Pandemi Covid-19 telah menjadi bencana bagi seluruh dunia selama hampir dua tahun terakhir ini. Hal ini menyebabkan seluruh dunia berupaya untuk menormalisasikan kehidupan di pasca pandemi, yaitu menciptakan berbagai macam peraturan demi memutus rantai corona virus agar tetap stabil. Pada bulan maret 2020, corona virus telah menyebar ke Indonesia, sehingga memberikan banyak dampak negatif di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang Pendidikan. Tentunya, hal ini menjadi penyebab permasalahan yang cukup serius sehingga harus dicari penanganan untuk mengatasinya.
      Pendidikan berperan sangat penting bagi suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah di Indonesia memiliki prinsip yang menekankan untuk tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan dengan memberlakukan kebijakan phsycal distancing. Maka, untuk mengatasi permasalahan ini, pada 24 Maret 2020 pemerintah Indonesia menerapkan sistem Pendidikan yang dilakukan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah masing-masing atau disebut daring. Pembelajaran daring adalah kegiatan belajar-mengajar yang menggunakan teknologi informasi melalui jejaring web dalam proses pembelajarannya. Metode pembelajaran daring ini dinilai cukup efektif dan juga merupakan solusi terbaik untuk tetap belajar di pasca pandemi covid-19. Walaupun dinilai efektif dan menjadi solusi terbaik, tetap saja bahwa pembelajaran daring ini masih menimbulkan permasalahan.
      Pandemi covid-19 memaksa setiap orang beradaptasi dengan kebiasaan baru, termasuk dalam belajar-mengajar. Ketidakmampuan beradaptasi dan bertransformasi akan menambah persoalan dan memperlambat upaya pencapaian tujuan Pendidikan. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, murid di Indonesia sebanyak 24,33 juta orang pada tahun ajaran 2021/2022 dan jumlah mahasiswa di Indonesia sebanyak 8.956.184 orang pada tahun 2021. Hal ini adalah akibat dari tingginya tingkat anak-anak yang putus sekolah selama masa pandemi. Menteri Nadim Makarim menyatakan, penyebabnya adalah karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan menurut data Unicef, 74% putus sekolah karena keterbatasan biaya.
      Ketimpangan di dunia Pendidikan Indonesia selama pasca pandemi. Menurut hasil riset dari ISEAS-Yusof Ishak Institute pada 21 Agustus 2020, hampir 69 juta siswa kehilangan akses Pendidikan dan pembelajaran di era pandemi. Namun, riset juga menyatakan bahwa di sisi lain banyak kelompok siswa dari keluarga mapan yang jauh lebih mudah belajar jarak jauh. Sebagaimana diamanatkan pada pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa, (1) setiap warga berhak mendapati Pendidikan, (2) setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib mebiayainya. Pada dasarnya, yang harus diperhatikan lagi adalah bukan hanya tidak ketersediaan fasilitas pembelajarannya, melainkan ketersediaan kuota internet untuk melaksanakan pembelajaran daring, terutama orang tua peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, tidak memiliki anggaran dalam menyediakan jaringan internet dengan biaya yang cukup tinggi. Walaupun pada 27 Agustus 2020 Bapak Nadim Makarim merilis surat keputusan tentang bantuan kuota internet untuk para pelajar Indonesia. Riset juga mengatakan, hanya 40% orang Indonesia yang memiliki akses internet. Nyatanya, masih banyak sekali anak-anak yang memiliki keterbatasan yang sangat kecil untuk bisa merdeka dalam belajar selama masa pandemi.
