Mohon tunggu...
Tiara Indriyani
Tiara Indriyani Mohon Tunggu... Lainnya - Selamanya menjadi pelajar untuk terus belajar

Untuk berbagi pemikiran, ide, dan hal-hal positif lainnya. Semoga bermanfaat!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Gayatri Rajapatni dan Perannya di Balik Kejayaan Majapahit

11 Maret 2022   15:00 Diperbarui: 11 Maret 2022   15:17 4208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika menyinggung nama Gayatri Rajapatni, mungkin sebagian dari kita masih merasa asing ketika mendengar nama tersebut. Padahal ia memiliki kontribusi yang besar bagi kejayaan Kerajaan Majapahit ketika itu. 

Hal tersebut dapat dikatakan wajar jika mengingat apa yang diajarkan dalam kurikulum tentang kerajaan-kerajaan di Nusantara termasuk Majapahit di dalamnya yang hanya menyinggung tokoh-tokoh seperti Patih Gajah Mada dan Rajasanegara atau lebih dikenal sebagai Hayam Wuruk.

Perjalanan hidup seorang Gayatri Rajapatni dapat dikatakan menarik. Ia lahir dan tumbuh di lingkungan Kerajaan Singasari dan menghabiskan masa tuanya hingga wafat pada masa Kerajaan Majapahit. Gayatri menjadi saksi hidup keruntuhan Singasari akibat pemberontakan Jayakatwang dan juga menapaki berdirinya Majapahit hingga mencapai puncak kejayaan.

Gayatri Rajapatni adalah putri bungsu dari raja terakhir dan terbesar Singasari, yakni Raja Kertanegara. Gayatri digambarkan sebagai sosok gadis berparas cantik jelita. Sebagai seorang putri raja, Gayatri bukanlah sosok yang manja dan hanya sibuk bersolek dan memperhatikan penampilannya saja. 

Daripada hal tersebut, Gayatri lebih tertarik untuk memperhatikan kehidupan di Kerajaan Singasari dan memperbanyak ilmu dan wawasannya dengan belajar. Sejak kecil Gayatri sudah gemar belajar. Ia menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, salah satunya belajar dengan ayahnya, Raja Kertanegara. Dapat dilihat bagaimana kagum dan segannya Gayatri terhadap sosok ayahnya itu. Ia selalu ingin belajar secara langsung kepada ayahnya untuk dapat mengetahui bagaimana peranan ayahnya dalam melaksanakan kepemimpinan. 

Melihat bagaimana antusiasnya sang putri dalam menuntut ilmu, Kertanegara pun memberikan Gayatri seorang guru yang merupakan seorang pendeta. Dari gurunya itu Gayatri mempelajari banyak hal, seperti mempelajari kitab-kitab Buddhis tentang nalar, kajian, peribadatan, yoga, dan meditasi. Selain itu, Gayatri juga menyukai kisah-kisah atau cerita panji yang berkembang dalam masyarakat Jawa.

Keinginan Gayatri untuk dapat mengikuti jejak dan peranan sang ayah membuatnya masih tetap sering berguru pada ayahnya sekalipun Kertanegara sudah memberikan Gayatri seorang guru pribadi. Kedekatan anatara ayah dan anak itulah yang membuat Kertanegara turut mewarisi pemikiran-pemikiran dan visinya kepada Gayatri. Termasuk salah-satunya visi Kertanegara untuk dapat menyatukan seluruh Nusantara di bawah panji Singasari melalui politik Dwipantara.

Setelah pemberontakan Jayakatwang yang menewaskan kedua orang tua Gayatri sekaligus mengakhiri masa kepemimpinan Kerajaan Singasari, Raden Wijaya, menantu dari Kertanegara, menuntut balas dengan melakukan perlawanan terhadap Jayakatwang. Setelah keberhasilan Raden Wijaya membunuh Jayakatwang, ia mendirikan Kerajaan Majapahit yang merupakan generasi penurus dari Kerajaan Singasari yang telah runtuh. 

Raden Wijaya yang sebelumnya sudah menikai putri sulung Kertanegara, Tribuhwaneswari, kemudian mempersunting tiga putri Kertanegara yang lain termasuk diantaranya adalah Gayatri, guna mengukuhkan dirinya sebagai penerus dari Kerajaan Singasari. Selain keempat putri Kertanegara yang dijadikannya istri, Raden Wijaya juga mengangkat seorang selir keturunan Melayu bernama Dara Petak. 

Dari Dara Petak itulah lahir Jayanegara yang ditetapkan sebagai penerus Raden Wijaya sebagai raja di Majapahit. Sementara itu, bersama Raden Wijaya, Gayatri memiliki dua orang putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Sedangkan tiga kakak perempuan Gayatri yang lain tidak dikaruniai anak.

Setelah Jayanegara naik tahta menggantikan Raden Wijaya, dapat dilihat betapa buruknya moral dari Jayanegara. Ia digambarkan sebagai sosok raja yang lemah dan jahat. Hal tersebut menyebabkan munculnya banyak pemberontakan di tanah Majapahit. Setelah menjabat sebagai raja selama kurang lebih 19 tahun. Jayanegara meninggal lantaran dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istana yang saat itu menaruh dendam kepada Jayanegara karena ia telah melecehkan istrinya.

