Sejak zaman dahulu, masyarakat Minangkabau telah memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, salah satunya adalah peribahasa. Salah satu pepatah yang hingga kini masih relevan adalah "padusi rancak di labuah". Ungkapan ini, yang lahir dari kearifan lokal, mengandung nilai-nilai luhur yang patut kita renungkan. Pepatah Minangkabau "padusi rancak di labuah" ini adalah ungkapan yang sering kali didengar dan memiliki makna yang cukup dalam, terdapat pesan yang lebih tentang nilai-nilai kehidupan dan karakter seseorang.
Minangkabau adalah salah satu masyarakat yang menganut sistem matrilineal, di mana perempuan memiliki posisi penting dalam adat dan kehidupan sosial. Pepatah ini menyoroti pentingnya peran perempuan sebagai penjaga martabat keluarga dan adat. Perempuan Minangkabau, terutama yang sudah dewasa, diharapkan memiliki kecakapan, kecerdasan, dan sikap yang baik saat berada di ruang publik. Hal ini mencerminkan nilai penghormatan dan penghormatan terhadap keluarga serta adat yang dilindungi oleh perempuan tersebut. Seorang perempuan yang dianggap "rancak di labuah" tidak hanya diukur dari kecantikan fisiknya, tetapi juga dari etika dan perilakunya yang mencerminkan kebijaksanaan dan kematangan.
Pepatah ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang, terutama di kalangan perempuan minangkabau yang memiliki penampilan menarik dan menawan. Mereka terlihat sempurna, anggun, dan selalu tampil memukau. Namun, di balik penampilannya yang seakan nyaris sempurna itu, tersimpan rahasia atau kekurangan yang tidak diketahui orang banyak. Pepatah ini memberikan pesan kecantikan fisik semata tidak selalu mencerminkan kepribadian yang baik. Terkadang, orang yang terlihat sempurna di luar justru memiliki masalah atau kekurangan yang disembunyikan.
Ungkapan ini juga bisa diartikan sebagai sindiran terhadap seseorang yang berpura-pura menjadi orang lain atau menampilkan diri yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pepatah ini mendorong kita untuk menjadi diri sendiri tanpa perlu berpura-pura. Kejujuran adalah fondasi dari hubungan yang sehat dan bermakna.Pepatah "padusi rancak di labuah" adalah cerminan dari nilai-nilai budaya Minangkabau yang menghargai kepribadian yang baik dan tidak terpaku pada penampilan fisik, tetapi juga dari nilai-nilai batin seperti kejujuran, kebaikan hati, dan kerendahan hati..
Meskipun ungkapan serupa dapat ditemukan dalam berbagai budaya, masing-masing memiliki kekhasan dan nuansa yang berbeda. Namun, secara keseluruhan, semua ungkapan ini menyampaikan pesan yang sama pentingnya, yaitu tentang pentingnya melihat seseorang secara utuh dan tidak hanya dari penampilan luarnya saja. Contoh Pepatah minang yang terdapat persamaan dengan ungkapan budaya selain minangkabau yaitu kata "Don't judge a book by its cover." Dari bahasa inggris dan "Al-khairu fil-batin." Dalam bahasa arab yang mana arti dari kedua buah kalimat dalam bahasa yang berbeda itu adalah sama sama tentang pentingnya tidak terpaku pada penampilan fisik.
Bacando kecek urang gaek minang ka padusi rancak dilabuah "Rumah bacando kandang kundiak,kain taonggok ingkin kamari diateh kasue diateh kursi bilo ko lh ka bacuci kok dicaliak ka dapue piriang taonggok ndak babasuah bulango tatungkuik itam pundam Galemak peak kasado alah e Kalau kalua dari rumah bantuak puti singgong malu matohari mancaliak kok pipi pauah dilayang tasialie langau ko inggok kok bajalan siganjue lalai pado pai suruik nan labiah ndak samanggah lai bantuak awak nan paliang rancak "
Pepatah "padusi rancak di labuah" adalah sebuah ungkapan bijak yang sarat makna. Pepatah ini mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam penilaian yang dangkal dan selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan memahami makna dari pepatah ini, kita dapat membangun relasi yang lebih baik dengan orang lain dan hidup dengan lebih bahagia dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H