Museum yang terletak di dekat Pasar Buah Berastagi ini boleh dikatakan sebagai museum milik bersama karena di dalamnya terdapat ratusan benda pusaka yang dipinjamkan oleh masyarakat Karo kepada pihak penjaga museum.
Berkat usaha yang gigih namun bersaudara, Pastor Leo juga memindahkan satu rumah adat Karo dari desa Dokan ke lokasi halaman gereja paroki Berastagi. Semangat ini lahir dari keprihatinan hati Pastor Leo akan rumah adat Karo yang semakin ditinggalkan. Proses restorasi berjalan dengan baik dan dibumbui dengan sedikit perbaikan karena bangunan yang setengah rusak.
Karya dan Penghargaan
Karya yang dibuat oleh Pastor Leo terbagi dalam dua kategori; buku dan monumental. Karya yang tertuang dalam buku ada 23, diantarnya Samosir, The Old Batak Society(2002); Samosir,Selayang Pandang(1993); Samosir, Silsilah Batak(1996); Kamus Batak-Toba Indonesia(2001); Kamus Indonesia-Batak Toba(2003); Kamus Indonesia-Karo(2006); Tanah Karo Selayang Pandang(2014); Ensiklopedi Karo, dan sebagainya. Sementara, karya monumental sang gembala yang sudah mantap berbudaya Batak Toba dan Karo sudah termuat dalam uraian di atas.
Teladan Hidup
Pastor Leo Joosten sungguh dicintai oleh banyak orang. Kedekatannya dengan setiap orang yang dijumpai sungguh hangat dan tulus. Terlebih buat umat yang dilayaninya, Leo sungguh seorang pastor yang tak mau mengeluh atas kesulitan dan atas rasa sakit yang dialaminya. Semua dapat dijalaninya dengan penuh keyakinan dan iman dalam melalui hari demi hari hidupnya.
Sungguh, rasa cintanya yang mendalam bukan hanya untuk umatnya, tetapi juga untuk Indonesia. Pastor Leo telah memilih dan memutuskan menjadi WNI pada 06 Juli 1994. Ia tidak pilih kembali ke Nederland. Ia habiskan hidupnya di Indonesia, di tanah misinya selama 50 tahun.
Ia juga dikenal sebagai seorang pastor yang displin dalam time tablenya. Setiap jadwal dilakukannya dengan baik dan teratur. Kapan saja tenaganya diminta untuk pelayanan, Pastor Leo selalu siap dan melaksanakan tugas itu penuh totalitas. Bahkan, bagi Uskup Agung KAM, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, rekan sekomunitas pada 1999-2002, pemberian diri Pastor Leo sungguh memberikan pengaruh positif. Pastor Leo tidak hanya pandai berkata-kata tentang teladan hidup, namun hidupnya sendiri telah menjadi kesaksian yang hidup.
Meski seorang "asing", Pastor Leo sungguh cinta akan budaya lokal. Bukan hanya cinta, tapi ia berusaha memelihara, menjaga, dan mempublikasikannya ke khalayak ramai agar budaya lokal tidak tergerus zaman dan dilupakan oleh generasi berikutnya. Terlebih lagi bagi penduduk asli, hendaknya semangat ini menjadi inspirasi dalam memelihara kearifan lokal di wilayahnya.