Teknik terakhir sekaligus yang paling menantang dan membutuhkan usaha adalah teknik arashi. Teknik ini bukan sekedar mengikat, namun juga melibatkan adegan mendorong dan melilitkan tali.
Pertama, kain dilipat sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, jika ingin timbul dua motif garis simetris, maka kain harus dilipat satu kali, begitu pula seterusnya. Setelah dilipat, saatnya mengikatkan kain ke alat bantu, yakni pipa plastik. Setelahnya, kain yang sudah diikat kencang di pipa lalu didorong hingga berkumpul di satu sisi.
Prosedur ikat mengikat inilah yang menjadi inti dari shibori. Setiap ikatan tersebut menahan penyerapan warna ketika kain dicelupkan. Jadi, bagian yang terkena ikatan akan tetap berwarna putih sesuai dengan warna dasar kain.
Anyway, setelah kami semua selesai mengikat dan menyimpul kain masing-masing, kami beralih ke proses pewarnaannya. Ada 3 ember air yang disiapkan oleh pengajar hari itu.
Satu berisi warna dasar yang terdiri dari naftol dan garam, sementara dua lainnya telah dicampur dengan pewarna merah dan biru. Proses pewarnaannya sendiri cukup sederhana, pertama celupkan kain di warna dasar, lalu lanjutkan dengan mencelupkannya ke warna pilihan.
Lama perendaman di pewarna menentukan seberapa deep warna yang akan timbul. Scarf saya butuh sekitar 5-6 kali celup dengan durasi 2 menit untuk memunculkan rona biru yang saya rasa cukup tegas.
Setelahnya, hasil yang sudah setengah jadi ini dibilas dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa pewarnaan yang tidak terserap. Lalu, bagian favorit saya, semua simpul dibuka dan voila! Motif yang sedari pagi kami idam-idamkan pun menampakkan wujudnya.
Wajah-wajah puas dan senyum sumringah pun menghiasi lokasi workshop saat satu per satu peserta menjemur hasil karyanya. Meski bagi sebagian peserta workshop kali ini bukan yang pertama kali mereka ikuti, masih tampak ekspresi terkejut yang tulus di raut wajahnya.
Shibori sukses memberi kejutan manis buat saya di akhir pekan itu. Satu hal yang saya senangi dari proses ini adalah unsur kejutan di dalamnya. Saya benar-benar tidak tahu motif seperti apa yang akan muncul di akhir prosesnya nanti.Â
Saya bisa memasang cetakan, melipat dengan presisi, atau mendorong sekuar-kuatnya agar si kain yang malang itu bertumpu di titik yang saya kehendaki. Tapi tetap saja, semua usaha saya tidak menjamin akan timbul motif yang sesuai dengan keinginan saya.Â
Kalau dipikir-pikir, ya mirip sedikit dengan kehidupan yang kita jalani. Sekuat apapun saya berusaha, sedetail apapun rencana saya, tidak ada satu pun hal di dunia ini yang bisa menjamin hasilnya akan sesuai dengan apa yang saya inginkan. Tapi tentu tidak ada salahnya untuk mencoba sebaik mungkin, bukan? Maaf, agaknya saya pun terlarut sedikit dengan mengibaratkan proses pembuatan shibori dengan kehidupan saya yang tidak seberapa ini, hehehe.