Selain itu dalam proses pentarifan, indeks kepuasan konsumen listrik terhadap kualitas layanan PT PLN, plus data tentang kemampuan bayar (abality to pay) konsumen listrik, menjadi basis bagi pemerintah untuk menaikkan atau tidak menaikkan TDL. Demikian pula, apakah tarif rendah identik dengan kualitas pelayanan rendah. Mengapa unsur dipaksa TDL harus naik sementara kualitas masih jeblok. Pemadaman listrik terjadi di mana-mana. Apakah masalah ini tidak memerlukan solusi terbaik sebelum TDL dinaikkan? Tidak eloklah kalau masalah krisis listrik justru diatasi dengan menaikan tarif.Tetapi harusnya mencari energi alternatif.
Dampak besar rencana kenaikan TDL sebesar 15 persen pada Juli 2010 akan mememberatkan sektor usaha mikro kecil dan menengah UMKM yang sedang menghadapi era pasar bebas. Kenaikan TDL akan semakin memberatkan masyarakat miskin tidak terkecuali pelaku UMKM yang saat ini tengah bersaing dengan produk Cina dan asing lainnya. Kenaikan TDL pada Juli ini akan berdampak besar ke depan. Agustus 2010 sudah memasuki bulan Ramadan yang meski dampak kenaikan TDL terhadap peningkatan harga barang kecil, namun tetap berdampak khususnya rakyat kecil. Belum lagi, dampak psikologis dan politis akibat kenaikan TDL itu.
Solusi
Soal solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini, harus dilakukan antara lain adanya alih peran yang melibatkan swasta untuk menangani listrik di perkotaan. Pemerintah bisa mencontoh penyelenggaraan air minum di wilayah DKI Jakarta yang melibatkan pihak swasta. Jadi PLN menyerahkan pengelolaan ke tangan swasta dengan tetap terikat kepada kontrol pemerintah, kemudian BUMN ini diarahkan untuk fokus pada program listrik bersubsidi di daerah-daerah yang masyarakatnya tidak mampu. Pemerintah daerah melalui BUMD juga harus didorong untuk membangun pembangkit di wilayahnya masing-masing.
Memang, persoalan krisis listrik di daerah-daerah saat ini sudah sangat kronis sehingga tidak bisa langsung diselesaikan dalam waktu singkat. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan langkah terobosan konkret, misalnya seperti program percepatan rasio kelistrikan daerah yang pelaksanaannya mirip dengan listrik masuk desa zaman Orde Baru dulu. Namun, hal itu tidak bisa diserahkan kepada PLN dan daerah saja untuk menyelesaikannya sendiri, tetapi membutuhkan keterlibatan semua pihak. “Jadi harus masuk sebagai program nasional, tidak bisa PLN dan daerah dibiarkan menyelesaikannya sendiri.
Selain mengandalkan pemerintah, masyarakat juga diajak untuk bisa menyediakan energi bagi kebutuhannya sendiri. Di antaranya dengan membangun dan mengembangkan desa-desa mandiri energi. program ini dapat memberdayakan semua potensi sumber energi lokal. Sumber-sumber energi alternatif yang menjadi perhatian pemberdayaan antara lain biofuel, energi angin, energi surya, energi panas bumi, maupun mikrohidro. Dari sekian banyak sumber-sumber energi alternatif, pembangkit listrik tenaga angin sudah selayaknya mendapat perhatian serius dari masyarakat Indonesia. Pasalnya, energi angin sedang mendapatkan perhatian besar dari dunia karena sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan. Selain itu, pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini.
Di Eropa sendiri dalam 20 tahun terakhir, pembangkit listrik tenaga angin mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di belahan Eropa Utara, Jerman dan Denmark telah menggunakan tenaga angin untuk membangkitkan, mendekati 20% kebutuhan energi listriknya. Jerman kini merupakan negeri kincir angin utama dunia. Menurut data 2004, produksi kincir angin Jerman mencapai setengah dari produksi dunia, dengan kuota ekspor sebesar 59 %. Jerman memiliki kincir angin sejumlah 14.000 buah, dengan kapasitas listrik lebih dari 12.000 MW atau tiap tahunnya rata-rata tiap turbin dapat menghasilkan 31,5 Twh listrik per tahun. Kapasitas ini dapat memenuhi 5 % kebutuhan dalam negeri. Jerman menargetkan, pengunaan sumber energi yang dapat diperbarui mencapai 12,5 % pada 2010 dan bahkan 20% pada 2020. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara global mencapai 170 GigaWatt.
Di samping memasok listrik, industri tenaga angin juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru baik dalam hal pembuatannya dan perawatannya. Seperti negara Jerman misalnya telah menjadikan industri tenaga angin sebagai sumber penghidupan masyarakat lebih dari 60.000 orang dengan penghasilan industri mencapai 4 miliar euro. Di sisi lain, pemanfaatan energi angin sangat ideal sebab tidak menghasilkan polusi, nol bahan bakar, tidak menimbulkan efek rumah kaca, serta tak menghasilkan zat berbahaya dan sampah radioaktif. Setiap megawatt listrik yang dihasilkan kincir angin, mengurangi emisi 0,8 hingga 0,9 ton gas rumah kaca yang dihasilkan minyak dan batubara setiap tahunnya. Lahan yang diperlukan tidak terlalu luas. Bila daerah tersebut adalah daerah pertanian, tetap tidak akan menggangu keberadaan dari daerah pertanian tersebut.
Di Indonesia dengan iklim tropisnya, potensi angin di kawasan pesisir dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Kini di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida sembilan unit, serta Bangka Belitung satu unit. Tiap pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW), tiga unit lainnya berkapasitas 85 kilowatt (kW). Diharapkan pemanfaatan energi angin ini dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Mengacu pada kebijakan energi nasional, pembangkit listrik tenaga angin ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025. Indonesia sendiri telah mampu menguasai teknologi turbin atau kincir angin yang dibutuhkan dalam PLTB. Namun, pemahaman masyarakat akan penggunaan PLTB belum tersosialisasi dengan baik karena lagi-lagi unsure politis dalam pengelolaan kebutuhan masyarakat ini masih sangat kental terlihat.
Bukan sebuah pekerjaan yang mudah namun semuanya tidak mustahil dapat terwujud jika semua pihak serius dalam menanggapi permasalahan ini. Perlu pula di ingat oleh pemerintah bahwa kategori masyarakat yang miskin di Indonesia bukan hanya didasarkan golongan pelanggan 450 volt ampere saja. Tapi masih ada masyarakat yang jauh lebih miskin, bahkan ada yang belum mendapatkan aliran listrik. Semoga kesadaran terhadap penggunaan energy dapat terpatri dalam benak semua elemen masyarakat di Negara Indonesia tercinta ini.
Tuliskan Komentar anda