Mohon tunggu...
Tia Fitriani
Tia Fitriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Serba serbi

Aku hanyalah sebutir pasir dihamparan padang pasir nan luas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langitku Tak Lagi Biru

11 Juni 2020   23:50 Diperbarui: 11 Juni 2020   23:49 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semburat kemerahan warnai langit ku seakan wakili kecamuk rasa yang penuhi relung hatiku, berjuta rasa membaur menjadi satu, aku mencoba untuk bisa menerima kenyataan yang kini terpangpang jelas di hadapanku, mas Har tertunduk terisak di hadapanku jemarinya gemetar menggenggam tanganku dan aku hanya bisa terisak dalam diam

"maafkan mas, mas Har khilaf mas Har..."

Kata katanya tergantung seakan mencoba mencari penopang kekuatannya yang jelas telah sirna oleh rasa bersalahnya, dan aku tetap hanya bisa terdiam

"dik Ra..." 

suaranya yang lembut tenggelam dalam lautan rasa bersalahnya, dan aku pun semakin terdiam, ingin rasanya aku berteriak, ingin rasanya kutepis saja genggaman tangannya terbayang dalam benakku jemari tangan itu tidak hanya menyentuh jemari tanganku tapi juga aaaah Tuhan aku tak mampu meski hanya sekedar membayangkannya, aku tak ingin berbagi kehangatannya dengan wanita lain aku juga tak ingin ada wanita lain mengisi hatinya, sayatan luka di hati ini terasa kian tebal saat kutahu perempuan itu adalah orang yang sangat aku sayangi belahan jiwaku... Riri saudara kembarku sendiri

"mas Har, betul betul dimabuk asmara... kalian betul betul mirip mas sempet heran, tumben dik Ra mau melakukannya...."

Kutepiskan genggaman tangannya

"asmaramu menyesatkan mas, jika cinta mu padaku murni harus nya mas Har bisa membedakan dan hapal sikapku yang hanya mau kau gauli ketika kita sudah syah akuu..." 

Aku tak mampu melanjutkan kata kata ku lidah ku terasa kelu, tangiskupun pecah membuat tubuhku bergetar hebat...

mata nanarku sekilas melihat tumpukan kartu undangan pernikahan kami, yang menorehkan nama ku Rara  dengan namanya Haryono dalam goresan tinta emas

Sebulan lagi resepsi pernikahan kami akan digelar, dan kini kenyataan teramat pahit terbuka lebar di hadapanku

Riri hamil, dan mas Har baru sadar jika ia telah berbuat kekeliruan besar, ketika Riri menangis dalam pangkuannya jika ia hamil oleh Haryono tunanganku calon imamku

Siapakah yang harus kusalahkan ? Mas Har ? Ataukah Riri saudara kembar ku ? tanda tanya di benak ku terjawab sudah tentang perubahan sikap Riri yang biasanya selalu ceria mendadak menjadi sosok pemurung

Tentang sikap Riri yang selama ini selalu nimbrung merecoki ketika mas Har tengah menemui ku di rumah

Tentang reaksi wajah Riri yang gundah ketika aku dan mas Har membahas persiapan pernikahan kami

Kedekatanku dengan Riri benar benar tak terpisahkan, sejak ibu meninggal sesaat setelah melahirkan aku dan Riri, dan Ayah pun menyusul Ibu saat kami sama sama masih mengenyam pendidikan di bangku SMA sisanya sepeninggal Ayah, tinggallah kami hidup berdua hanya ada aku dan Riri, jenjang pendidikan dan biaya nya bukanlah masalah bagi kami berdua, karena baik aku maupun Riri kami sama sama murid terbaik penerima beasiswa hingga masa perkuliahan kami di kampus terbaik di kota tempat tinggal kami selesai dilalui

Aku dan Riri memiliki kesamaan minat dan juga bakat kami sama sama senang berkecimpung dalam dunia broadcasting kami juga diterima bekerja di sebuah Televisi siaran swasta terbesar di negeri kami bahkan kami pun memiliki jam tayang khusus reality show bertajuk RIRA acara reality show yang menempati peringkat tertinggi dari seluruh acara serupa dari berbagai Televisi siaran bahkan beberapa penghargaan sebagai Reality Show terbaik pun dari berbagai versi telah melekat dalam RIRA Reality Show

Indahnya kebersamaan kami, tidak saja karena kami bersaudara kandung, karena kami juga mitra kerja yang luar biasa kompak baik di rumah juga di dunia kerja, RIRA benar benar tak terpisahkan

Riri menghampiriku, jari lentiknya menyentuh pundakku

"maafkan Riri...."

Tuhaaan aku memekik kuat dalam hati, kenapa harus Riri ????

Ternyata tidak hanya kami memiliki minat dan bakat yang sama tetapi kami juga jatuh cinta kepada lelaki yang sama, dan selama ini Riri memendam baik baik perasaannya dan baru kusadari ini lah penyebab hilangnya sosok Riri yang biasanya selalu ceria 

Mas Har adalah salah satu narasumber yang pernah kami undang dalam acara RIRA Reality Show sebagai pengusaha milineal yang memilih membuka usaha secara online dan membuka seluas luasnya kesempatan kerja bagi para kaula muda yang putus sekolah dan mas Har menerapkan konsep berbagi yang luar biasa tanpa berharapkan balas jasa.

Perusahaan online miliknya berkembang pesat merambah setiap pelosok negeri menjadi penerang bagi mereka yang terjebak dalam masa depan suram menjawab butiran harapan untuk meraih kehidupan yang jauh lebih baik meski dalam keadaan apa adanya. 

Mas Har di mataku adalah pahlawan bagi berjuta anak anak putus sekolah anak anak jalanan yang akhirnya mau bergabung belajar dan berusaha bersama mencipta karya nyata 

Sejak pertemuan pertama kami, mas Har memang lebih sering menggodaku mungkin karena memang sosokku yang lebih pendiam daripada Riri, sementara Riri yang lincah dan selalu ceria selalu berceloceh dan bersenda gurau dengan mas Har dan ditanggapi dengan ringan oleh mas Har

Setiap ada kesempatan mas Har selalu menghampiriku mencoba membuka pembicaraan denganku, meski sikap ku kerap dingin terhadapnya namun mas Har seakan tak perduli bahkan mas Har semakin merapat padaku

Sungguh awalnya aku tak bergeming, aku menganggapnya tak lebih sebagai pertemanan saja namun keteguhan hatinya juga kesabarannya menghadapi sikap dingin ku perlahan membuat kebekuan hatiku mencair juga dan puncaknya adalah disaat hari ulang tahunnya, mas Har hadir menghadiahiku sebuah kado istimewa bagiku, ia melamarku saat itu aku terbelalak  rasa heran berbalut rasa tak percaya bahwa itu benar benar terjadi berkecamuk dalam dadaku, ada rasa geli dalam hatiku, harus nya aku yang menghadiahi di hari ulang tahunnya ini malah sebaliknya, masa masa indah itu sekilas muncul kembali dalam ingatanku, kuhela napas ini terasa berat 

Meski aku dan Riri saudara kembar identik namun pendirian dan sifat pergaulan kami sangat jauh berbeda jika Riri yang ceria selalu senang mengisi waktu senggangnya dengan bercengkrama bersama teman teman sosialitanya baik berburu koleksi fashion terbaru mengikuti tren ter update maupun clubbing, sementara aku lebih suka membenamkan diri dengan menggoreskan penaku merangkai kata entah itu berwujud puisi atau sekedar ungkapan rasaku atau berupa cerita pendek yang begitu saja mengalir atau terkadang aku mengisi waktu senggangku dengan membaca buku novel ataupun buku buku pengetahuan sosial yang buat ku hal hal tersebut teramat amat membahagiakan keheningan itu terasa nyaman buatku dan aku memang tidak begitu suka dengan kehingar bingaran 

Wajah Riri berurai air mata, namun ia menyembunyikan pandangannya dariku sepertinya ia tak mampu bersitatap denganku

"Ra maafin aku Raaaa..." 