      Selain kendala dari tidak terjangkaunya jaringan internet, termasuk kuota internet murid yang minimalis. Banyak kendala lainnya yang dialami selama pembelajaran online, yaitu Media pembelajaran yang digunakan para guru dominan monoton dan membuat para murid merasa jenuh atau bosan, Pembelajaran dominan belum interaktif, Karakter ataupun perilaku para murid sulit dipantau, Pembelajarannya cenderung tugas online, Tugas diberikan para murid menumpuk, dan kedala lainnya adalah penyerapan materi pelajaran sangat minimalis. (Hadi Warsito, dkk. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Vol. 5 No. 1, Febuari 2022: 76)
      Dari faktor peserta didik, ditemukan permasalahan peserta didik dari buku Pengalaman Baik Mengajar di Masa Pandemi Covid-19 Mapel Bahasa Indonesia (Kemdikbud, 2020) tentang hambatan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran daring, yaitu: peserta didik kurang aktif dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran daring meskipun mereka didukung dengan fasilitas yang memadai dari segi ketersediaan perangkat komputer, handphone/gadget, dan jaringan internet. Kurangnya kepedulian akan pentingnya literasi dan pengumpulan tugas portofolio, sering menghambat jalannya BDR. Tugas yang seharusnya dikumpulkan dalam tenggang waktu satu minggu sering molor menjadi dua minggu. (Asmuni, Jurnal Paedagogy: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol. 7 No. 4, Oktober 2020: 284).
      Kendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga menyebabkan pergeseran peran antara guru dan orang tua. Banyak orang tua yang merasa kebingungan dalam menggantikan posisi guru bagi anak-anaknya soal materi dan teknis pembelajaran, juga urusan rumah tangga yang  tertunda akibat harus memperhatikan pembelajaran daring yang kadang berubah jadwal dan mengejar deadline. Bahkan para pengajar juga memiliki kendala tentang menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam mengejar target kurikulum, lebih kreatif lagi saat menyiapkan bahan pelajaran. Tidak hanya soal teknis pembelajaran, penilaian bagi siswa juga menjadi hal yang menyulitkan. Terutama untuk penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan terhadap siswa. Bahkan pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak dapat dilakukan secara efektif akibat keterbatasan perekonomian keluarga siswa yang berbeda-beda. (Sarwa, 2021: 3). Perubahan proses pembelajaran dalam Pendidikan Indonesia merupakan tantangan besar bagi seorang pengajar, karna dalam kondisi saat ini anak-anak di Indonesia pasca covid-19 kehilangan partisipasi untuk belajar dan pemahaman yang kurang akan pembelajaran.
Masih banyak kendala untuk memastikan semua anak belajar secara efektif, termasuk upaya pemerintah untuk bekerja sama dengan organisasi lain untuk memperbaiki masalah dengan cara PJJ dijalankan. Masalah-masalah ini dapat mencakup peraturan yang perlu diubah, lebih banyak orang yang dilatih untuk bekerja di PJJ, dan menyediakan lebih banyak sumber daya bagi siswa. Pemerintah masih berharap untuk membuat kemajuan dalam semua masalah ini, dan mendesak organisasi lain untuk bekerja sama sehingga PJJ dapat ditingkatkan apapun situasinya. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi hal tersebut diharapkan pihak institusi dan sekolah menciptakan inovasi yang baru dalam metode pembelajaran.
Pemerintah diharapkan mampu bertanggung jawab untuk membantu orang belajar lebih efektif di rumah, terutama jika menyangkut anak-anak berkebutuhan khusus. Beberapa seminar online tersedia untuk membantu orang tua belajar lebih banyak tentang cara melakukannya, dan ada juga program pelatihan khusus yang tersedia untuk membantu guru menjadi lebih efektif dalam mengajar dengan cara ini. Maka dari itu, mari kita sama-sama tingkatkan kualitas kreatifitas pembelajaran dengan memotivasi banyak orang. Kita ciptakan suasana belajar yang efektif serta menghasilkan karya yang kreatif dan produktif agar generasi masa pandemi bangkit dari rasa jenuh dan malas yang tercipta akibat adanya Pembelajaran daring, yang mengharuskan para pelajar terus menerus berinteraksi dengan gadget.
Referensi:
Asmuni, "Jurnal Paedagogy" Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol. 7 No. 4, Oktober 2020: 284
Kemdikbud, 2020
Sarwa, 2021. Pembelajaran Jarak Jauh: Konsep, Masalah dan solusi. Indramayu: Penerbit Adab.
Warsito, Hadi, dkk. "Pembelajaran Online Pasca Pandemi Covid-19: Identifikasi Masalah Pembelajaran Daring" Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Vol. 5 No. 1, Febuari 2022: 76
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H