Murid harus dibantu merekam apa yang dipelajari. Untuk itu, guru diharapkan kreatif dan sungguh dekat serta bersahabat dengan para murid.
Sementara itu, guru memiliki tanggung jawab dalam pendidikan tubuh murid. Sejalan dengan tugas guru sebagai pelatih, pendidikan tubuh dimaksudkan agar guru mampu memaksimalkan dan mengoptimalkan kreativitas murid yang tampak lewat kemampuan fisiknya. Guru juga harus bertanggung jawab melindungi anak didik agar tidak dianiaya atau disiksa dengan tidak bertanggung jawab.
Suluh yang bernyala
Ketiga, guru harus memiliki spiritualitas pembawa terang di dalam kegelapan. Guru hadir sebagai suluh yang bernyala untuk memberantas kebodohan, kesesatan, dan keterbelakangan bangsa yang diabdinya.
"Engkau s'bagai pelita dalam kegelapan ...." Itu adalah petikan syair yang begitu memesona sekaligus mengandung makna mendalam dari Hymne Guru ciptaan Sartono (1936-201) yang selalu dinyanyikan setiap 25 November.
Tak bisa dibayangkan, jika tidak ada guru di Indonesia ini. Betapa gelap dunia jadinya, karena diliputi kebodohan dan kenaifan. Maka, syukurlah ada sosok guru yang menghalau kegelapan tersebut.
Hanya saja, terang yang dipancarkan oleh guru terkadang hampir padam. Mengapa? Karena, guru sendiri tidak mampu menjaga cahaya dalam dirinya.Â
Tercatat berbagai kasus kekerasan (fisik dan seksual), korupsi, kolusi, nepotisme, dan kecurangan yang justru mencuat dari kalangan para guru.
Guru juga kurang mengoptimalkan tugasnya dalam dunia pendidikan baik di sekolah maupun tempat lain. Bukan rahasia lagi, bahwa ada guru yang datang ke sekolah hanya untuk mengisi presensi di buku atau finger print. Alih-alih mengajar, ia mencari kesibukan lain di perpustakaan atau kantin.
Selain itu, masih terjadi kasus bahwa guru malas datang ke sekolah. Guru malas mengajar dan justru mempersalahkan siswanya yang kurang mengerti pelajaran yang diajarkan. Padahal, guru tidak kreatif dalam mengajar, tetapi konservatif dengan metode atau pengalaman yang telah dialaminya ketika ia dididik tiga atau empat puluh tahun yang silam.
Masih ada waktu untuk memperbaikinya. Masih cukup asa untuk memotivasi kembali para guru agar terang pengetahuan, kebajikan, dan kebijaksanaan yang diberikan lewat pendidikan tetap bernyala sekaligus memberikan kehangatan kepada banyak orang.Â