Mohon tunggu...
Dymas Saputra
Dymas Saputra Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidik

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika Politik Pendidikan Islam

11 Desember 2024   08:50 Diperbarui: 11 Desember 2024   08:50 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memperbincangkan persoalan etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena barbagai alasan, di antaranya;

Pertama, politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah, karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Misalnya, dalam berpolitik harus diniatkan dengan lillahi taala. Dalam berpolitik, kita tidak boleh melanggar perintah-perintah dalam beribadah, karena pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip ibadah akan dapat merusak "kesucian" politik itu sendiri. Kedua, etika politik dipandang sangat perlu dalam Islam, karena politik itu berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat (Irfan Idris: 2009).

Dalam berpolitik sering menyangkut hubungan antar-manusia, misalnya saling menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri. Itulah menurut hemat saya prinsip-prinsip hubungan antar-manusia yang harus berlaku di dalam dunia politik kita saat ini. Akan tetapi, ada sebagian pengamat politik yang justru berpendapat sebaliknya, bahkan berpandangan sinis: "mereka berkata; bahwa membahas tentang etika politik itu seperti 'berteriak di padang pasir' ". lebih jauh mereka mengatakan bahwa "etika politik itu nonsense". Menurutnya, realitas politik itu sebenarnya pertarungan kekuatan dan kepentingan dan tak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara seperti apa yang diajarkan oleh filosof Machiavelli.

Dari pandangan singkat di atas, maka wajar jika salah seorang filosof yakni Immanuel Kant pernah menyindir bahwa ada dua watak binatang terselip di setiap "insan politik": watak merpati dan watak ular. Politisi kadang memiliki watak merpati yang lemah lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, di sisi lain terkadang ia juga mempunyai watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. Akan tetapi celakanya, yang sering menonjol dimiliki oleh insan politik adalah "watak sisi ular" ketimbang watak " sisi merpati"-nya. Dari sikap itu sehingga memunculkan pemikiran bahwa politik itu kotor, akal-akal-an, tipu muslihat, licik, serta kejam dalam mencapai suatu tujuan, dan anggapan ini hingga kini masih dianut oleh sebagian bahkan mayoritas orang, dan tentunya hal ini mencederai pengertian politik itu sendiri yang padahal menurut filosof Aristoteles bahwa politik itu sendiri justru bertujuan mulia. Di sinilah pentingnya etika politik sebagai alternative solusi piihan untuk mewujudkan prilaku politik yang santun demi terwujudnya kondisi Negara yang tentram, aman dan maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun