Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar dari Ramadan Tahun Lalu, Tetap Menunaikan Ibadah Puasa di Tengah Pandemi dengan Doa dan Niat Tulus!

14 April 2021   09:10 Diperbarui: 14 April 2021   09:29 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah setahun lebih pandemi Covid 19 tinggal di Indonesia, terhitung sejak Maret 2020 yang lalu. Tahun lalu, lebih 'mencekam', pasalnya orang masih takut terhadap keganasan Covid yang mudah saja merenggut nyawa manusia yang dijangkitnya. Maka, segala sesuatu dilakukan dengan hati-hati dan cermat, agar tubuh steril dari virus ganas itu.

Pandemi juga memaksa segala kegiatan masyarakat Indonesia untuk jeda dan bahkan berhenti. Banyak usaha yang tutup. Banyak pekerja yang di PHK. Sumber perekonomian macet dan mandek. Banyak yang stres dan putus asa, bingung mau makan apa dan mencarinya dari mana. Semua dilakukan serba di rumah (#stayathome).

Tidak hanya itu, pandemi juga cukup kuat memberikan ujian pada aktivitas keagamaan. Ibadat (h) secara kolektif di rumah ibadah masing-masing harus dihentikan sementara waktu. Cukup ibadat (h) di rumah saja. Kalau ada pemimpin ibadah yang menyajikan ibadat (h) online, yah itu saja diikuti. Tak perlu keluar rumah dan berkumpul dengan orang lain.

Waktu itu, masa puasa umat Katolik (26 Februari - 11 April 2020) kena dampak pandemi. Padahal, tinggal beberapa hari lagi perayaan Paskah digelar. Tapi, mau buat apa, ketaatan terhadap protokol kesehatan jauh lebih utama demi kebersamaann. Itu jauh lebih bijak daripada memaksakan diri untuk merayakan Paskah secara meriah dan komunal, sementara Covid mengintai di sana-sini.

Masa puasa umat Islam tahun lalu (24 April - 23 Mei 2020) pun kena dampak pandemi. Peribadatan dilangsungkan secara sederhana, just at home. Tidak ada peribadatan di masjid secara kolektif. Puasa dan buka bersama (bukber) dilakukan di keluarga dengan lebih dekat. Perayaan lebaran pun dilakukan dengan konteks pandemi, displin prokes. Tidak ada mobilitas ke tempat wisata dan mudik ke kampung halaman.

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 telah memberikan pengaruh yang cukup kuat. Di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, bahkan keagamaan, efek itu terasa. Di bidang kesehatan sudah jelas, orang semakin diminta untuk hati-hati dan peduli kesehatan. Untuk itu, perlu konsumsi vitamin dan antibodi. Di bidang ekonomi, apalagi, keuangan serasa tak mengalir.

Di bidang sosial, juga. Orang sudah sangat parno untuk dekat dengan orang lain, terutama jika orang itu tidak pakai masker, batuk-batuk, atau deman. Orang ini cenderung akan dijauhi, walau belum tentu ia positif Covid. 

Di bidang keagamaan, rasanya boleh dikatakan bahwa iman serasa dicobai. Jutaan doa diuntai kepada Allah yang Mahakuasa, berharap pandemi Covid-19 cepat berlalu. Jutaan lagu-lagu sembah bakti didendangan berharap Allah mengabulkan permintaan umat manusia. Nyatanya, pandemi belum berlalu. Bahkan, muncul ungkapan-ungkapan pesimis terhadap kemahakuasaan Allah. Semua seperti sia-sia.

***

Di tengah kemelut dunia ini, cobaan yang datang dalam bentuk pandemi, ada yang dapat dipelajari dari ramadhan tahun lalu. Pertama, sesulit apa pun situasi tahun lalu, umat Islam tetap setia dan semangat menunaikan ibadah puasanya. Walau tak dapat kesana-kemari, apalagi saat lebaran, umat Islam Indonesia tetap menikmati masa-masa penuh rahmat itu dengan suka cita. Meski, itu semua dalam situasi sederhana.

Kedua, ibadah tetap berlangsung. Meski tidak secara kolektif, toh ibadah masih dapat dilakukan di rumah bersama anak atau isteri atau suami. Nilai ibadah tidak berkurang.

Ketiga, niat semakin dimurnikan dan diuji. Tak sedikit umat Islam bertahan hingga hari kemenangan. Niat tulus memang terkadang harus mendapat ujian, bahkan ujian yang berat sekalipun. Dengan adanya pandemi Covid, niat itu semakin terasah. Bahwa, pandemi tidak mematahkan ketulusan hati untuk berbenah. Malahan, pandemi memberikan sudut pandang lain untuk membina keteguhan imam pada Allah SWT.

Keempat, rasa solidaritas berkembang. Pandemi mengajarkan umat Islam untuk membuka hati dan membina niat untuk peduli pada sesama yang merasakan efek pandemi. Dengan beramal, doa dan niat suci dalam melakukan puasa semakin sempurna. 

***

Apakah ini berlaku juga dengan Ramadhan 2021? Tentu. Dalam berpuasa di tengah pandemi Covid-19 yang belum pulih ini (walau sudah lebih legowo sedikit), setiap umat Islam tentunya harus tetap membina doa dan niat yang tulus. Tetaplah tunaikan ibadahmu, murnikan niatmu, dan bersoliderlah dengan mereka yang membutuhkan. Maka, puasamu akan semakin sempurna.

Ujian akan tetap selalu ada. Akan tetapi, jangan berhenti pada kesulitan itu dan mencoba mencari alasan untuk ini atau untuk itu. Tetaplah setia dan bertahan hingga hari kemenangan. Suka cita di depan menanti bagi orang yang optimis. Tetap patuhi protokol kesehatan dan aturan dari pemerintah. 

Jangan gagal, Saudara-saudariku kaum Muslim. Selamat Menunaikan Ibadah Puasamu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun