Menurut Schiffman & Kanuk, (2018) Customer Retention adalah minat pelanggan melakukan pembelian lagi setelah mendapatkan pengalaman mengonsumsi produk atau layanan. Pembelian yang dilakukan pelanggan terdiri dari dua jenis, yaitu pembelian percobaan dan pembelian berulang. Pembelian tahap percobaan penyelidikan di mana perilaku pembelian pelanggan mencoba untuk mengevaluasi produk. Jika produk memuaskan, maka pelanggan bersedia untuk membeli kembali atau mengunjungi kembali.
Menurut Zheitmal dkk, (2018) mendefinisikan Customer Retention merupakan bentuk perilaku (behavioral intention) atau keinginan pelanggan untuk datang kembali, memberikan word of mouth yang positif, tinggal lebih lama dari perkiraan, dan berbelanja lebih banyak dari perkiraan. Dengan banyaknya pelanggan yang datang membeli produk atau jasa perusahaan, maka perusahaan akan mencapai keuntungan yang diharapkan.
Sedangkan Menurut Kurniawan, (2017) Customer Retention merupakan suatu konsep yang berasal dari behavioural intention, dimana adanya keinginan untuk datang kembali, menyarankan kepada orang lain, serta menyebarkan kesan yang positif. Customer Retention terjadi ketika pelanggan mendapatkan kesan yang baik dan kepuasan dari pengalamannya pada saat pertama kali berkunjung, kemudian memutuskan untuk kembali pada waktu berikutnya.
Ghavami and Olyaei dalam Munandar (2018), menyatakan bahwa merekrut pelanggan baru pada dasarnya adalah membutuhkan biaya yang mahal jika dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada. Cara ini diyakini memungkinkan perusahaan untuk mempertahankannya persaingan selain menikmati penghematan signifikan dari mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Ini adalah didukung dengan penelitian sebelumnya, yang memastikan hubungan yang signifikan antara peningkatan dalam kinerja perusahaan dan praktik retensi pelanggan Stengel dalam (Munandar, 2018). Sepaham dengan yang disampaikan oleh dengan Stengel, Pratama (2019) mengatakan bahwa retensi pelanggan dapat menjadi alat yang ampuh dari CRM (Customer Relationship Management). Retensi pelanggan penting bagi kebanyakan orang perusahaan karena biaya memperoleh pelanggan baru jauh lebih besar daripada biaya pemeliharaan suatu hubungan dengan pelanggan saat ini. Pendapat ini juga di dukung oleh pernyataan Reichheld and Schefter dalam Munandar, (2018) yang mengakatan perusahaan dapat meningkatkan laba sebesar 25 hingga 95 persen dengan peningkatan hanya 5 persen dalam tingkat retensi pelanggan. Hal ini menyimpulkan bahwa peningkatan kecil dalam tingkat retensi pelanggan akan semakin mempercepat laba perusahaan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Customer Retention merupakan sikap dari pelanggan ataupun customer untuk mendatangi kembali guna melakukan transaksi baik barang maupun jasa karena dampak positif yang ditimbulkan dari produk maupun perusahaan.
Retensi pelanggan, loyalitas, dan pembelian kembali semuanya bergantung pada kehadiran pelanggan, yang semuanya bermanfaat bagi bisnis. Salah satu dari banyak keuntungan yang ditawarkan oleh kebahagiaan pelanggan kepada bisnis adalah kemungkinan mencapai loyalitas pelanggan. Tingkat kebahagiaan pelanggan dan kinerja bisnis secara keseluruhan berhubungan secara strategis (C, Rinkel, & P, 2010). Pelanggan sebagai keadaan emosional seseorang yang dihasilkan dari perbandingan antara kinerja produk dan hasil akhir yang dievaluasi terhadap harapan pelanggan. Sejauh mana harapan dan kinerja produk yang dirasakan sejalan adalah hal yang menentukan kepuasan pelanggan. Pelanggan kecewa ketika kinerja tidak memenuhi harapan mereka; mereka puas ketika hal itu terjadi; dan mereka senang ketika hal itu terjadi (Kotler & Keller, 2016)
Harapan dan kinerja yang dirasakan membentuk pelanggan. Pelanggan akan merasa tidak senang jika kinerja produk atau jasa tidak sesuai dengan harapannya. Ketika suatu produk atau layanan bekerja sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas; namun, ketika suatu produk atau layanan berkinerja lebih baik dari yang diharapkan, pelanggan akan merasa sangat puas, atau gembira. Untuk mendukung argumen ini, Model Kesenjangan Kualitas Layanan menegaskan bahwa:
a.Ketika pelanggan membeli suatu barang atau jasa, mereka memiliki ekspektasi tentang seberapa baik barang atau jasa tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Terbentuknya rasa puas dan tidak puas dijelaskan oleh Teori Diskonfirmasi Ekspektasi. Gagasan ini berpendapat bahwa perbedaan antara harapan pelanggan sebelum proses melakukan pembelian dan pengalaman aktual yang mereka miliki menentukan apakah mereka puas atau tidak.
b.Pelanggan adalah tindakan tidak berwujud yang mungkin dirasakan dengan tujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya; Hal ini mengarah pada kepuasan berdasarkan perbandingan antara persepsi dan harapan mereka dan tidak menghasilkan rasa kepemilikan apa pun, sebagaimana terlihat dari definisi di atas.
c.Bisnis apa pun yang menghargai pelanggannya harus memberi mereka kebebasan untuk menyuarakan kekhawatiran atau gagasan apa pun yang mereka miliki tentang barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Kotak saran, masukan pelanggan melalui survei, dan saluran khusus seperti layanan kontak pelanggan adalah contoh media yang dapat dimanfaatkan. Hal ini dilakukan guna mengetahui barang dan jasa apa yang diinginkan pelanggan, serta tantangan dan keluhan yang mereka alami guna memberikan informasi kepada dunia usaha yang sedang menyusun strategi perbaikan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H