Terima kasih
untuk para pejuang yang ingin masuk dan menjadi bagian dari satu universitas negeri favoritmu. Walaupun masih gagal, kalian sudah berusaha seoptimal dan semaksimal mungkin. Namun, oleh karena persaingan yang begitu ketat dan penyaringan yang selektif, kalian harus menerima kekalahan temporal saat ini. Mungkin, di lain waktu ada kesempatan yang cocok buat kalian untuk mencoba lagi. Atau, mungkin, di tempat lain kalian akan jauh lebih berkembang dan sukses.
Bukan berarti karena lemah, kalian kalah. Percayalah, Sang Pencipta sedang menyusun percaturan yang tepat bagi kalian asal, kalian tetap semangat mencoba lagi dan tetap mencermati peluang dalam 'pasar' persaingan di luar sana.
Proficiat
untuk para kontestan yang telah berhasil menembus jaring seleksi masuk PTN favoritmu. Jangan lupa bersyukur pada Tuhan yang kamu imani. Jangan lupa tetap rendah hati. Jangan lupa untuk tetap belajar dan mempertajam ilmu, keutamaan, dan memperdalam semangatmu di bangku perkuliahan yang sudah menjadi hakmu.
***
Ada satu ungkapan menarik dari Paulus (seorang rasul dan orang kudus dalam Gereja Katolik) yang sungguh relevan dengan topik ini dan itu tertuang dalam suratnya kepada orang di Korintus. Demikian bunyinya:
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24).
Hidup dapat dinilai sebagai gelanggang pertandingan. Dalam gelanggang tersebut, terdapat begitu banyak pertandingan. Dalam pertandingan akan ada persaingan untuk menentukan siapa yang lebih dan paling kuat, hebat, super power, berpengaruh, laik menang, cerdas, dan sebagainya. Karena, memang begitulah kodrat pertandingan; mencari kemenangan dan menghindari kekalahan atau menjadi pemenang dan bukan pecundang.
Tentu, semua orang ingin menjadi the winner dan the best of the best. Namun, tidak semua orang akan dapat meraih prestasi itu. Paulus katakan bahwa hanya satu orang saja. Artinya, hanya ia, yang telah lulus syarat, teruji dalam proses, dan punya nilai tinggi yang pantas jadi juara. Kalau semua peserta menjadi pemenang, itu bukan lagi pertandingan, tetapi prinsip sama rata sama rasa (a.k.a korsa).
Dalam seleksi masuk perguruan tinggi juga pasti ada pertandingan dan persaingan. Perguruan tinggi sudah punya kuota bagi mahasiswa yang mereka butuhkan. Untuk mengisi jatah tersebut, tentu pihak perguruan tinggi punya standar atau kriteria bagi calon mahasiswanya, dong. Apalagi hal ini menjadi lebih ketat dilakukan oleh perguruan tinggi bonafit. Hanya pemenang yang punya kriteria (lewat seleksi ujian) tersebut dapat lulus seleksi.
Ada yang sakit hati, frustrasi, dan overthingking karena kalah? Ya, pasti! Malah mempersalahkan ujian atau pihak penyelenggara seleksi atau instansi perguruan tinggi. Padahal, belum tentu mereka salah. Bisa jadi peserta yang kalah itu belum mempersiapkan diri seoptimal dan semaksimal mungkin, belum mengisi persediaan pundi-pundi dan tabung panahnya dengan cukup.
Ada yang bahagia, girang, dan berbunga-bunga hatinya karena lulus dan menang? Ya, itu sih so pasti! Itunya yang dikejar-kejar; menjadi jawara dan pemenang. Adalah sebuah kebanggaan lulus testing dan diterima di perguruan tinggi.
***
"Kekalahan itu bukan akhir dari segalanya, melainkan pintu masuk menuju kemenangan"
Bagi teman-teman yang masih belum berhasil, kalimat di atas dapat dijadikan motivasi atau penyemangat dalam perjuangan. Kalau ditelaah secara lebih tajam dan logis, ada benarnya juga ungkapan tersebut.