Ada beberapa versi yang menjelaskan kematian Jayanegara. Salah satunya yaitu versi yang dikemukakan oleh N.J. Krom yang menyatakan dalam tradisi Bali menyebut justru Gajah Mada yang menjadi otak dari kematian Jayanegara. Dimana Ra Tanca yang saat itu memiliki dendam kepada Jayanegara dijadikan alat untuk membunuh Jayanegara tanpa menyentuhnya dengan tangan sendiri. Menurut Slamet Muljana, Gajah Mada tidak menyukai watak dari Jayanegara sehingga memperalat Ra Tanca untuk membunuhnya. Hal tersebut diperkuat setelah Gajah Mada langsung membunuh Ra Tanca tanpa proses pengadilan. 

Jika benar demikian, mungkinkah seorang Gajah Mada yang kedudukannya pada saat itu masih sebagai seorang patih dapat merencanakan pemberontakan hingga menewaskan raja seorang diri? Mengapa orang-orang dikerajaan termasuk Gayatri tidak mempermasalahkan Gajah Mada yang langsung membunuh Ra Tanca tanpa diadili? Padahal pengadilan di Majapahit ketika itu bisa dibilang sangat ketat.

Disinilah suatu konspirasi tentang persekongkolan antara Gayatri dan Gajah Mada untuk membunuh Jayanegara muncul. Gayatri adalah sosok yang cermat. Ia dapat melihat kecerdasan dan minat yang besar untuk mempelajari sistem pemeritahan pada diri Gajah Mada. Gayatri menilai bahwa Gajah Mada adalah sosok yang sangat dibutuhkan untuk memajukan Kerajaan Majapahit dan meneruskan cita-citanya dan suaminya dahulu. 

Akhirnya Gayatri pun ingin mengenal lebih dekat sosok Gajah Mada dan berusaha menjadi sosok guru bagi Gajah Mada dengan mengajarinya tentang pemerintahan dalam kerajaan. Gayatri sangat menyayangkan sosok Gajah Mada yang memiliki intelektual harus mengabdi pada seorang raja yang lemah, semena-mena, dan berwatak buruk seperti Jayanegara. Gayatri mengkhawatirkan nasib Majapahit apabila terus berada di bawah kepemimpinan Jayanegara. 

Bukan hanya tidak dapat meneruskan visi dan cita-cita dari pendahulunya dulu, namun juga dapat membawa Majapahit pada kemunduran. Gayatri tentu saja tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Akhirnya untuk mengatasi itu, terjalinlah kerja sama antara Gayatri dan Gajah Mada untuk melengserkan Jayanegara demi masa depan Majapahit dan menyelamatkan dua putrinya dari niatan buruk Jayanegara yang ingin menikahi dua saudarinya sendiri.

Jayanegara meninggal tanpa memiliki seorang penerus. Sehingga tangku kekuasaan Majapahit berikutnya dimiliki oleh Gayatri. Namun, Gayatri yang saat itu sudah berusia senja dan memilih untuk menjadi sosok Biksuni dan memilih meninggalkan hal-hal yang berhubungan dengan keduniawian. Ia menyerahkan tahta yang seharusnya menjadi miliknya kepada putri sulungnya, yakni Dyah Gitarja yang nantinya bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi. 

Selain karena alasan tersebut, keputusan Gayatri untuk membawa Dyah Gitarja naik tahta dikarenakan guna mencapai suatu stabilitas politik di Majapahit. Dimana sebelumnya sudah diketahui bahwa kerajaan Singasari dipimpin oleh dua wangsa, yakni Wangsa Rajasa yang merupakan keturunan Ken Arok dan Wangsa Sinelir yang merupakan keturunan Tunggul Ametung.  

Dalam darah Dyah Gitarja sendiri mengalir darah Wangsa Rajasa dari ayahnya, Raden Wijaya, dan darah Wangsa Sinelir dari ibunya, Gayatri Rajapatni. Dengan diserahkannya tahta Gayatri kepada putrinya diharapkan tercipta stabilitas politik dan menghindari perang saudara.

Gayatri mengambil peran di balik layar dengan terus memantau dan membimbing putrinya dalam menjalankan pemerintahan sebagai ratu di Majapahit. Gayatri juga turut mengajarkan visi-visi ayahnya dahulu, yakni Raja Kertanegara, terkait mimpinya untuk dapat menyatukan berbagai wilayah di Nusantara. 

Dapat dikatakan Gayatri sebagai jembatan bagi putrinya, Dyah Giatarja atau Tribhuwana Tunggadewi dan Gajah Mada, untuk mengenalkan mereka dengan konsep politik Dwipantara yang bertujuan menyatukan daerah-daerah di Nusantara, seperti cita-cita ayahnya dahulu. Hingga akhirnya nanti, Gayatri dapat mewujudkan cita-cita ayahnya tersebut pada masa pemerintahan cucunya, Hayam Wuruk. Dimana daerah kekuasaan Majapahit terbentang luas di Nusantara.

Referensi:

https://www.academia.edu/9194089/Gayatri_Rajapatni

https://id.wikipedia.org/wiki/Jayanagara

https://www.youtube.com/watch?v=UxJK1gDcUQM&t=804s

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun