Aturan Perpajakan dengan Sudut Pandang Tafsir Semiotika Eco Umberto
Aturan pajak adalah sekumpulan atau serangkaian ketentuan, petunjuk, tata cara, perintah yang disusun secara sistematis oleh pemerintah untuk mengatur hak dan kewajiban warga negara dan hubungan antara wajib pajak dan pemerintah selaku pembuat aturan.
Menafsir makna peraturan perpajakan dengan ilmu semiotik. Semiotik berasal dari kata yunani semeion yang berarti tanda atau ciri-ciri yang dianggap mewakili sesuatu yang lain yaitu sesuatu yang terbangun atas dasar konvensi sosial, kebudayaan, dan kehidupan yang terbangun sebelumnya. Pembentukan tanda terdiri dari kerja fisik yang sengaja dibuat, pengenalan suatu objek atau peristiwa yang merupakan ungkapan pengenalan, penampilan, replica yaitu berupa icon tiruan tertentu, dan penemuan.
Menurut Apollo, aturan pajak dengan pendekatan semiotik dilihat dari berbagai aspek yang belum sempurna dikarenakan memiliki banyak arti atau banyak makna. Teori semiotika bisa menjawab banyak aspek, yaitu aspek kelemahan, aspek kritik ataupun aspek untuk mencari celah dalam penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah hukum yang berarti tidak memiliki makna tungga atau memiliki banyak sudut pandang (multitafsir). Teori Semiotik dapat diartikan sebagai eidos yaitu nampak atau terlihat dan dapat dipahami yang berupa teks tertulis. Aturan Pajak dari sudut pajak teori semiotic ialah sebagai tanda kewajiban untuk melakukan pembayaran pajak.
Semiotika terdiri dari 2 teori yaitu, teori kode dan teori produksi. Teori kode atau tanda bisa disebut juga teori signifikansi tentang sisem aturan berkaitan dengan tanda yang jika dihubungkan dengan aturan perpajakan berarti tanda atau kode bagi wajib untuk melakukan kewjiban perpajakan dan melakukan pembayaran pajak atau kata lain kode untuk mewajibkan warga negara untuk patuh. Dengan ini pembuat undang-undang membuat kode mengenai kekuasaan yaitu tentang kewajiban warga negara baik warga negara secara individu ataupun secara korporasi. Yang kedua yaitu teori produksi yang bersifat komunikasi yang dilihat dari sisi warga negara atau wajib pajak.
Berdasarkan Eco Umberto memfokuskan pada 8 Semiotika Komunikasi, yaitu:
- Sumber (source), yang berarti manusia itu bersifat universal dengan definisi manusia sebagai individu (objek pasar) dan sebagai warga negara. Sebagai warga negara berarti memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara yang harus dijalankan.
- Pengirim (transmitter), yaitu sebagai media yang digunakan untuk mengirim informasi mengenai perpajakan.
- Sinyal (gel suara), yaitu merupakan gelombang informasi perpajakan yang dikirim oleh pemerintah.
- Saluran (channel), atau satelit yang merupakan mediator untuk menyampaikan informasi yang mengudarakan melalui gelombang informasi.
- Sinyal penerima. Wajib pajak menerima informasi dari pemerintah.
- Peneriman (receiver), Wajib pajak memahami informasi yang diberikan oleh pemerintah.
- Pesan (massage). Penyamaan presepsi antara peraturan yang diberikan pemerintah dengan presepsi yang di terima oleh wajib pajak.
- Tujuan (destination), Aturan perpajakan yang disampaikan diharapkan efektif dan sama presepsinya antara pemerintah dan WP.
Membandingkan dari teori kepuasan pelanggan, Customer Gap yaitu perbedaan antara persepsi pelanggan dan harapan pelanggan (antara customer perception dan customer expectation). Harapan pelanggan merupakan standar atau referensi pelanggan dengan pengalaman konsumsi atas barang/jasa yang mereka beli.
Sama halnya dengan persepsi pelanggan dan harapan pelanggan, dalam memahami peraturan perpajakan juga memiliki perbedaan tafsir makna atau tax gap perception. Tax gap perception muncul dikarenakan adanya perbedaan persepsi antara wajib pajak sebagai penjalan peraturan dan pemerintah yang membuat aturan, wajib pajak memiliki harapan yang mereka inginkan kepada peraturan yang dibuat oleh pemerintah, namun realita tidak selalu seindah harapan, tidak semua harapan dapat dipenuhi. Dan pemerintah sebagai pembuat peraturan juga memiliki harapan terhadap kesadaran dan kepatuhan wajib pajak untuk dapat menjalankan peraturan dengan baik namun tidak semua harapan dapat berjalan sebagai mana yang diinginkan. Selain itu alasan lainnya dikarenakan adanya policy gap atau kesenjangan kebijakan yang merupakan kesenjangan peraturan perpajakan akibat dari keberadaan suatu peraturan yang lain dengan kata lain peraturan perpajakan saling tumpang tindih dan bersinggungan.
Penyebab adanya gap atau perbedaan pemahaman antara pembuatan peraturan dan pelaksana peraturan salah satunya dikarenakan tidak saling mengenal satu sama lain, tidak saling bertukar pikiran apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak, sehingga kedua pihak menjalankan apa yang mereka inginkan dan tujuan tidak akan pernah tercapai.
Ref:
Mata Kuliah Pajak Kontemporer Magister Akuntansi Prof. Dr. Apollo. CIFM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H