Kalah bukan berarti berakhir. Masih ada peluang lain yang barangkali belum diperhatikan. Bisa jadi itu jauh lebih meyakinkan, daripada tetap bercokol pada satu keinginan yang sulit untuk didapatkan. Dengan pernah kalah, seseorang pasti telah merasakan berharganya nilai peluang dan kerja keras. Di dalam kekalahan, ada pula nilai yang bisa dibuat menjadi pegangan ke depan sebagai siasat menaklukkan pertandingan yang lain.
Barangkali, dengan latihan dan tekun mengasah hal yang masih kurang dikuasai, teman-teman akan lebih terampil dan hati-hati lagi menyelesaikan ujiannya. Pokoknya, jangan pernah letih latihan. Teruslah mengulangi pelatihan itu agar semakin mantap, seperti dikatakan pepatah Latin: Repetitio est mater studiorum (Pengulangan adalah ibu/inti dari sebuah pelajaran). Maka, berlatihlah dengan lebih serius dan keras!
***
"Maliklik"
Di dalam bahasa Batak Toba ada satu kata menarik untuk memacu latihan yaitu maliklik. Kata ini kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi terkelupas. Di dalam kalangan orang Toba, kata maliklik bisa digunakan secara denotasi untuk kulit yang terkelupas, contoh "Awas/Jaga, so tung maliklik kulitmi! (Hati-hati, jangan sampai terkelupas kulitmu!). Atau secara konotasi dipakai untuk menggambarkan perjuangan yang tidak tanggung-tanggung, tetapi serius, bahkan sampai sehabis-habisnya, a.k.a sampai titik darah penghabisan (sudah maksimal, optimal lagi!), contoh "Ikkon sampe maliklik! (Harus sampai sehabis-habisnya!)"
Memang betul, perjuangan yang sungguh optimal dan maksimallah yang akan menuntun seseorang sampai pada kemenangan atau keberhasilan. Jika tidak ada pengorbanan dan usaha untuk berhasil, omong kosong seseorang bisa sukses dan meraih cita-citanya.Â
Kalau teman-teman masih gagal dalam satu bidang, pelajarilah lagi kiat-kiat mencapai kesuksesan di bidang itu. Kreatiflah menyusun strategi sendiri (atau jembatan keledai) agar lebih mengena ke pola pikir pribadi. Banyaklah belajar dari orang yang sudah berpengalaman. Rendah hatilah untuk mencari inspirasi dari para pemenang yang sudah lulus. Pendek kata, sampai maliklik lah dalam berusaha!
Lantas, apakah teman-teman yang sudah berhasil bisa berleha-leha? Eittsss... jangan! Itu namanya sombong. Tetaplah bertekun dan berusaha sampai maliklik! Keberhasilan atau kemenangan yang telah kalian raih tidak ada artinya kalau tidak dikembangkan lebih jauh dan besar lagi. Keberhasilan dalam ujian hanyalah satu tahap dari sekian tahap panjang yang harus dilalui. Ibarat mau masuk ruangan, kalian baru membuka pintu saja, belum melangkah masuk.
Kalian harus melewati pintu pekerjaan. Di sana akan lebih banyak persaingan. Kalau di pasar kerja tidak bisa mendapat posisi yang baik, tentu kalian akan minder. Tentu orang lain akan mengeluh, "Ahhh. Percumanya bla bla bla bla. Tohnya gitu kerjanya! atau Tohnya belum dapat kerja dia! atau Tohnya gitu-gitu ajah hidupnya!" Maka, tetaplah berjuang dan berusaha dengan tekun dan keras. Buktikan kepada khalayak ramai, bahwa kemenangan itu adalah milikmu. Buktikan itu lewat prestasi dan kreativitasmu. Bagikanjuga itu kepada orang lain agar makin banyak orang yang termotivasi.Â
***
Teman-teman yang baik, sekalipun kalian saat ini tengah berusaha dan bekerja dengan keras untuk menjadi yang terbaik sampai maliklik, jangan lupa akan kesehatan dan kesegaran psyche kalian. Berusaha boleh, tapi jangan fanatik dengan itu. Ingat istirahat, ingat relaksasi, dan ingat untuk menikmati kebersamaan dengan orang lain (keluarga, teman, atau pasangan hidup) agar kalian tidak frustrasi, kering, dan overthinking.
Ungkapan maliklik tidak mau mengarahkan kalian ke situ. Ungkapan ini mau mengajak kalian untuk bersungguh-sungguh dalam usaha dan latihan. Itu saja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H