Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Cerpen | Dia

14 Maret 2017   13:25 Diperbarui: 20 Maret 2017   00:00 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokan harinya, Aku mencoba mencari para dermawan untuk menyumbangkan sebagian dari rezeki mereka, melalui sosial media. Ada beberapa dermawan yang ingin memberikan sumbangan kepada Raisa dan ternyata uang itu masih kurang untuk melakukan operasi terhadap Raisa. Aku terus berusaha karena tinggal 2 hari lagi, Raisa dapat tinggal di rumah sakit ini. Aku berpikir dengan keras, seakan-akan otakku hampir meledak seperti minuman bersoda yang di kocok selama berjam-jam. Akhirnya aku menemukan cara, aku akan memberi tahu kisah hidup Raisa kepada  blog milik pak khiong salah satu orang terkaya di Indonesia.

Keesokkan harinya, pak khiong memberikan emailnya kepadaku, lalu pak khiong setuju, ia akan membayar seluruh biaya operasi Raisa. Hari tu juga pak Khiong mentransfer uangnya ke rekeningku dan dia berjanji akan datang saat Raisa akan di operasi. Lalu aku langsung ke administrasi untuk mengatakan kalau uang untuk operasi telah tersedia. Lalu salah satu dari mereka mengatakan kalau besok operasi telah dapat di laksanakan.

Malam yang sunyi telah meyelimuti bumi, aku dan keluarga Raisa duduk mengelilingi Raisa yang koma sambil berdoa agar operasi besok dapat berjalan dengan baik. Tak kusangka, malam itu saat jam menunjukkan pukul 08.12 ibu Raisa menemuiku sambil menundukkan kepalanya dan berkata, “ Terimakasih, tanpamu mungkin aku…” aku langsung memotong pembicaraan dan berkata, “ Ini semua berkat perjuangan kita bersama.

Malam yang sunyi telah berlalu, pagi yang menegangkan menyambutku dari tidur. Kulihat jam pukul 07.00 detik-detik dimana Raisa akan di operasi. Raisa akan dioperasi poda pukul 08.10 tinggal 1 jam lagi. Ku lihat di sisi ruangan keluarga Raisa telah bangun dari tidur mereka sambil mengelilingi Raisa.  Ku lihat Raisa telah bangun dari koma dan tiba-tiba dia melihat sambil menggapai-gapai tanganku. Ia berkata, “Siapa nama abang?” kata-kata itu keluar dari mulutnya yang membuat semua keluarga terkejut. Mereka semua belum mengetahui namaku dan akupun lupa memberi tahu namaku. Lalu aku menjawab ,” Namaku adalah Stevan Noel, panggil aku Evan. Seketika itu mengalir air mata dari mata Raisa. “Terimakasih atas bantuan abang selama ini, Raisa telah mendengar cerita abang dari ibu tadi malam.” Kata Raisa sambil tersenyum menahan sakit di pipinya.

Tiba-tiba pak Khiong datang bersama dokter. Pak Khiong berkata kepada Raisa ,”Kamu harus kuat dalam melalui ini semua, ini akan berakhir dengan baik.” Lalu Raisa menjawab, “ Ya, oom tau Raisa lebih kuat di bandingkan tembok cina, Raisa lebih kokoh di bandingkan menara pisa dan Raisa lebih berani dibandingkan harimau sumatera. Raisa berkata sambil tersenyum. Pak Khiong tidak sanggup mendengar perkataan Raisa dan iapun keluar dari ruangan sambil menahan tangis.

Tak terasa 1 jam telah berlalu, beberapa dokter dan perawat datang ke kamar Raisa dan berencana membawanya  ke ruang operasi. Saat di perjalanan, Raisa memanggil kami semua, dia berkata kepada ayah, “ Ayah jangan sampai jatuh lagi ya saat kerja.” Raisa memegang tangan ayah dengan kuat sambil menahan sakit. Lalu Raisa memanggil ibu dan berkata, “ Ibu jangan terlalu keras bekerja, ya. Raisa gak bisa ngeliat ibu sakit lagi.” Raisa memegang tangan ibu dengan kuat. Lalu ibu dan ayah Raisa memeluk Raisa dengan kuat. Lalu Raisa bertanya kepada ibu, “ Ibu mana adek?” lalu gadis mungil berambut pendek itu berlari mendekati Raisa, “Kakak jangan sakit lagi ya.” katanya sambil mencium tangan Raisa.

Lalu Raisa memanggil pak Khiong dan berkata, “ Oom, Raisa gak mau menahan rasa sakit ini lagi. Raisa ingin sembuh. Raisa minta dengan Oom, uang untuk berobat Raisa ini di berikan kepada ibu aja untuk membeli rumah baru dan berjualan di pasar. Uang itu juga untuk menyekolahkan adek, Raisa gak mau adek gak sekolah kayak Raisa.” Raisa berkata sambil mengalirkan air matanya. “ Raisa gak usah risau soal Ibu Raisa, yang penting Raisa harus sembuh.” Kata pak Khiong dengan tegas sambil memegang bahu Raisa.

Tiba-tiba Raisa sulit bernapas dan dia mencoba memanggilku, saat aku melihat itu aku langsung menghampiri dirinya saat aku melihat dia dalam kondisi seperti itu, air mataku tidak terbendung lagi dan aku mulai menitikkan air mataku. Raisa berkata kepadaku, “ Raisa mencoba menikmati hidup ini dengan berjualan ,agar rasa sakitnya tidak terlalu membuat Raisa ingin mati. Setiap Raisa menerima lembaran-lembaran rupiah, Raisa merasa bahwa peluang Raisa untuk hidup semakin bertambah. Dia berkata sambil tersendat-sendat. “Udah Raisa jangan ngomong lagi, abang tau Raisa sangat kuat, jadi Raisa harus sembuh.” kataku sambil mengelus kepala anak kecil itu. Setelah berbicara kepadaku, raisa mulai meringis kesakitan dan dia berkata, “ Terimakasih untuk semuanya,…..”  Sejak saat itu kehidupan keluarga Raisa membaik, dan aku mendapatkan motivator terbaik dalam hidupku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun