Mohon tunggu...
Tiara Fadila Rizqiany
Tiara Fadila Rizqiany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Tarumanagara

Mahasiswa aktif S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara dengan minat di bidang Psikologi Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Cyberbullying, Bentuk Kenakalan Remaja yang Terbawa hingga ke Media Sosial

9 Juni 2022   15:14 Diperbarui: 9 Juni 2022   15:26 5742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://www.unicef.org/

Berkembangnya teknologi informasi memberikan banyak sekali dampak positif. Salah satu hal positif tersebut adalah cepatnya penyebaran informasi. Kemudian di masa pandemi Covid-19 di mana pembelajaran tatap muka digantikan dengan pembelajaran dari rumah. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya perkembangan teknologi informasi.

Mayoritas pengguna teknologi informasi saat ini adalah para remaja yang tengah berada pada masa pencarian jati dirinya. Dengan bekal keingintahuan yang tinggi dan trend yang ada di lingkungannya, para remaja dapat dengan mudah beradaptasi dengan berkembangnya teknologi informasi terkini. 

Namun dengan berkembangnya teknologi informasi dengan dominasi penggunanya oleh para remaja yang belum dewasa, maka timbullah dampak negatif dari adanya perkembangan teknologi ini, salah satunya yaitu bentuk kenakalan remaja seperti cyberbullying pada lingkungan sekolah.

Pengertian Cyberbullying

Salah satu masalah yang telah berkembang dan menjadi perhatian khusus di lingkungan sekolah adalah cyberbullying. Cyberbullying terjadi ketika seseorang menggunakan perangkat elektronik sebagai media komunikasi untuk menindas seseorang. 

Dapat dikatakan bahwa fenomena cyberbullying merupakan fenomena baru yang diakibatkan oleh adanya dampak negatif dari perkembangan  teknologi dalam bidang komunikasi seperti, internet atau media sosial, dan telepon seluler. 

Secara singkat, cyberbullying dapat diartikan dengan seseorang yang secara sengaja mengirimkan atau mengunggah pesan maupun gambar yang berbahaya melalui media sosial dengan tujuan untuk mengintimidasi seseorang (Willard, 2004). 

Peristiwa cyberbullying dapat terjadi dalam berbagai jenis yaitu, pelecehan, menguntit, pencemaran nama baik, penguclian, penipuan, dan penyamaran yang dilakukan oleh seseorang  (Willard, 2004). 

Pada beberapa kejadian, cyberbullying dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan traditional bullying karena usaha atau tindakan yang dilakukan dapat  lebih sering, detail, intens, tidak mencurigakan, dan cukup sulit untuk dihentikan (Hinduja & Patchin, 2009).

Cyberbullying adalah fenomena perundungan yang terjadi di media sosial. Secara garis besar media sosial bisa dikatakan sebagai sebuah media online, dimana para penggunanya (user) dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan akun berupa blog, forum, dan jejaring sosial menggunakan aplikasi berbasis internet yang didukung oleh teknologi informasi untuk menciptakan ruang dunia virtual (Rifauddin, 2016). 

Adapun contoh dari jenis cyberbullying adalah fenomena doxing, menghina melalui pesan di media sosial, mempermalukan seseorang di media sosial, dan memberikan informasi palsu tentang seseorang di media sosial.

Penyebab dari Cyberbullying

Seharusnya, dengan berkembangnya teknologi informasi tidak membuat perilaku-perilaku buruk tidak ikut terbawa. Beberapa alasan yang kerap mendasari terjadinya kenakalan remaja yang dapat menimbulkan cyberbullying  ini adalah sebagai berikut :

  • Kurangnya Empati

Kurangnya empati yang dimiliki oleh remaja menjadi salah satu alasan terjadinya cyberbullying. Hal ini bisa dikarenakan remaja tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan tidak diajarkan tentang rasa empati sedari kecil. 

Sehingga apa yang remaja tersebut akan beranggapan apa yang dilakukannya adalah hal yang sepele dan tidak memikirkan dampak buruk dari korban cyberbullying.

  • Merasa Anonim

Remaja yang melakukan cyberbullying merasa bahwa tidak akan ada orang yang mengenalinya. Selain itu biasanya mereka menggunakan profil anonim dengan nama palsu dan tidak ada foto di akun media sosial mereka, sehingga mereka merasa bahwa tidak akan ada yang menangkap mereka. Oleh karena itu, mereka akan terus melakukan cyberbullying tanpa takut dikenali dan ditangkap.

  • Tidak Melihat Korban

Pada dasarnya remaja yang melakukan perundungan langsung maupun cyberbullying adalah manusia biasa. Mereka memiliki rasa empati, namun sangat rendah. 

Jika perundungan langsung mereka akan melihat korban merasa kesakitan atau sedih, secara sendirinya rasa empati akan tumbuh kemudian perundungan akan dihentikan. 

Namun hal tersebut tidak terjadi pada cyberbullying. Mereka tidak akan melihat korban secara langsung. Selain itu cyberbullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya (Utami, 2014). Sehingga membuat mereka akan terus menerus melakukan cyberbullying. 

  • Ingin Mendapatkan Perhatian

Kurangnya perhatian orang tua kepada anak yang menyebabkan sifat orang tua yang tak acuh terhadap anaknya, membuat anak kurang atau bahkan tidak mendapatkan perhatian. 

Ketika tumbuh menjadi remaja, mereka akan mencoba hal-hal baru agar bisa mendapatkan perhatian. Salah satunya adalah cyberbullying, mereka akan menganggap tindakan cyberbullying adalah hal yang keren dan kekinian sehingga mereka akan mendapatkan perhatian dari teman disekitar mereka.

Dampak dari Terjadinya Cyberbullying

Dewasa ini, justru sangat marak kasus cyberbullying terjadi akibat kenakalan remaja. Dampak yang ditimbulkan dari cyberbullying mirip dengan perundungan langsung. 

Dampak dari perilaku cyberbullying maupun yang disertai dengan doxing tentunya akan sangat berpengaruh bagi para remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri. 

Cyberbullying dan doxing dapat memberikan dampak negatif kepada korbannya dan bahkan dapat meninggalkan trauma yang mendalam. Dampak negatif ini bisa menyebabkan korban mengalami depresi, kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial, hingga adanya upaya bunuh diri. 

Jika cyberbullying dan doxing terus menerus dialami oleh korban, maka kemungkinan akan muncul tindakan-tindakan menyimpang dan kenakalan lainnya seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah, bahkan sampai minum minuman keras atau menggunakan narkoba.

Cara Mengatasi dan Pencegahan Terjadinya Cyberbullying

Dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kesadaran terkait menjadi remaja yang bijak tidak hanya dikehidupan nyata tapi juga dalam menggunakan media sosial. 

Langkah pertama yang dapat dilakukan tentunya adalah dengan menyadari bahwa dalam menggunakan media sosial dibutuhkan tindakan yang bijak. Dengan adanya sikap bijak yang ditanamkan dalam diri remaja, maka kenakalan remaja seperti cyberbullying setidaknya dapat lebih diantisipasi..

Dalam perilaku sosial remaja, orang tua merupakan panutan bagi anak. Ketika orang tua bertindak atau mencontohkan hal negatif maka remaja mungkin meniru tindakan yang sama pula. 

Mereka juga akan menggeneralisasikan sikap negatif dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak-anaknya. 

Dukungan orang tua merupakan perilaku yang sangat positif terhadap anak seperti pujian, pemberian dorongan moral, dan pemberian kasih sayang. Orang tua perlu menunjukkan kepada anak-anak mereka bahwa mereka dihargai dan dicintai. 

Pengembangan karakter ini termasuk dalam pengendalian diri, yang akan menghambat perilaku menyimpang seperti cyberbullying. Dalam mencegah penyimpangan buruk untuk remaja, orang tua harus menggunakan pola asuh yang disiplin secara efektif, memantau dan secara konsisten mengasah anak untuk memecahkan masalah mereka sendiri (Crosswhite & Kerpelman, 2008). 

Disiplin yang efektif harus diterapkan dalam pengembangan perilaku remaja dalam keluarga. Namun, disiplin diri yang berlebihan tidak mencegah cyberbullying, sebaliknya pola asuh disiplin diri yang berlebihan meningkatkan penyimpangan cyberbullying (Simons et al., 1991). Lalu, pemecahan masalah merupakan keterampilan penting dalam perkembangan komunikasi anak (Crosswhite & Kerpelman 2008). 

Kurangnya komunikasi dapat menyebabkan anak menjadi defensif, menolak tanggung jawab mereka, dan meningkatkan kemarahan mereka. Sifat-sifat ini dapat mempengaruhi perilaku bermasalah dan penyimpangan sosial. 

Selain ketiga hal tersebut, orang tua yang kohesif atau obsesif (suka menggunakan kekerasan) dapat mengakibatkan sifat-sifat negatif yang mempengaruhi perilakunya terhadap anak yang mengakibatkan kenakalan remaja yang mengarah ke cyberbullying.

 

Tiara Fadila Rizqiany

Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Erik Wijaya, M. Si.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun