Mohon tunggu...
Tiara Indriyani
Tiara Indriyani Mohon Tunggu... Lainnya - Selamanya menjadi pelajar untuk terus belajar

Untuk berbagi pemikiran, ide, dan hal-hal positif lainnya. Semoga bermanfaat!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Interpretasi Pesan Moral Novel

13 Juni 2022   15:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   23:40 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Pada artikel ini saya akan membahas tentang interpretasi saya dalam menangkap pesan moral atau amanat yang saya dapat berdasarkan pemahaman pribadi setelah membaca karya masterpeace Ernest Hemingway berjudul "The Old Man and the Sea" yang telah berhasil menghantarkannya memperoleh penghargaan Nobel Sastra (1954) dan Pulitzer Price for Fiction (1953). Sehingga sebelum membahas lebih dalam, saya ingin memberikan disclaimer bahwa bahasan dalam artikel ini bersifat subjektif dan murni berasal dari pemahaman pribadi dan tidak mewakili pesan moral atau amanat sebenarnya yang dimaksudkan oleh penulis. Ernest Hemingway sendiri pernah mengeluarkan statement yang berbunyi, "There isn't any symbolism. The sea is the sea. The old man is an old man.  The sharks are all sharks. No better and no worse. All symbolism that people say is shit." Itulah pernyataan Ernest Hemingway dalam menanggapi asumsi orang-orang yang menganggap bahwa terdapat metafora atau simbolisme tokoh maupun peristiwa yang menyertai tokoh dalam bukunya. Namun, setiap orang memiliki kebebasan dalam berpikir dan berpendapat tentang suatu buku berdasarkan pandangan dan pemahamannya masing-masing. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semuanya tergantung dari sudut mana kita memandang dan apa yang kita yakini. Jadi, perkenankanlah saya untuk berbagi pandangan dan pemahaman saya terkait pesan moral yang saya tangkap dari buku ini. Apapun pesan sebenarnya yang dimaksudkan penulis, semoga pembahasan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

     Sebelum membahas pesan moral yang akan menjadi topik bahasan utama dalam artikel ini, saya akan memberikan rangkuman buku ini secara umum terlebih dahulu, sehingga mungkin akan mengandung sedikit spoiler. Maka dari itu, saya menyarankan bagi yang belum sempat membaca buku ini untuk membacanya lebih dulu karena pemahaman yang diperoleh dari pengalaman membaca buku secara utuh dan menyeluruh akan lebih mengena dan lebih baik tentunya.

    Cerita berfokus pada sosok pria tua yang berprofesi sebagai nelayan bernama Santiago. Ia dianggap tidak beruntung karena selama 84 hari pergi memancing selalu pulang tanpa membawa ikan seekor pun. Di 40 hari pertama ia ditemani oleh seorang bocah bernama Manolin. Namun, setelah 40 hari tidak memperoleh hasil apapun, orang tua Manolin memintanya untuk ikut memancing bersama kapal lain yang jelas memperoleh hasil. Akhirnya, pada hari ke 85 Santiago berlayar seorang diri lagi setelah menolak tawaran Manolin untuk ikut pergi memancing bersamanya karena Manolin yang pada dasarnya memang masih ingin memancing bersama Santiago. Singkat cerita, di hari ke 85 itu umpan Santiago dimakan oleh ikan yang berukuran besar. Sulit baginya untuk dapat menaklukkan ikan itu. Hingga ikan itulah yang justru menarik kapalnya ke lautan lepas. Dengan kesabaran dan pengalaman memancing yang dikantonginya setelah menjadi nelayan selama bertahun-tahun, ia pun dapat menaklukan ikan besar itu. Ukuran ikan yang teramat besar hingga melebihi ukuran kapalnya membuat Santiago harus memutar otak untuk membawa ikan itu dengan mengikatnya di belakang kapal. Sialnya, aroma darah yang dikeluarkan oleh bangkai ikan itu mengundang para hiu mendekat. Akhirnya, Santiago pun sekali lagi harus berjuang untuk melawan hiu-hiu lapar yang mengincar ikan miliknya itu. Pertarungan itu berakhir dengan kekalahan di pihak Santiago. Ia harus merelakan ikan besarnya yang hanya tersisa kepala, ekor dan tulang-belulang saja sesampainya ia di daratan.

