Pada 14 April 2020 lalu, DPR muncul memprotes disunatnya tunjangan guru sampai sebesar Rp 3,3 trilyun sebagaimana dilansir CNN Indonesia. Bukan hanya tunjangan guru, Bantuan Operasional Sekolah atau BOS pun ikut dipotong. Bahkan sampai ke sekolah di pelosok yang merupakan daerah miskin. Alasan pemerintah adalah potongan dana tersebut akan dipakai bagi penanggulangan Covid-19.
Kebijakan ini menuai kritik tajam tidak hanyabdari kalangan DPR tetapi juga para pakar dan pengamat yang memiliki kepedulian akan nasib bangsa. Bagaimana mungkin pemerintah tega memotong tunjungan guru yang dalam masa pandemi ini sungguh sangat diperlukan.
Sementara proyek pindah ibu kota yang belum jelas urgensitasnya dan menyerap dana sangat besar, masih saja berlanjut. Tudingan pun mengarah pada keberadaan oligarki yang tumbuh subur di alam demokrasi. Dimana prioritas kebijakan lebih memihak pada kaum oligarki yang begitu mengakar di negara ini. Ternyata pepatah Salus Populi Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi) adalah omong kosong. Lagi-lagi rakyat harus mengalah dengan kerakusan segelintir elit penguasa.
===
Salah seorang Profesor Ilmu Politik dari Northwestern University, AS dalam bukunya Oligarky (2011) menyimpulkan bahwa motif semua keberadaan oligarki adalah mempertahankan kekayaan. Berbagai cara akan ditempuh untuk memelihara kekuasaan termasuk keterlibatan oligarki mengklaim hak milik dan kekuasaan kolektif secara paksa terhadap cabang-cabang produksi negara. Semakin lama mereka berkuasa, kaum oligarki akan memiliki waktu panjang untuk memperbesar konglomerasinya.
Rasulullah telah lama mengabarkan dalam sabdanya, "Sebaik-baik umatku adalah masa ketika aku diutus kepada mereka, kemudian generasi setelah mereka. -aku tidak tahu apakah beliau menyebutkan generasi setelah beliau tiga kali atau empat kali.- lalu beliau bersabda lagi: 'Lalu akan datang suatu kaum (yang mereka berlebih-lebihan makan dan minumnya) hingga menyebabkan mereka gemuk, mereka bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi.' (HR Muslim No.4062)
Sudah saatnya pemerintah menghilangkan aroma oligarki di negeri ini dengan mencari sistem alternatif lain yang berpihak pada rakyat. Namun jika pemerintah bersikukuh untuk tetap berada di jalur kapitalistik, mau tidak mau akan rentan dan riskan dengan keberadaan kelompok oligarki.
Sistem alternatif yang dimaksud adalah sistem Islam. Yang telah sejak lama memiliki konsep dan gagasan tentang bagaimana memilih sosok penyelenggara pemerintahan dan bagaimana seharusnya anggaran negara diperuntukkan.
Sekelompok orang yang berkuasa dalam Islam tetap merupakan pelaksana hukum syara, dan mereka juga berjalan dalam pengawasan masyarakat. Sistem birokrasi dan administrasi dalam Islam memiliki ciri khas yaitu sistem yang sederhana, cepat selesai dan cukup pelaksanaannya. Dengan ketiga ciri tersebut semua urusan rakyat tertangani dan terselesaikan dengan baik dan cepat, juga bisa mencegah terjadinya korupsi dan suap di setiap lini.
===
Di samping itu, agar birokrasi Islam terhindar dari oligarki, pemerintahan Islam (Khilafah) menerapkan satu hukum dan undang-undang untuk satu negara, diadopsi untuk seluruh wilayah yang meliputi hukum syariah dan hukum administratif. Meski administrasi dan birokrasi bersifat desentralistik, namun masing-masing daerah tidak berhak mengeluarkan peraturan. Karena otoritas membuat peraturan hanya ada di tangan khalifah, bukan pimpinan daerah, gubernur, bupati, walikota, camat atau lurah.