Mohon tunggu...
Mutiara Fauziah Nur Awaliah
Mutiara Fauziah Nur Awaliah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asa dalam Gerakan Literasi Perempuan di Tasikmalaya

12 Juni 2022   23:14 Diperbarui: 12 Juni 2022   23:16 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana pemberdayaan perempuan seringkali berbenturan dengan nilai-nilai patriarki. Antara urusan domestik atau mengejar ambisi, perempuan seakan-akan harus memilih atau tidak mendapatkan keduanya sama sekali. Meskipun begitu, api semangat untuk menjadi perempuan berdaya dan memberdayakan tak pernah mati. Di Tasikmalaya, harapan tersebut datang dari komunitas khusus perempuan yang berbasis literasi.

Salah satu komunitas literasi di Tasikmalaya yang dikhususkan untuk perempuan adalah Konde Sartika. Sejak didirikan pada tahun 2017 oleh Inggri Dwi Rahesi, Konde Sartika terus berupaya untuk menjaga konsistensi mereka dalam menjadi komunitas baca buku dan ruang aman bagi perempuan. Melalui berbagai kegiatan literasi seperti arisan buku, dialog antarpuan, hingga pengabdian kepada masyarakat, Konde Sartika berharap agar pergerakan mereka dapat menjadi wadah pengembangan diri yang memberdayakan anggota dan masyarakat.

Ketua Konde Sartika Widia Nurjayanti Putri mengungkapkan bahwa kehadiran komunitas khusus perempuan menjawab beberapa keresahan yang pernah ia alami. Sebagai seorang perempuan, ia merasa bahwa ruang untuk bergerak di bidang ini memiliki hambatan tersendiri. Perempuan yang menjadi Duta Baca Tasikmalaya 2022 ini pun mengaku bahwa saat ia mulai berkecimpung di dunia literasi pada tahun 2016, tidak semua orang memiliki pandangan positif akan kegiatan yang ia lakoni. Apalagi jika melihat perempuan mengikuti kegiatan seperti diskusi atau bedah buku yang kala itu masih didominasi oleh laki-laki, ada beberapa anggapan negatif yang kerap kali ia dengar. Padahal, kegiatan yang ia jalani pun selalu positif dan bermanfaat.

"Disana aku membaca buku dan mendiskusikan apa yang aku baca dengan teman-teman. Nah disitu aku mulai tertarik. Membaca buku bukan cuma sekedar membaca saja, tapi juga bisa meluaskan pandangan serta wawasan aku dengan bertukar pikiran bersama rekan-rekan yang lain," ungkapnya.

Lingkungan yang mendukung memang menjadi kunci, sebab melalui interaksi yang terjalin maka pergerakan tak akan terasa sepi. Bagi Widia, komunitas literasi perempuan saat ini bisa menjadi tempat untuk saling berbagi ilmu dan menginspirasi. Sebagai patron penting dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan sosial, Mahasiswi Universitas Siliwangi ini percaya bahwa perempuan berhak memiliki andil dalam bermasyarakat. "Maka dari itu, perempuan harus terasah secara wawasan dan intelektual agar dia mampu untuk bersaing dan menunjukan esksistensi," tuturnya.

Membahas pergerakan perempuan dan literasi di Tasikmalaya tak hanya terbatas pada kaum mudanya saja. Ibu-ibu yang sering diidentikan dengan tanggung jawab domestik pun turut melawan arus patriarki yang masih belum padam. Kehadiran Teras Untuk Literasi Perempuan (Tulip) menjadi salah satu forum bagi para perempuan dewasa. Berfokus pada literasi baca tulis, eksistensi komunitas yang didirikan pada tanggal 22 Desember 2021 ini ada untuk membuktikan bahwa perempuan tak memiliki batasan umur untuk bergerak dan menuangkan aspirasi.

 Direktur Tulip Khotum Khotimah percaya bahwa ide dan inovasi para perempuan bisa mereka tuangkan lewat media apapun, termasuk buku. Peresmian Komunitas Tulip sendiri juga bertepatan dengan peluncuran buku perdana mereka. Mengangkat judul Dari Perempuan Tasikmalaya Untuk Perempuan Indonesia, Khotum percaya bahwa ragamnya perspektif yang tertulis dapat memeperkaya khazanah literasi untuk kaum perempuan.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

"Di buku yang kami luncurkan, para penulisnya berasal dari Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya. Pada waktu itu, alhamdulillah kita berkolaborasi dengan 46 penulis perempuan. Mereka datang dari berbagai latar belakang, mulai dari seorang advokat, ibu rumah tangga, pimpinan perguruan tinggi, aktivis organisasi, dosen, guru, sampai pengusaha. Tulisan pun diambil sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing dan juga pengalaman mereka sebagai perempuan," ujarnya bangga.

Khotum juga mengatakan bahwa antusiasme perempuan-perempuan di Tasikmalaya terhadap aktivitas literasi baca tulis sangat tinggi. "Ini tinggal gongnya saja dibunyikan. Saat ada ajakan, ternyata terlihat ada banyak potensi perempuan di bidang menulis dan literasi ini, Jika sekarang sifatnya masih kolaboratif, semoga kedepannya lebih banyak perempuan melahirkan karyanya masing-masing," harapnya.

Kehadiran beragama komunitas literasi yang membersamai semangat pergerakan perempuan patut mendapat dukungan dari banyak elemen masyarakat. Meskipun demikian, semangat yang menyala tidak menjadikan perjuangan ini lebih mudah. Di saat para aktivis perempuan saling merangkul dan mendukung untuk sama-sama membumikan literasi di Tasikmalaya, ada beberapa agenda yang mengalami jalan buntu. Hal ini diakui oleh Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Tasikmalaya Wahyuning Rahmaningsih.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Wanita yang akrab disapa dengan sebutan Teh Ayung ini mengaku bahwa hambatan utama datang dari dinas. Menurutnya, saat ada ajakan untuk bersinergi dalam meningkatkan literasi, selalu ada pertimbangan yang akhirnya menjadi kendala. "Sebetulnya mereka tidak perlu mempertimbangkan sesuatu, tapi mungkin ada hal-hal yang mereka pertimbangkan diluar sepengetahuan kita," ucapnya.

Beberapa halangan yang kerap kali ia alami adalah sulitnya untuk mengatur pertemuan dengan dinas terkait. "Sulit bagi kita meminta waktu untuk sebuah pertemuan karena terbentur masalah anggaran. Padahal, pertemuan pasti diajukan untuk membahas keberlangsungan literasi, khususnya literasi untuk perempuan yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah," terangnya.

Dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah memang diperlukan. Selain sebagai wadah aspirasi, hadirnya pemerintah dan tokoh-tokoh penting yang membersamai langkah para perempuan ini tentu akan memberikan dampak baik bagi keberlangsungan pergerakan. Ruang aman yang memberdayakan tidak lagi menjadi wacana seremonial saja, tapi terlihat dalam wujud aksi nyata yang melahirkan karya baru. Bersama-sama, Tasikmalaya siap menjadi rumah yang bisa membuat banyak perempuan bersinergi dan menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun