Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mencoba Mengerti Prinsip "Partigatiga" dalam Promosi Barang Jualan

22 Februari 2021   12:28 Diperbarui: 22 Februari 2021   12:43 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa tidak, setiap kali berbelanja di pasar tradisional telinga kita akan selalu mendengar ungkapan, "Beli ini Pak/Bu. Ini nomor 1 nya. Ini yang paling bagus!" atau "Kalau Bapak/Ibu pergi ke tempat lain, saya berani sumpah, kualitas barang mereka tidak sebagus ini!" atau lagi "Hanya di sini barang orisinil ini ada, Pak/Bu! Di tempat lain, memang ada yang seperti ini, tapi itu KW!"

Hal yang serupa kerap saya alami ketika berbelanja di Pasar Horas (Pematangsiantar). Di sana banyak partigatiga (Batak Toba). Partigatiga artinya pedagang. Ada yang menjajakan barang dagangannya di dalam ruangan (2 tingkat) dan ada pula yang mempromosikan barangnya di pinggir jalan. 

"Abit on Amang! Nah, buat hamu, bagak do on! On ma abit na umdenggan! On ma na paling jago na!" Walau kurang terlalu tepat, tapi terjemahannya seperti ini: "Kain ini Pak! Nah, silahkan diambil, bagus kain ini! Kain inilah yang paling bagus! Kain inilah yang paling mantap!" 

Bagi saya, hal seperti tidak menjadi pengalaman baru dan pertama. Para pedagang akan mencoba meyakinkan para pembeli dengan kalimat yang menghipnotis, dengan berkata bahwa barang dagangannya lebih berkualitet daripada yang lain. Padahal, belum tentu. Ada saja pedagang "nakal" yang menawarkan barang yang tidak bagus dahulu agar cepat laris dan kemudian, barang yang berkualitet disimpan sebagai cadangan berikut.

Yah, mau bagaimana lagi, itulah usaha untuk mencari nafkah dan rezeki sehari-hari. Yang kasihan adalah para pembeli yang belum punya pengalaman dan ketegasan diri dalam tawar-menawar. Ia atau mereka akan terjerat dalam hipnotis pedagang dan membeli barang dagangannya sesuai dengan tawaran dari si penjual atau pedagang.

Adanya Dinamika 
Di pasar modern, apalagi pasar digital, beda lagi. Hal yang ditemui di pasar tradisional tidak laku. Di pasar modern seperti supermarket yang semua barang dagangan sudah tersaji, tanpa ada pengawasan dari penjual, tidak ada lagi promosi atau seruan dari pihak manapun untuk pilih barang itu. Semua telah disusun dengan apik. Label harga sudah tertera di badan barang. Kalau mau beli, silahkan ambil. Kalau tidak, lewati dan cari barang lain. Pokoknya, tinggal pilih mana yang sesuai kebutuhan atau keperluan atau promosi iklan atau rekomendasi orang lain.

Di pasar digital lebih seru lagi. Kita tidak usah repot-repot pergi cari barang yang mau dibeli ke pasar tradisional, modern, atau tempat mana pun. Tinggal buka smartphone, pilih aplikasi belanja online, ketik nama barang yang diinginkan, lihat harganya, lihat penjualnya, lihat jarak tempuh, lalu buat kesepakatan dan sappppp barang yang dipesan akan tiba, tergantung jarak antar. Mudah sekali, bukan? Sungguh instan dan super hebat.

Nah, begitulah dinamika perbelanjaan dari zaman ke zaman, mulai zaman bahorok hingga zaman generasi Z ini. Lompatan dan loncatan luar biasa terjadi. Kemajuan dunia digital sungguh berdampak dalam dunia perdagangan dan penjualan barang. Akan tetapi, baik pasar tradisional, modern, atau digital punya keunggulan dan kelemahan tersendiri.

Namun, ada satu hal yang menurut hemat saya tidak berubah, yakni:

"Para partigatiga (pedangan/penjual) selalu mencoba menyuguhkan dan menawarkan ragam barang dengan semenarik dan semeyakinkan (dua kata tidak baku) mungkin agar laku dan diminati"

Pihak Pedagang atau Penjual: Promosi yang menggiurkan
Dalam bahasa Inggris disebut to promote yang artinya meningkatkan atau mengembangkan. Dalam dunia pedagang atau penjual, promosi itu dilakukan agar konsumen atau penjual membeli barang-barang yang ditawarkan. Mereka diinformasikan bahwa di pedagang atau penjual ini ada barang ini dan itu. Maka, konsumen atau pembeli tidak perlu pikir panjang dan repot cari sana sini. Tinggal hubungi si pedagan atau penjual lewat nomor telepon atau media sosial yang terkait.