Tangisnya meledak, Riri bersimpuh di hadapanku, tubuhnya bergetar hebat jemari nya terasa dingin gemetar berusaha meraih tanganku...

"tinggal hitungan hari pernikahanku akan berlangsung...undanganpun sebagian besar telah tersebar hanya tinggal sisa beberapa undangan yang belum terkirimkan"

Entah kutujukan pada siapa kata kata yang keluar dari belahan bibirku ini terdengar bergetar dengan nada getir yang pekat bulir bening lelehan air mataku hanya membuat pandanganku kabur rasanya aku sudah kehabisan air mataku

"dik Rara...." 

Suara mas Har seakan membangunkanku dari mimpi panjang yang teramat melelahkan bagiku

Kuberanikan kutatap keduanya, dua manusia yang amat kusayangi... dua dua nya aku cintai tanpa Riri aku tak mungkin bisa melalui masa masa sulitku sepeninggal ayah

Tanpa mas Har gak mungkin aku sempat merasa begitu hidup, keheninganku kian terasa berwarna, langitku selalu terlihat membiru karena kehadiran mas Har menebarkan benih harapan juga dihatiku

Betapapun perihnya rasa dukaku, namun lukaku akan semakin dalam jika aku harus kehilangan salah satunya, bagiku mas Har dan Riri bak sekeping mata uang yang harus selalu aku genggam dan tak kan aku lepaskan

Bulan depan saat waktu pernikahanku berlangsung, janin dalam tubuh Riri telah berusia 120 hari saat dimana ruh mulai ditiupkan dan jabang bayi itu sudah menjadi makhluk hidup 

Dan selama 3 bulan ini Riri menyembunyikan kehamilannya tidak saja padaku tapi juga pada mas Har betapa tersiksanya Riri dengan kehamilannya selama ini sementara aku dan mas Har bersuka cita jelang masa pernikahan kami

Aaah....napasku terasa semakin sesak, rasa sayang ku pada Riri begitu besar begitu juga dengan rasa cintaku pada mas Har

"mas Har aku sudah maaf kan khilaf mu"

Kulihat mas Har menghela napas lega, walau kabut rasa bersalah masih menyelimuti wajah tenangnya yang selama ini menemaniku dalam setiap helaan napasku

"Ri...sampai kapanpun kamu adalah saudari terkasihku.."

Riri menatapku dibalik uraian air matanya

"Raaaaaa..." 

Parau panggilannya diantara isak tangisnya

Kuraih tumpukan sisa undangan pernikahanku

"selesaikan penyebaran undangan, tetap langsungkan pernikahan" 

Ucapanku membuat mas Har dan Riri bersamaan menatapku lekat lekat

"Ri wajah dan postur tubuh kita sama persis tak kan ada yang menyadari saat nanti kamu yang berdiri di pelaminan sebagai pengantinnya mas Har "

"dik Rara..." 

nada suara mas Har terdengar sangat gusar, mas Har hanya mencintaiku kegusaran itu jelas terlihat dari suaranya

"bulan depan kandungan Riri genap 4 bulan dan perutnya akan semakin terlihat membesar, menikahlah dengan Riri ibu dari anakmu"

Entah dari mana kutemukan ketenangan ini meski hatiku begitu bergejolak dengan berjuta rasa

"biarlah yang mereka tahu aku yang kau tikahi mas karena mereka tak kan bisa membedakankan aku dan Riri"

"Raraaaa..." 

Riri menangis memelukku dan aku terpaku dalam pelukannya

Mas Har menundukkan kepalanya dalam dalam kulihat wajahnya basah bersimbah air mata tangisnya tertahan membuat tubuhnya terbungkuk bergetar

Rasa sayang ku pada Riri mengalahkan rasa sakitku akibat ulahnya

Rasa cinta ku kepada mas Har membuatku tak ingin kehilangannya biarlah rasa cinta ini kan tetap menjadi milikku meski aku tak bisa memilikinya namun setidaknya aku tetap tidak kehilangannya

Langitku tak lagi biru

~tiafitriani~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun