Bullying, yang masih sering dialami oleh anak-anak dan remaja, memengaruhi fisik dan emosional. Jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2023 meningkat signifikan, mencapai 3.800 laporan, menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pelecehan fisik adalah jenis yang paling umum (55,5%), diikuti oleh pelecehan verbal (29,3%) dan pelecehan psikologis (15,2%). Karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, angka ini hanya menunjukkan sebagian kecil dari kasus sebenarnya (Wibisana, 2024).
Anak-anak di Rumah Lanal Pintar Palembang, Kampung Bahari, terlibat dalam penelitian yang menggunakan pendekatan photovoice untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah ini. Dengan menggunakan foto dan cerita, anak-anak menggambarkan pengalaman mereka dengan bullying dengan cara ini. Hasil penelitian ini menunjukkan perspektif mereka tentang bullying serta respons emosional dan tingkat kesadaran mereka.
Pengetahuan tentang Bullying
Hasil wawancara menunjukkan bahwa anak-anak mendefinisikan pelecehan sebagai tindakan yang melukai fisik dan emosional. Salah satu informan menggambarkan bullying sebagai "Saling mengejek, mengatai nama orang tua, atau memukul teman."
"Bullying tuh saling mengejek sama orang miskin. Contohnya itu suka mengejek, mengatainama orang tua, memukul teman" (Informan 1, 2024).
Anak-anak menganggap pelecehan sebagai perilaku yang merugikan dan menyakitkan secara fisik dan emosional. Ironisnya, mereka sering melakukan hal-hal serupa, terutama saat bermain game online. Mereka sering melontarkan kata-kata kasar atau hinaan dalam situasi seperti ini, yang termasuk dalam kategori bullying verbal. Ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak tahu apa itu bullying, mereka sering menganggapnya sebagai "bercanda", sehingga sulit untuk menghindarinya.
"Ada juga kak sering juga mengejek sewaktu main game online seperti Mobile Legend, sering disebut dengan kata tolol, bodoh kalau ada yang salah atau lambat" (Informan 3, 2024).
Respons Anak-Anak terhadap Bullying
Reaksi emosional anak-anak terhadap bullying beragam. Jika temannya diejek atau dipukul, beberapa anak merasa terganggu.
"Iya kak aku tolong, kasian biasanya sampai nangis yang jadi korban itu" (Informan 2, 2024).
Respon-respon ini menunjukkan bahwa anak-anak merasa perlu melindungi korban pelecehan. Mereka menciptakan budaya anti-bullying di lingkungan mereka dengan tindakan sederhana ini.
Kesadaran Lingkungan terhadap Bullying
Sebagian anak juga menyadari pentingnya menghindari bullying dan bahkan berusaha mengingatkan teman-temannya agar tidak melakukannya.
"Oalah oke kak nanti aku kasih tau teman yang lain juga untuk gak boleh ngejek-ngejek lagi" (Informan 4, 2024).
Kesadaran ini menunjukkan potensi anak-anak untuk menjadi agen perubahan di lingkungan mereka. Kesadaran ini dapat ditingkatkan dengan mengajar anak-anak tentang efek bullying.
Persepsi tentang Lokasi Terjadinya Bullying
Anak-anak juga mencatat taman bermain, sekolah, dan tempat nongkrong yang sering menjadi tempat bullying.
Seorang informan mengatakan, "Di sini tempat kami sering jajan dan bermain, kadang juga saling mengejek." Lokasi ini dapat membantu merancang program intervensi yang lebih efektif. Dengan pengawasan di area tersebut, diharapkan angka kejadian bullying dapat diminimalkan, sehingga anak-anak merasa lebih aman.
Langkah Membangun Generasi Bebas Bullying
Sangat penting memahami cara melihat bullying agar program intervensi dapat berhasil. Beberapa hal yang dapat dilakukan termasuk:
1. Meningkatkan pengetahuan dan sosialisasi tentang bullying sesuai dengan usia anak.
2. Memotivasi anak untuk menjadi inisiator perubahan anti-bullying.
3. Menyediakan pengawasan dan fasilitas pelaporan yang aman di tempat yang rawan bullying.
Memahami perspektif tidak hanya melindungi mereka dari efek buruk bullying, tetapi kita membawa perubahan positif. Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang saling menghargai dan menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Penulis
Mahasiswa Universitas Sriwijaya
Kelompok 11 IKM A
1. Wulan Marinda Hutajulu (10011282227099)Â
2. Tiara Dwi Adelia (10011282227100)
3. Aleiscya Az-Zahra (10011382227161)
4. Afi Alfianti (10011382227169)
5. Lutfhiana Nabella (10011382227175)
Dosen Pengampu: Najmah, S.K.M., M.P.H., Ph.D
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H