Mohon tunggu...
Meutia Admiralda
Meutia Admiralda Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan swasta

ID/ENG/JPN. the raft is not the shore.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saya Mau Jadi....

4 November 2009   12:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang yang berguna? Orang yang masuk surga? Dokter? Guru? Penyanyi? Insinyur? Pengusaha? Presiden?

Percaya atau tidak, saya pernah memiliki cita-cita yang kurang tinggi. Seperti orang yang sudah putus asa melihat madesu nya sendiri.

Apakah itu?

Lulus S1.

Sungguh saya tidak mengerti kenapa waktu itu yang menjadi cita-cita saya hanya seperti itu. Sampai seorang teman berkata pada saya, "Yaelah mut! orang-orang tuh cita-citanya lulus S2, S3, atau apa kek gitu, kok lo cuma pengen lulus S1 sih?"

Ucapan teman saya itu langsung membuat saya membuat target yang sedikit lebih tinggi: lulus S1 dalam waktu kurang dari 4 tahun, bahkan 2 atau satu tahun. Saya menjadi terpacu memikirkan cita-cita ini karena kagum melihat kakak sepupu saya yang akrab dengan desain interior mampu lulus dalam waktu 3 tahun. Apalagi mendengar kabar dari negeri Paman Sambahwa ada anak berumur 13 tahun yang kuliah di sana.

Hm, kurang ekstrim? Saya mulai menaikkan target. Ini agak nekat juga, tapi saya coba tepis segala keraguan saya. Sebenarnya justru saya merasa target ini kurang tinggi.

Masuk FKUI, lulus S1 dalam waktu kurang dari 4 tahun dengan nilai memuaskan.

Nampaknya memang kurang. Bukannya kurang tinggi, tapi masih kurang jelas. Sebuah target harus dibuat dengan jelas dan meyakinkan, ya kan? Tapi saya bingung bagaimana harus mentargetkannya.

Cita-cita saya selalu berganti-ganti. Maklum, ganti waktu, ganti inspirasi. Waktu TK, saya dengan asal-asalan bercita-cita menjadi dokter. Alasannya agar bisa mengobati orang sakit. Klasik memang. Dan yang saya batu tahu saat itu, ketika masih kecil memang banyak teman yang punya impian menjadi dokter. Bahkan sepertinya waktu itu saya bercita-cita jadi dokter karena ikut-ikutan teman...

Masuk SD, cita-cita saya lebih spesifik lagi: jadi dokter gigi. Kali ini alasannya agar saya bisa merapihkan dan membersihkan gigi saya sendiri. Waktu itu gigi saya sedang dalam masa kritis: jadi bagus atau mengalami kehancuran. Banyak plak gigi di mana-mana. Bahkan sampai sekarang, ada salah satu gigi seri saya yang agak show off ke depan.

Ketika mulai masuk les matematika, cita-cita saya berubah lagi: jadi ahli matematika. Saya begitu menikmati les matematika saya walau membuat saya pusing juga karena harus mengerjakan soal setara kelas 1 SMA ketika saya masih kelas 3 SD. Saya berharap bisa lulus dari tempat les tersebut (baca: dapat menyelesaikan soal-soal matematika SMA) dalam tempo dekat, tapi ternyata ada hambatan yang membuat saya berhenti ketika baru saja mulai meraba-raba soal-soal tersebut.

Cita-cita saya terus berganti. Jadi dokter mata, jadi penulis, bahkan jadi pemain bulutangkis. Sampai akhirnya kini saya kembali pada cita-cita semula. Jadi dokter. Tapi saya masih bingung mau jadi dokter apa.

Yang jelas, saya sekarang berprinsip: Kalau ingin berhasil, pandang cita-citamu yang ada di tempat tertinggi, lalu lakukan segala cara yang mungkin dan halal untuk mencapainya.

Tapi (lagi), sekali lagi, saya masih bingung bagaimana caranya menetapkan cita-cita yang tinggi, tapi tidak nekat ataupun cetek, dan sesuai dengan kemampuan. Ada yang bisa membantu saya?

(Me-u-tia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun