Kalau ditelaah lebih jauh, konsep tabu ini hadir ketika suasana yang tercipta saat membahas tentang seksualitas selalu menghadirkan sudut-sudut ruang canggung dan cemas di dalam obrolan: anomali, 'Tabu' adalah anomali hari ini, esok, dan seterusnya.
Hal ini patut menjadi pusat perhatian ketika suatu saat pendidikan seks benar-benar dimasukkan dalam ruang kelas saat mata pelajaran pendidikan seks berlangsung.Â
Tentu saja, perlu peran tenaga didik yang mumpuni untuk bisa menyampaikan pendidikan seks disertai pemahaman mengenai sejauh mana batas-batas materi tersebut disampaikan agar tidak menciptakan ruang canggung dan cemas di dalam kelas.
Pendidikan Seks Terjadi Bersama-sama di Rumah dan di Sekolah
Pendidikan seksual sebenarnya bukan menjadi tanggung jawab penuh pihak pendidik formal. Sinergitas antara orang tua dan tenaga didik menjadi kunci utama masuknya pendidikan seksual bagi anak, terlebih bagi anak usia dini.Â
Dari sisi orang tua, saya bisa menyarankan untuk tidak menggunakan nama palsu atau pseudo name ketika menyebut alat kelamin anak, sebut itu vagina atau penis dan bukan Hello Kitty atau burung.
Sedangkan bagi tenaga didik, jangan terlalu 'mlipir' ke sel telur, ovum, dan kantong testis. Penetrasi: masuknya penis ke dalam vagina atau sebaliknya, beserta implikasi-implikasi sosial dan biologislah yang perlu ditekankan.Â
Singkatnya, seberapa lugas pendidikan seks hari ini dalam menyampaikan materi? Padahal semua anak dan remaja perlu menerima pendidikan yang akurat tentang seksualitas untuk memahami yang pada akhirnya mengetahui bagaimana mempraktikkan perilaku seksual yang sehat, karena aktivitas seksual yang tidak sehat, eksploitatif, atau berisiko dapat menyebabkan masalah kesehatan dan sosial, seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan infeksi menular seksual (IMS), termasuk Gonore, Chlamydia, Sifilis, Hepatitis, Herpes, Human Papilloma Virus (HPV); Infeksi HIV; dan AIDS.
Pendidikan seks di sekolah formal yang mencakup instruksi tentang pengambilan keputusan seksual yang sehat dan pencegahan IMS / HIV dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak dan remaja.Â
Jika program pendidikan seks secara komprehensif ditawarkan di sekolah, hasil positif sekaligus hal yang diinginkan dari adanya pendidikan seks ini dapat terjadi, termasuk keterlambatan inisiasi dan pengurangan frekuensi hubungan seksual, penurunan jumlah pasangan seksual, dan peningkatan penggunaan kondom.Â