    Menelisik bagian awal hingga akhir cerita saya menangkap perjalanan yang dilalui Santiago sepanjang kisah ini menggambarkan bagaimana realita hidup yang sesungguhnya. Dimana di bagian awal digambarkan bahwa Santiago adalah sosok yang dianggap tidak beruntung karena setelah 84 hari berlayar tidak memperoleh apapun. Namun, karena ia tidak berputus asa dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ia punya akhirnya di hari ke-85 ia berhasil memutus rantai ketidak beruntungannya dengan umpannya yang dimakan oleh ikan berukuran besar yang belum pernah ia temui sebelumnya. Namun, tidak hanya sampai disitu saja, kesenangan akan keberhasilannya itu harus ia pendam sementara karena ia dihadapkan oleh rintangan baru untuk bagaimana caranya agar ia dapat menaklukan ikan itu dan membawanya pulang. Seperti sebelumnya, ia tidak mudah menyerah dan berputus asa. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan persiapan yang mengiringi pelayarannya, ia tetap berjuang bagaimana caranya agar ia bisa menaklukan ikan besar itu. Akhirnya pun Santiago memperoleh keberhasilannya lagi dengan tunduknya ikan besar itu dari pertarungan sengit yang menguji kesabaran bagi masing-masing pihak. Setelah keberhasilan keduanya itu, Santiago masih harus menghadapi rintangan yang tak kalah beratnya dengan harus meladeni hiu-hiu lapar yang mengincar ikan besar miliknya yang akhirnya dengan susah payah berhasil ia taklukan. Dengan tubuhnya yang sudah letih dan energinya yang sudah banyak terkuras ia tetap berusaha semaksimal mungkin untuk dapat terbebas dari hiu-hiu lapar itu dan menyelamatkan ikan besar miliknya. Namun, sayang sekali, di pertarungan kali ini ia harus dapat menerima kekalahannya. Ikan besar miliknya hanya tersisa kepala, ekor dan tulang-belulang sesampainya ia di daratan. Namun, setidaknya ia sudah berusaha semaksimal mungkin sehingga ia bisa kembali dengan selamat sampai ke rumahnya. 

    Begitulah cerita ini mengajarkan kita bagaimana dalam kehidupan ini kita mungkin juga mengalami alur yang demikian. Terjebak dalam penderitaan lalu kita bangkit dan berjuang dengan sepenuh hati dan kemampuan hingga keberhasilan menjadi balasan atas semua usaha kita itu. Namun, hidup tidak berhenti disitu saja. Di depan masih ada ujian lagi yang mengharuskan kita untuk tetap berjuang jika ingin dapat berhasil melaluinya. Tidak hanya pola itu saja yang akan kita temui dalam kehidupan. Ada kalanya kita akan menemui alur yang seperti dialami oleh Santiago ketika melawan hiu-hiu dalam cerita tersebut, dimana setelah berjuang mati-matian dan berusaha semaksimal yang ia bisa, pada akhirnya justru kegagalanlah yang ia temui diujung perjuangan melelahkan itu. Ini juga menjadi tanda, bahwa sekeras apapun kita berjuang jika memang Tuhan berkehendak lain maka kita sebagai manusia bisa apa. Setidaknya kita sudah mengerahkan kemampuan kita seluruhnya untuk memperjuangkan keinginan kita itu. Pola yang seperti ini juga dapat ditemui dalam kehidupan ini.

     Selain hal di atas, saya juga menangkap bagaimana perjuangan Santiago menghadapi ikan berukuran  besar di lautan lepas seorang diri menggambarkan bagaimana dalam hidup ini manusia harus berjuang seorang diri dalam menghadapi berbagai rintangan dan ujian dalam hidupnya. Dalam cerita ini sosok ikan besar itulah rintangan yang harus dihadapi oleh Santiago dengan mengandalkan kemampuan dan usahanya sendiri. Mungkin, pada kehidupan ini kita tidak benar-benar sendiri. Masih ada keluarga, sahabat atau orang terdekat kita yang siap untuk membantu dan menemani kita melewati masa-masa sulit itu. Namun, bagaimana pun juga mereka itu hanya tokoh pendukung dalam kehidupan kita pribadi. Layaknya tokoh utama, segala keputusan dan langkah yang kita ambil dalam hidup inilah yang akan memberikan dampak besar pada alur cerita. Bagaimana segala rintangan dapat ditaklukan tergantung pada diri kita masing-masing. Sama halnya dengan Santiago yang dalam cerita ini mengambil keputusan untuk tetap bersabar mengikuti kemana ikan besar itu membawanya. Ia tidak lantas bernafsu untuk sesegera mungkin menaklukan ikan besar itu dan selalu memikirkan langkah apa yang harus ia ambil agar dapat menaklukan rintangan yang menghadangnya. Santiago bukanlah bocah kemarin sore yang baru pertama kali berlayar. Ia adalah seorang pria tua yang juga seorang nelayan tua yang sudah memiliki banyak pengalaman. Mungkin pengalaman inilah yang dapat membuatnya tetap tenang dan selalu menjaga pikirannya tetap jernih sekalipun dihadapkan dengan keadaan sulit.

     Begitulah pesan moral yang dapat saya tangkap dari buku "The Old Man and the Sea" atau "Lelaki Tua dan Laut". Semoga kita dapat terinspirasi dengan hal-hal positif dari sosok Santiago dalam buku ini. Jika ada ketidak setujuan dengan penjelasan saya di atas, tidak masalah. Semua orang memiliki pandangan dan pendapatnya masing-masing. Terima kasih...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun