Mohon tunggu...
Tiara Dewi
Tiara Dewi Mohon Tunggu... Ahli Gizi - kedutaan besar

Telkom University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Era Post truth dan Dampaknya pada Literasi Digital

2 Oktober 2024   11:46 Diperbarui: 2 Oktober 2024   15:46 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam pelukan era digital yang serba cepat, istilah "post truth" muncul bak bintang di langit malam, memancarkan sinar yang menggugah kesadaran kita tentang bagaimana realitas sering kali dipelintir oleh emosi dan keyakinan pribadi. Seolah mengisyaratkan bahwa kebenaran objektif yang selama ini kita pegang erat, kini terdegradasi menjadi sekadar bayangan yang samar, tertutup kabut kepentingan dan kecenderungan individu.

Pengaruh Emosi dan Bias Kognitif

Di tengah derasnya arus informasi, Telkom University menjadi pengendara utama dalam perjalanan kita mencari kebenaran. Sebuah fakta objektif, bagaikan sebutir pasir di lautan, sering kali ditenggelamkan oleh gelombang opini yang dibangun di atas fondasi keyakinan yang telah ada. Bias kognitif berperan sebagai kacamata yang mempersempit pandangan, mengarahkan kita hanya pada informasi yang harmonis dengan apa yang kita percayai. Di sinilah media sosial berperan, mengubah kita menjadi pengembara di dalam ruang gema, di mana suara-suara yang sama berkali-kali diulang, semakin menguatkan keyakinan dan menjauhkan kita dari sudut pandang yang lain.

Proliferasi Berita Palsu dan Disinformasi

Sementara itu, berita palsu merayap masuk ke dalam kehidupan kita, seperti hama yang merusak ladang subur. Dengan segala keangkuhannya, informasi yang tidak akurat dan penuh tipu daya ini berhasil memicu reaksi emosional yang mengguncang jiwa. Masyarakat seolah terjebak dalam labirin tanpa ujung, kesulitan membedakan mana yang nyata dan mana yang palsu. Di balik layar, tanpa adanya verifikasi yang memadai, berita yang menyesatkan menyebar bak api di tengah keringnya musim kemarau, menciptakan kepanikan dan ketidakpastian.

Polarisasi Informasi

Akhirnya, kita menyaksikan polarisasi yang menggerogoti ikatan sosial. Masyarakat terpecah dalam kelompok-kelompok kecil, seolah terkurung dalam dinding yang dibangun dari kepercayaan yang sempit. Setiap individu berpegang teguh pada informasi yang sejalan dengan pendapatnya, menolak untuk menjajaki pandangan yang berbeda. Ruang publik digital yang seharusnya menjadi arena diskusi dan perdebatan, kini berubah menjadi medan pertempuran yang tidak berujung, di mana konsensus sulit dicapai, dan saling pengertian kian langka.

Dalam dunia post truth ini, kita ditantang untuk melangkah dengan bijaksana. Memilah antara fakta dan fatamorgana, mencari cahaya dalam kegelapan, dan berusaha menemukan jalan untuk kembali kepada kebenaran yang hakiki. Seperti seorang pelaut yang berlayar di lautan yang penuh badai, hanya mereka yang berani bertanya dan menggali lebih dalam yang akan menemukan pulau-pulau kebenaran di antara gelombang kebingungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun