Fragmentasi kehidupan itu begitu jelas terlihat. Baru beberapa detik kita menyaksikan air mata, tiba-tiba kita telah disuguhi berita banjir atau kabar kegenitan artis atau komentar politikus. Baru saja kita menonton kuis bagaimana menjadi kaya dalam sekejap, tiba-tiba bila kita alihkan remote-control TV kita bisa berjumpa berita busung lapar bersebelahan dengan iklan property perumahan elite kelas menengah atas. Ā Ā Ā
Tercemarnya ruang untuk merenung ini telah menjadi sinyal bagi the end of silence, sejakala kesunyian. Pada saat ruang kesunyian itu benar-benar sedang terancam maka ancaman yang terbesar dan serius justru tengah berlangsung karene benteng terakhir tempat manusia berimajinasi dan menghayati kehidupan justru tengah diaduk-aduk. Akhirnya kita masuk dan larut dalam dunia huru-hara,Ā chaos nilai. Di dalamnya tidak mungkin lagi akan kita reguk tetesan hikmah dan kelesatan spiritualitas.
Tidak ada lagi kreteria hiburan baik-buruk, pantas-tidak pantas, mencerahkan-memiskinkan imajinasi, kekerasan-kelembutan, pornografi-kesopanan, kebanalan-kedalaman atau materialisme-spirutualisme. Karena kita telah jatuh ke dalam apatisme yang dalam.
Dengan menyadari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi informai, bagi masyarakat, merupakan langkah pertama untuk mencegah disalahgunakannya teknologi tersebut. Kendati demikian harus diakui pula bahwa teknologi informasi juga memiliki potensi untuk memecahkan banyak problem kemasyarakatan di abad milenial ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H