Pedagang atau penjual punya target agar konsumen atau pembeli "tergiur" membeli barang dagangannya. Hingga pada akhirnya, konsumen menjadi langgangan yang menetap dari produk yang ditawarkan. Untuk itu, para pedagang akan berpikir habis-habisan, cara apa yang dapat dan harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan promosi periklanan "Advertising". 

Iklan yang dibuat tidak boleh minimalis dan sederhana, harus woww, baik dari sisi warna, ilustrasi, tampilan, dan bentuk barang. Di zaman digital ini, hal ini tak mustahil dilakukan. Selain karena sudah banyak program atau platform yang bisa digunakan, para ahli edit dan promosi juga sudah banyak tercipta dan menyebar di mana-mana. Pihak pedagang  atau penjual tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. 

Alhasil muncullah promosi yang
menyajikan produk dan harga yang menarik; menampilkan tempat yang dapat diakses para konsumen atau pembeli terjangkau dengan perluasan agen; memikat orang-orang agar semakin yakin dengan pedangan dan barangnya serta bersedia menjadi pelanggan setia; meyakinkan bahwa proses transaksi lancar; dan melukiskan tempat pedagang atau penjual barang yang akuntabel.

Target umum adalah barang dagangan laku, pihak pedagang atau penjual diminati banyak orang, dan fulus berlimpah. 


Pihak Konsumen atau Pembeli: Dibutuhkan Pengalaman dan Kecermatan
Promosi yang disampaikan oleh para pedagang dan penjual menjadi satu sarana komunikasi antara pedagang dengan konsumen. Lewat promosi, konsumen tahu deskripsi barang yang dicari, pihak yang dapat dihubungi, harga barang, dan rating terhadap pihak pedagang dan barangnya. 

Sekali lagi, promosi itu akan berusaha menampilkan tawaran barang yang menggiurkan. Bisa jadi, oleh karena satu dan lain hal, kita terpikat dan tertarik untuk beli barang tersebut. Malahan, kita rela merogoh kantong dan membeli barang itu meski harganya cukup tinggi. Padahal, belum tentu barang itu seasli promosinya. Ujung-ujungnya, ketika barang sudah tiba, kita kecewa, drop, dan menyesal.

Misalnya makanan. Pastilah tampilan iklan atau promosi itu akan menarik dan tampak tanpa cacat cela. Kita tergiur dan akhirnya beli itu barang, apalagi sedang lapar-laparnya. Eh... pas udah beli kita kecewa; baik karena tampilan yang amburadul, rasa yang ngak jelas, porsi yang sedikit dan tak sebanding harganya, lebih baik masak sendiri daripada beli ini, dan lain-lain.

Untuk itu, kita perlu berhati-hati dan cermat. Kalau sudah pernah jadi korban, buatlah itu menjadi pengalaman untuk lebih teliti dan cermat. Atau boleh minta rekomendasi dari teman-teman terkait promosi yang mau dibeli. Mana tahu teman yang lain juga sudah pernah mengalami hal yang serupa. Bisa saja ini menjadi bahan pertimbangan sebelum pesan dan beli makanan atau barang belanjaan online.

Itulah prinsip partigatiga. Soal kepuasan konsumen menjadi hal berikut, atau malah tidak menjadi masalah bagi mereka. 

dokpri
dokpri
Pahami Prinsip Partigatiga dan Tidak Ikuti Keinginan Diri terhadap Apa yang Diperlukan
Mau tak mau, kita sudah semakin diarahkan kepada belanja secara online, meski secara tradisional tidak dilarang. Apalagi, mengingat manusia sekarang sudah lebih senang tidak repot dan capek mencari ke tempat secara langsung. Tinggal klik, transaksi berhasil dan tunggu pesanan datang. Terutama, di masa pandemi ini, belanja online menjadi alternatif hindari kerumunan dan kontak fisik dengan orang banyak. Belanja secara online sangat membantu dan menawarkan fitur-fitur menarik.

Menggerutu, kesal, kecewa, dan marah terhadap penjual atas makanan dan barang yang tidak sesuai harapan sah dan wajar. Hanya, kita pun perlu menimbang bahwa itulah prinsip kerja mereka. Barangkali, ketika berada di posisi mereka, kita akan lakukan hal yang sama. Bahkan, sadar tidak sadar, kita pun akan lakukan promosi terhadap orang lain, baik itu berupa promosi barang atau harta milik atau keluarga atau keahlian atau prestasi atau apa pun itu. Akan selalu ada prinsipi melebih-lebihkan yang baik (hiperbola) dan mengurang-ngurangi yang jeleknya. Itulah prinsip partigatiga.

Maka, salah satu prinsip bijak yang lain dari kita (konsumen) adalah me-rem keingingan untuk beli apa yang diperlukan. Pilihlah selalu barang yang dibutuhkan dan kalau bisa selalu dalam porsi yang tepat dan cermat. Sekali lagi, cermat dan bijak serta penuh pertimbanganlah sebelum memutuskan untuk membeli barang (dan atau makanan) secara online. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun