Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hal-hal yang Bisa Kita Pelajari dan Aplikasikan dari Dokumen Abu Dhabi

4 Februari 2021   16:26 Diperbarui: 4 Februari 2021   18:10 2213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iman menuntun orang beriman untuk memandang dalam diri sesamanya seorang saudara lelaki atau perempuan untuk didukung dan dikasihi. Melalui iman pada Allah, yang telah menciptakan alam semesta, ciptaan, dan seluruh umat manusia (setara karena rahmat-Nya), umat beriman dipanggil untuk menyatakan persaudaraan manusia ini dengan melindungi ciptaan dan seluruh alam semesta serta mendukung semua orang, terutama mereka yang paling miskin dan yang paling membutuhkan. (Pendahuluan Dokumen Abu Dhabi)"

Kita patut mengapresiasi usaha yang telah dilakukan oleh Paus Fransiskus kala berkunjung ke Uni Emirat Arab pada 3-5 Februari 2019 yang lalu. Diinpirasi oleh pertemuan Fransiskus dari Assisi dengan Sultan Malik Al-Kamil  untuk mencari solusi perdamaian, Paus Fransiskus mencoba meneruskan usaha mulia itu untuk bertemu dengan Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed el-Tayeb. Di satu sisi, pertemuan ini sempat menggemparkan dunia sebab dua pemimpin agama besar dunia itu bertemu dan saling merangkul satu sama lain. Di sisi lain, dunia kagum dan salut atas pertemuan keduanya yang membahas toleransi, dialog, dan kerja sama di antara umat Katolik dan Islam. 

Keduanya makin mantap menjalin keharmonisan di antara umat beragama dengan menandatangani "The Document on Human Fraternity of World Peace and Living Together" atau dalam bahasa Indonesia: "Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Beragama" pada 4 Februari 2019. Dan hari ini, menjadi anniversary kedua dokumen tersebut. Dokumen ini pun dianggap sebagai modul berharga untuk membangun perdamaian dan menciptakan hidup harmonis di antara umat beragama.

Poin Penting yang Menjadi Roh Dokumen Abu Dhabi

Sebenarnya, apa yang dipaparkan dalam Dokumen Abu Dhabi bukanlah hal baru dan sungguh bersangkut paut dengan kehidupan manusia. Hanya, dokumen ini hendak mengundang dan mengimbau setiap orang, tanpa kenal agama untuk mencermati dengan lebih serius perbedaan yang dijadikan sebagai tembok pemisah yang menyebabkan perang, permusuhan, dan kebencian.

Dalam dokumen ini, poin yang urgen untuk diperhatikan adalah:

1. Setiap manusia itu setara dalam hak, kewajiban, dan martabat. Kita dipanggil untuk hidup dengan kebaikan, cinta, dan kedamaian sebagai saudara dan saudari.

2. Al-Azhar al-Sharif dan umat Muslim Timur dan Barat menerima budaya dialog, kerja sama, saling pengertian bersama-sama dengan Gereja Katolik.

3. Ada usaha bersama memproklamirkan budaya toleransi dan hidup damai ke seluruh dunia.

4. Menolak ekstremisme, agnostik, fundamentalisme agama, dan penghancuran diri individual dan kolektif.

5. Menekankan upaya pendidikan yang sehat dan kepatuhan pada nilai-nilai moral dan ajaran agama yang benar.

6. Nilai kebebasan untuk berkeyakinan, berpikir, dan berekspresi serta bertindak harus dipahami sebagai bagian HAM. Demikian pula keadilan diupayakan sesuai dengan martabat setiap manusia.

7. Anak-anak dan orang miskin juga punya HAM yang harus dilindungi dan dijaga. Tidak boleh diabaikan.

Harapan Paus Fransiskus pada Peringatan Dokumen Abu Dhabi 2021

Sebuah situs resmi Vatikan menyuguhkan berita bahwa Paus, selama audiensi umum Rabu (3/02) mengundang semua bangsa di dunia ini untuk turut serta dalam perayaan peringatan ini. Juga, Paus mengharapkan agar semua turut mempromosikan dan dialog interreligius dan interkultural. Dialog menjadi jalan yang mematangkan kesadaran dan pemahaman umum yang dibagikan oleh seluruh umat manusia.

Apa Saja yang Dapat Kita Lakukan sebagai Tindak Lanjut dari Dokumen Abu Dhabi?

Dokumen Abu Dhabi sungguh inspiratif; berlaku bagi siapa saja, bukan hanya Katolik dan Islam, tetapi untuk umat manusia secara universal. Apa yang berlaku secara universal itu? Manusia tercipta saling terhubung dengan siapa dan apa saja; tidak ada yang diciptakan secara eksklusif untuk diri sendiri atau kelompoknya dan acuh dengan yang lain; manusia memiliki humility secara transendental yang harus diwujudnyatakan; dan manusia perlu menjalin relasi harmonis dengan ciptaan Tuhan selain manusia. Untuk itu perlu:

Pertama, menumbuhkembangkan paham dan spirit satu umat dan keluarga manusia yang memiliki martabat yang sama di hadapan Sang Pencipta. Tampaknya, sisi humanitas bisa menjadi jalan pertama untuk bisa menerima satu sama lain. Kalau jalinan relasi pertama sekali dilihat dalam hubungan satu agama, suku, jenis kelamin, dan kepentingan, rasanya kesatuan akan terpatahkan.  

Kedua, terimalah kenyataan bahwa "manusia" bukan hanya diri sendiri, orang tua, kerabat, dan yang punya kesamaan dengan kita. Orang lain yang beragam statusnya pun adalah manusia juga; baik kaya, miskin, terpandang, dan terabaikan adalah manusia. Martabat kita sama.

Ketiga, setiap manusia pasti punya hak dan kewajiban. Tugas kita adalah menghargai itu. Kalau bisa, kita diundang untuk memfasilitasi orang lain agar dapat menikmati haknya. Mengajari orang lain untuk menunaikan kewajiban juga termasuk dalam usaha pembinaan. Hak dan kewajiban setiap orang itu beranekaragam, efek logis dari sifat yang berbeda-beda dan keunikan manusia. Jangan hanya menuntut orang lain untuk kewajiban, tetapi bercerminlah sudah sejauh dan sebanyak mana kita tunaikan kewajiban kita.

Keempat, agar suasana damai dan tenang bisa terjadi, tinggalkan egoisme dan merasa benar sendiri. Lalu, binalah sikap dialog dan konsultasi dengan orang yang sudah dicap ini dan itu oleh orang lain. Ini sangat perlu, agar konsep jelek yang sudah ditanamkan orang lain di pikiran kita kena tebas dan diganti dengan pemikiran positif tentang perbedaan.

Kelima, bukalah hati dan pikiran untuk mau berkisah, bercerita, berbagi pengalaman, tanpa apriori dan sikap ingin cari kesalahan orang lain. Cerita dan berbagi pengalaman yang tulus akan saling memperkaya satu sama lain, sehingga ada ruang bagi orang lain menyampaikan identitas dirinya dan semua atribut yang dimilikinya.

Keenam, berani menentang ajaran-ajaran keliru yang sudah merasuki keyakinan bersama, seperti mengkafirkan orang lain, larangan mengucapkan selamat pada hari raya orang lain, membunuh adalah halal, dan sebagainya. Yang paling parah adalah mengatasnamakan Tuhan demi satu perbuatan yang tidak manusiawi.

Ketujuh, rajin-rajinlah mengikuti serikat yang terbuka untuk umum, bukan hanya untuk satu agama, suku, dan kepentingan. Memang, di samping itu, kita perlu membina kesatuan dengan orang yang satu agama, suku, dan kepentingan dengan kita. Namun, akan lebih terbantu kita memahami warna pelangi perbedaan dengan ikut dalam komunitas yang multikultural.

Kedelapan, binalah keluarga dengan pendidikan moral dan iman yang benar dan baik. Salah mendidik di keluarga, si anak akan simpan konsep keliru dan menjadikannya sebagai kebenaran hakiki. Iman akan Tuhan yang benar tidak akan sesat pada kebencian, permusuhan, dan eksklusivitas.

Kesembilan, terbukalah untuk ikuti kegiatan amal dan kerja sama untuk membantu orang-orang yang sungguh membutuhkan tanpa pandang agama, suku, dan kepentingan yang sama. Di titik lemah, orang pasti butuh siapa saja yang bersedia membantu. Apalagi di masa pandemi Covid 19 ini, begitu banyak orang yang butuh bantuan dan perhatian.

Kesepuluh, mari mempromosikan dialog, toleransi, dan antiekstremisme. Kiranya, Pancasila menjadi pedoman bangsa ini untuk tolak segala bentuk radikalisme dan fundamentalisme. Kita harus mematahkan rantai kebencian, peperangan, dan brutalisme di daerah dan negara ini. Pemerintah sudah mulai menegakkan hukum dan kedisplinan terkait gerakan-gerakan antihuman.

Sebenarnya, masih banyak hal yang bisa kita lakukan. Tapi, intinya kita mesti menggali semangat pembaruan yang positif. Kita Indonesia adalah satu walau beraneka ragam: "Bhineka Tunggal Ika!" Itulah semboyan negara kita. Mari kita jaga dan aplikasikan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun