Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Eco Enzyme Namanya

5 Desember 2020   14:08 Diperbarui: 5 Desember 2020   14:14 5353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum pernah sekalipun terpikirkan oleh saya cara baru mengolah sampah rumahan yang kami produksi setiap hari, misalnya kulit buah dan sisa sayuran. Yang lazim saya buat adalah menumpuknya dalam satu wadah lalu mendiamkannya beberapa lama sampai membusuk. Kalau sudah busuk, baru saya taburkan ke lahan kebun sayuran di dekat rumah kami. Atau cara lain adalah menanam sisa buah dan sayuran yang kami konsumsi di media tanam. Toh, itu akan membusuk diuraikan oleh mikroorganisme dalam tanah.

Untunglah sekitar tiga bulan yang lalu, dalam sebuah kesempatan emas, aya ikut zoom meeting bersama beberapa orang partisipan. Judul pertemuan kami adalah Sosialisasi Eco Enzym. Dalam benak, saya mencoba menerka bahwa eco enzyme merupakan enzim yang diperoleh secara ekologis.

Perkiraanku nyaris betul. Dalam pertemuan virtual tersebut, narasumber memaparkan bahwa sesungguhnya eco enzyme merupakan cairan sejuta manfaat yang dihasilkan dari fermentasi limbah rumah berupa sisa kulit buah dan sayuran segar. Selain limbah rumah, bahan untuk proses fermentasi pembuatan eco enzyme adalah manisan dan air. Manisan yang dapat dipakai adalah molases (sisa proses kristalisasi gula tebu), gula aren, atau gula merah. Gula pasir tidak boleh digunakan karena sudah mengandung bahan kimia. Sementara air yang digunakan bisa tampungan hujan, sungai, dari mata air, dan dipompa dari tanah. Kalau boleh, alangkah lebih baik air yang tidak terkontaminasi kaporit.

Proses pembuatan eco enzyme sederhana sekali.

  • Buat perbandingan materi 1:3:10. 1 persen untuk molases (bisa liter atau kg), 3 persen untuk sampah organik, dan 10 persen untuk air. Perbandingan ini wajib hukumnya diikuti agar fermentasi berhasil. Catatan: sayuran yang sudah dimasak, buah yang sudah busuk, sisa jus, dan kulit buah yang keras tidak bisa digunakan sebagai materi eco enzyme.
  • Siapkan wadah penampungan, boleh berbahan plastik, kayu, atau kaca. Hanya untuk kaca, risiko pecah akan lebih besar sebab selama proses fermentasi akan dihasilkan gas.
  • Campurkan seluru material ke wadah penampungan dan aduk agar molases atau manisan larut dalam air. Alangkah lebih bagus, jikalau materi organik dibuat lebih halus, tapi tidak di-blender. Boleh diiris sekecil mungkin. Lalu, tutup wadah serapat mungkin, karena proses fermentasinya harus anaerob. Catatan: selama satu bulan pertama, wadah harus dibuka secara teratur setiap hari agar gas yang dihasilkan terbuang ke udara. Alternatif pembuangan gas bisa dilakukan lewat perantaraan selang atau pipa kecil ke wadah lain yang menampung air. Dengan ini, gas yang terbuang bisa dilihat lewat gelembung-gelembung di air.
  • Diamkan selama minimal 3 bulan. Catatan: selama satu bulan pertama, fermentasi menghasilkan gas; pada bulan kedua pembusukan terjadi; dan pada bulan ketiga terbentuk eco enzyme. Mulai dari minggu kedua setelah pembuatan, akan terbentuk jamur di permukaan cairan. Jamur ini disebut pitera. Pada bulan ketiga, cairan yang dihasilkan akan berwarna cokelat tua. Aromanya seperti tape atau cuka atau hasil fermentasi segar. Untuk itu, saringlah cairan eco enzyme yang telah jadi.

Menurut penemunya, Dr. Rosukon Poompanvong, eco enzym dilihat sebagai cairan sejuta manfaat. Bagi saya, bukan sejuta, tapi banyak manfaatnya, antara lain:

  • Bisa digunakan sebagai pupuk atau nutrisi organik bagi tetumbuhan.
  • Berfungsi sebagai pestisida nabati.
  • Pembersih lantai, kamar mandi, dan pakaian layaknya karbol.
  • Untuk terapi kaki, cukup campurkan eco enzyme dengan air hangat lalu rendam kaki selama 20 menit. Dengan ini, toksin dalam tubuh akan diserap.
  • Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan luka di kulit.
  • Dapat digunakan untuk kolam ikan sebagai predator kuman dan bakteri dalam air dan tubuh ikan.
  • Namun, perlu dicatata bahwa hingga kini eco enzyme tidak diperbolehkan untuk diminum.

Saya sudah mencobanya. Saya senang bahwa beberapa liter eco enzyme sudah saya produksi. Saya bersama rekan kerja juga sudah mempromosikan dan mengajak beberapa orang untuk mencoba memproduksi eco enzyme di rumah masing-masing. Sungguh amat sayang kalau limbah organik rumah terbuang dan dibuang begitu saja. Mengapa tidak diolah secara kreatif, bukan? Bagaimana dengan para pembaca dan penulis Kompasiana? Mari cobalah, maka Anda akan merasakan sensasinya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun