Mohon tunggu...
Fitria Ananta R
Fitria Ananta R Mohon Tunggu... -

you can't speak? then write it!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cita-cita dari Bumi Cendrawasih

2 Mei 2016   21:41 Diperbarui: 3 Mei 2016   08:04 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyadari hari ini merupakan peringatan Hari Pendidikan Nasional, seketika saya teringat akan adik-adik di Kampung Manyaifun, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. 

“Apakah mereka ikut memperingati hari ini? Atau bahkan, apakah mereka tahu bahwa hari ini adalah hari pendidikan?” tanya saya dalam hati.

Anak-Anak kelas 5 dan 6 di Kampung Manyaifun

Pertengahan tahun 2014 silam, saya bersama ke-29 teman saya berkesempatan untuk mendatangi Pulau Manyaifun yang terletak diantara ratusan pulau di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, dalam rangka menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampus tempat saya menuntut ilmu. Masih kuat didalam ingatan ketika pertama kali menginjakkan kaki di dermaga kayu sederhana milik pulau ini. 

Betapa terenyuhnya hati saya ketika melihat lusinan anak-anak serta warga Kampung Manyaifun lainnya sudah berada di dermaga kala itu untuk menyambut kedatangan kami. 

Mereka semua antusias dan bersukacita melihat kehadiran kami di pulau tersebut. Senyuman dan decak keheranan juga tidak luput dari wajah mereka.

dermaga-panjalu-135-jpg-57276545e4afbded092dae10.jpg
dermaga-panjalu-135-jpg-57276545e4afbded092dae10.jpg
Suasana di dermaga setiap harinya

Nuansa ombak masih mengiringi langkah saya menuju pondokan. Namun ternyata, saya tidak sendirian. Anak-anak kecil di pulau tersebut pun turut mengekor dibelakang saya, lengkap dengan senyuman yang sama. Siapa yang menyangka bahwa senyuman itu lah yang mampu “menyihir” semangat saya selama berada disana. 

Hanya ada Satu Sekolah Dasar tanpa Tenaga Pengajar 

Dalam perjalanan saya menuju pondokan, saya melihat satu bangunan sekolah dasar yang sangat (bahkan teramat sangat) sederhana, bernama SD YPK Immanuel Manyaifun. Saking sederhananya, sekolah tersebut hanya memiliki 3 ruang kelas, yang mana 1 ruang kelas digunakan untuk menampung 2 jenjang kelas yang berbeda. 

Seakan masih kurang lengkap, keberadaan tenaga pengajar juga tidak dapat saya temukan disana. Bahkan sampai sekiranya 2 bulan saya menetap di sana, tidak juga kunjung hadir guru yang menghidupkan aktivitas belajar-mengajar secara formal disana. Maaf saja karena kalender pendidikan pun bahkan tidak berlaku di Manyaifun.

softskill-menggambar-nita-33-jpg-57276575169373d80bb361ed.jpg
softskill-menggambar-nita-33-jpg-57276575169373d80bb361ed.jpg
SD YPK Immanuel Manyaifun

Beruntung saya telah mempersiapkan diri secara fisik maupun mental untuk menjelma menjadi tenaga pengajar disana. Namun ternyata, mengajar anak SD tidaklah semudah yang saya bayangkan, terlebih dari mengajar anak Papua disini, yang mana khasanah pengetahuan mereka tidaklah sesuai dengan jenjang kelas yang mereka duduki. 

Siapa sangka mayoritas kelas 5 dan 6 masih sangat asing dengan penjumlahan dan pengurangan, bahkan tidak mengenal apa itu perkalian dan pembagian. Tidak jauh berbeda dengan kondisi siswa kelas 3 dan 4 yang belum fasih membaca dan menulis. Bisa kalian bayangkan kan bagaimana kondisi kelas 1 dan 2? Karena itu, saya pun mengajarkan semua pelajaran dasar kepada mereka tanpa memperhatikan jenjang kelas mereka.

Pembelajaran pun Dimulai!!!

Dengan hanya membunyikan lonceng, dalam hitungan menit anak-anak sudah berlarian dengan antusias menuju sekolah. Ini kali pertama mereka bersekolah lagi setelah vakum selama kurang lebih 2 bulan. Semangat 45 pun terpancar di wajah mereka terutama ketika mereka tahu akan diberikan pelajaran Bahasa Inggris, pelajaran yang belum pernah mereka dapat sebelumnya. 

Hal itu yang menambah semangat saya untuk terus mengajar mereka. Terlebih lagi, ketika mendengar sapaan yang mereka berikan keesokan harinya dengan menggunakan Bahasa Inggris, seperti “Good Morning”, “thank you”, “how are you?”,atau ”I’m fine”. Saya pun sangat gembira saat pertama kali mendengar itu. Hal itu membuktikan bahwa transfer ilmu yang saya berikan ternyata berhasil diserap dengan baik.

Selesai dengan Bahasa Inggris, pembelajaran pun berlanjut ke Matematika. Sebelumnya saya bersama dengan kedua teman saya memberikan pre-test untuk melihat sejauh mana kemampuan mereka. Dan hasilnya ... jangankan pembagian dan perkalian, konsep pengurangan dan penjumlahan saja masih belum mereka kuasai dengan baik. 

Karena itu, saya pun mulai fokus untuk mengajari mereka Matematika. Tidak bosannya saya berikan mereka PR agar mereka tetap belajar dirumah. Memasuki minggu ke-3 pembelajaran Matematika, para siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sebagian besar siswa pun berhasil mendapatkan nilai 100 pada post-test yang saya berikan. Yeaaaah!!!!

mengajar-panjalu-2-jpg-57276a798e7e61a40ba353f5.jpg
mengajar-panjalu-2-jpg-57276a798e7e61a40ba353f5.jpg
antusiasme anak-anak ketika belajar dikelas

Apa Ibu Kota Indonesia? "Ibu Kartiniiii.....!"

Mendekati Hari Kemerdekaan RI, saya pun ingin melihat sejauh mana mereka mengenal Indonesia. Pertanyaan menggelitik berbumbu ironi mendera diri saya ketika pertanyaan demi pertanyaan saya lontarkan kepada mereka.

Apa nama ibukota Indonesia?” Tanya saya untuk membuka gerbang tanya-jawab.

Riuh cengkerama yang tadi hadir seketika lenyap tersapu kebingungan. Sempat menunggu beberapa menit, saya pun mengulang pertanyaan, “Oke, jadi apa nama ibu kota Indonesia adik-adik?

Mereka pun terlihat berpikir keras hingga seorang anak pun menjawab ...… “Ibu Kartini!

Kebingungan mendadak berpindah pada saya. Seketika saya pun kembali bertanya, “Kenapa Ibu Kartini?” dan anak yang lain pun menjawab, “Ada lagunya to kakak, Ibu Kota Kartini?

Jreeenggggg!! Barulah saya sadar ternyata mereka bahkan tidak paham makna dari Ibu Kota sampai mengira Ibu Kita masih berkaitan dengan Ibu Kota. Miris. Bahkan, ketika ditanya tentang apa saja 5 pulau besar di Indonesia, dan jawaban mereka pun ialah seputar deretan pulau-pulau di Raja Ampat. Fakta ini menunjukkan adanya ketimpangan pendidikan yang menyedihkan di Indonesia.

Dengan bantuan peta NKRI yang saya bawa dari Yogyakarta, kami pun memperkenalkan Indonesia pada mereka. Dimulai dari  mengenal pulau-pulau besar di Indonesia, identitas bangsa, nama ibu kota, lagu kebangsaan, dasar negara, lambang negara, ideologi serta semboyan negara, dan lain sebagainya. Mereka pun memperhatikan dengan sangat antusias. Terlihat jelas di raut wajah mereka betapa besar rasa ingin tahu serta ketertarikan mereka tentang tanah tumpah darah ini.

Lomba Cerdas Cermat

Menyambut Hari Kemerdekaan RI, saya dan teman-teman saya pun mengadakan lomba cerdas cermat yang ditujukan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan yang mereka serap terkait materi yang telah kami berikan. 

Di luar dugaan ternyata hampir semua pertanyaan yang kami ajukan dapat mereka jawab dengan benar. Perasaan bahagia dan haru mulai menjalar didalam diri saya. Pasalnya, anak-anak yang sebelumnya tidak mengerti apa-apa, kini telah berkembang dengan sangat pesat menjadi anak-anak yang pintar hanya dalam hitungan minggu.

cc-suva-39-jpg-572766498e7e61b20ba353ea.jpg
cc-suva-39-jpg-572766498e7e61b20ba353ea.jpg
Peserta berebut untuk menjawab pertanyaan

Tentunya hal tersebut membuat saya sadar, bahwa sebenarnya mereka adalah anak-anak yang pintar dan cerdas. Hanya saja mereka kurang beruntung dalam mendapatkan pendidikan yang layak. 

Hal ini tentu harus menjadi perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah. Program pemerataan pendidikan di Indonesia bukanlah program asing yang dibuat kemarin sore. Namun pada kenyataannya, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. 

Padahal, daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi tinggi untuk memajukan Indonesia. Yah, saya pun hanya dapat termenung, seandainya saja mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak sedini mungkin.

Kitorang Pun Rumah Belajar

Kondisi tersebut yang mendorong saya beserta tim untuk membuat sebuah rumah belajar di Pulau Manyaifun. Ditepi laut samping dermaga, berdiri sebuah rumah dengan teras kayu berisikan ratusan buku yang berbaris rapi di rak-rak panjang. 

Itulah rumah belajar Kampung Manyaifun yang kami namakan “Kitorang Pun Rumah Belajar” (Kita Punya Rumah Belajar). Rumah belajar tersebut juga tidak hanya terbuat dari kayu dan semen, tetapi juga bercampur dengan solidaritas dan semangat untuk menyongsong pendidikan yang lebih baik.

rumah-belajar-suva-45-jpg-5727667f177b61d5191b93f3.jpg
rumah-belajar-suva-45-jpg-5727667f177b61d5191b93f3.jpg
Kitorang Pun Rumah Belajar

Berpisah dalam Pandang, Bertemu dalam Doa

Dalam perjalanan pulang menuju Yogyakarta, saya pun membaca surat yang dituliskan oleh adik-adik saat perpisahan sebelumnya. Dalam surat tersebut, mereka mengatakan, “Kakak, kami ingin jadi pintar. Kakak tunggu kami, kami ingin sekolah di Jawa. Jangan lupakan kami ya!

img-1212-jpg-572766b18e7e61ae0ba353ee.jpg
img-1212-jpg-572766b18e7e61ae0ba353ee.jpg
pesan sederhana dengan makna yang besar

Seketika wajah saya pun dibanjiri oleh air mata sedih bercampur haru saat membaca tulisan tersebut (bahkan saat ini pun saya menulis dengan bersimpuh air mata, hehe). Saya hanya dapat berharap agar cita-cita mereka dapat terwujud suatu saat nanti. yaa, walaupun kami terpisah dalam jarak pandang, namun kami akan selalu bertemu dalam doa.

Perlu ditekankan bahwa mereka bukanlah orang Papua yang tinggal di Indonesia, tetapi mereka adalah orang Indonesia yang tinggal di Papua. Karena tidak ada yang dapat memilih dari siapa dan dimana mereka dilahirkan. Namun, anak-anak Manyaifun mengajarkan saya bahwa yang terpenting adalah memilih menjadi siapa dirimu kelak, dan mereka pun telah memilih untuk menjadi generasi yang cerdas.

-Selamat Hari Pendidikan Nasional-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun