa tips yang bisa kamu terapkan untuk menghindari hal tersebut yaitu, 

  1. Kita harus bisa memahami diri kita sendiri, hal ini memang terdengar sangat mudah, namun kita perlu punya tekad dan keberanian untuk melakukannya. Memahami diri sendiri akan membuat kita lebih tau apa dan bagaimana seharusnya kita menyikapi situasi atau keadaan yang sedang terjadi, tanpa harus perlu terlihat terus baik baik saja. 

  2. Kita harus bisa memberikan pemahamanan kepada diri kita sendiri bahwa no body perfect in the world semua orang pasti pernah gagal, pernah salah dalam melakukan sesuatu. Jadi ketika terjadi hal tersebut kita harus bisa menjadikannya pembelajaran untuk diri kita sendiri. Kamu bisa melakukannya dengan memberikan apresiasi kepada dirimu bahwa kamu telah melakukan yang terbaik untuk saat ini, dan nanti ketika ada kesempatan lagi kamu bisa mencoba dan mengusahakan lebih baik lagi. 

  3. Hidup itu banyak lika liku, tidak ada manusia yang hidupnya sempurna, tidak ada masalah, tidak pernah gagal. Semua orang pasti pernah berada di fase ini, hanya saja waktu dan caranya berbeda beda. Ketika kamu sering melihat di sosial media bahwa kehidupan banyak orang it baik baik saja, kita belum tau apa yang sedang dia jalani dan dia pikirkan saat ini. Di Sosial media memang semua orang akan menampilkan versi terbaik dirinya, sehingga tidak perlu iri dengan kehidupan orang lain. Mungkin saja kehidupan kamu bahkan jauh lebih baik dari apa yang ditampilkan saat itu.  Kita tidak pernah tahu kehidupan manusia dibalik layar itu bagaimana, jika kamu merasa terganggu dengan postingan tersebut, kamu bisa melakukan hal hal lain daripada membuka social media. 

  4. Menulis atau melakukan hal hal lainnya bisa menjadi penolong bagi kamu jika kamu merasa gelisah. Kamu bisa menuangkan perasaan atau pikiran kamu dalam bentuk tulisan, aktivitas ini dapat melepaskan kamu dari kegelisahan itu.

Hal hal diatas bisa kamu lakukan jika kamu merasa kamu sedang tidak baik baik saja, namun kamu belum bisa bercerita dengan orang lain, ataupun kamu merasa jika bercerita pun itu tidak akan mengubah apapun.  Kita harus bisa memvalidasi perasaan yang sedang kita rasakan. Tidak perlu terlihat baik baik setiap saat, kamu berhak untuk mengekspresikan perasaan apapun yang kamu miliki. Begitu juga sebaliknya jika ada seseorang yang mengutarakan perasaan hatinya, cukup dengarkan dan validasi apa yang dia rasakan. Karena tidak ada yang salah, perasaan sedih, kecewa , kesal itu wajar karena kita adalah manusia, tidak perlu untuk menghakimi atau merasa paling benar karena itu akan berpengaruh terhadap responnya kedepannya. Jadilah pendengar yang baik bagi mereka yang membutuhkanmu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun