Mohon tunggu...
Tiara Ichada
Tiara Ichada Mohon Tunggu... Masinis - Ada

Jadikan sesuatu sebagai motivasi diri

Selanjutnya

Tutup

Money

Menurunnya Tingkat Kontribusi Investor Asing bagi Pasar Modal sehingga Stabilitas Perekonomi Melemah

13 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 13 Mei 2020   15:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

             Kontribusi investor asing dalam perdagangan saham di pasar modal Indonesia semakin menurun dalam lima tahun terakhir. Capaian ini tidak wajar dan harus segera menjadi perbaikan oleh sejumlah regulator terkait agar kembali ada peningkatan investor asing.

            Pada periode yang sama, data OJK menunjukkan kenaikan kontribusi investor domestik dan sekaligus penurunan kontribusi investor asing dalam perdagangan saham di Tanah Air. Kontribusi investor domestik semula 59,42% pada 2014, kemudian meningkat menjadi 56,79% pada tahun 2015. Pada tahun 2016, kontribusi investor domestik meningkat menjadi 63,11% dan meningkat lagi menjadi 63,37% pada tahun 2017. Tahun 2018, sempat sedikit menurun menjadi 63,03% dan tahun lalu kembali meningkat menjadi 67,69%.

             Sebaliknya, kontribusi investor asing semula 40,58% pada 2014, kemudian meningkat menjadi 43,21% pada tahun 2015. Pada tahun 2016, kontribusi investor asing menurun menjadi 36,89% dan menurun lagi menjadi 36,63% pada tahun 2017. Tahun 2018, sempat sedikit meningkat menjadi 36,97% dan tahun lalu kembali turun menjadi 32,31%.

              Menurut Lucky, ini tidak lepas dari pengaruh kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang sebagian memiliki kontroversi yang besar. Seperti memicu perang dagang dengan sejumlah negara. Selain itu, pada era Trump, Bank Sentral AS, The Federal Reserve sempat beberapa kali menaikkan suku bunga acuan.

            "Ini membuat bagi sebagian investor asing, bertransaksi di pasar modal luar negeri, terutama AS menjadi lebih menarik dibandingkan di Indonesia," ujar Lucky

            Kondisi ini semakin diperparah dengan penurunan investasi sepanjang tahun 2018, terutama untuk nilai penanaman modal asing (PMA). Terakhir, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi PMA pada kuartal ketiga sebesar Rp 89,1 triliun. Angka tersebut menurun 20,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 111,7 triliun.

           Andry menambahkan, anomalinya, penurunan itu berbanding terbalik dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). PMDN kuartal ketiga mencapai Rp 84,7 triliun atau meningkat 30,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp 64,9 triliun. "Ini membuktikan, minat asing untuk investasi ke Indonesia turun," tuturnya.

             Terlepas dari itu, Andry mengatakan, poin paling mencemaskan adalah tingkat impor yang tinggi. Selama ini, impor dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia dengan tujuan mendorong manufaktur dan ekspor.

Tapi, ketika tingkat impor lebih tinggi, ada indikasi bahwa produk dalam negeri sudah tersubstitusikan oleh barang-barang luar negeri. Apabila dibiarkan terus menerus, produk lokal akan semakin tergerus, baik untuk bahan baku, penolong ataupun produk jadi.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok hingga kembali ke level 5.000-an. IHSG tercatat ditutup pada level 5.940,05 poin atau jatuh -1,94% atau 117,54 poin. Kondisi tak terlepas dari keputusan investor asing yang menarik dana hingga mencapai sebesar Rp1,85 triliun.

              Kapitalisasi pasar terbesar di pasar modal Indonesia menjadi penyebab IHSG terpuruk.? Imbas Corona, Banyak Investor Tarik Dana dari Negara Berkembang

               Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, BI terus memonitor kondisi penyebaran virus Corona secara global dan pengaruhnya ke pasar keuangan. Menurut penilaian BI, intensitas virus Corona di China sudah mulai mereda. Namun, pasca ditemukan penyebaran virus di luar China ketidakpastian ekonomi global justru semakin berkepanjangan.

              Hal ini kemudian membuat investor global menarik dananya dari negara berkembang dan beralih ke aset yang lebih aman. "Investor global menarik penempatan dananya di pasar keuangan negara berkembang dan mengalihkan kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman," ujar Perry di kantornya, Senin (02/03/2020).

             Perry menyatakan, para investor cenderung menarik dana dan mengkonversikannya ke uang tunai atau memasukkannya ke bentuk investasi lain seperti emas atau US Treasury bond (surat berharga pemerintah AS).

             Dikatakan Perry, kondisi ini menekan pasar keuangan dunia dan memberikan tekanan depresiasi cukup tajam pada banyak mata uang global, termasuk Indonesia.

              Untuk itu, BI terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk menstabilisasi nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak resiko penyebaran virus Corona di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun