Pada 1 September 2021 yang lalu, Sri Paus mengadakan pertemuan oikumene bersama kedua sahabatnya tersebut yang turut mengawali Masa Penciptaan (Season of Creation) 2021.
Mereka mengajak semua umat manusia untuk peka pada fenomena global yang meresahkan ini. Manusia harus sesegera mungkin melakukan pertobatan ekologis dan bersama-sama menanamkan komitmen peduli dan melindungi bumi, sebelum terlambat.
Berakar pada emisi karbon
Bukan hal baru lagi, bahwa naiknya suhu di bumi (pemanasan global) terjadi karena semakin banyak gas rumah kaca di lapisan atmosfer bumi. Gas tersebut membuat panas dari matahari terperangkap di dan dipantulkan kembali ke muka bumi.Â
Lewat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, gas karbon negatif dilepaskan ke udara dan terperangkap di atmosfer bumi.
Gas karbon dioksida (CO2) memiliki jumlah paling banyak di atmosfer. Akan tetapi, CO2 yang paling rendah menyebabkan kenaikan suhu di bumi.
Masih ada lima gas rumah kaca yang memiliki koefisien pemanasan global yang tinggi, yakni metana (CH4), nitrat oksida (N2O), perfluorokarbon (PFCs), hidrofluorokarbon (HFCs), dan sulfur heksafluorokarbon (SF6).
Di atmosfer, gas rumah kaca ini menebal. Hal ini menyebabkan kemampuan bumi menyerap panas dan emisi serta melepaskannya ke luar angkasa makin berkurang.
Kemampuan bumi tersebut makin mandul karena terjadinya penebangan dan pembakan hutan; pencemaran laut; limbah industri pertanian berskala besar terlebih emisi gas nitrous oxide, tambang, rumah tangga, dan peternakan. Maka, tak heran suhu di bumi kian menaik.
Dunia diminta untuk bersama-sama menekan angka kenaikan suhu di bumi lewat pengurangan emisi karbon dan menggiatkan aksi ekologis yang membantu bumi untuk semakin paten menyerap panas dan emisi karbon.
Gebrakan Net-Zero Emissions
Pada 2015 yang lalu, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris disorot perubahan suhu dan iklim di muka bumi pascarevolusi industri 1880-an. Dalam konferensi tersebut dimunculkan kata net-zero emisssions.