Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Semakin Terdepan, Konektivitas Sistem Pembayaran ASEAN

20 Juni 2023   23:48 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:56 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika istri membersihkan lemari, beberapa uang koin terjatuh dan menggelinding di lantai. Anak kami pun mencoba memungutnya dari lantai.

"Ini uang koin apa Ma? Koq berbeda dengan uang koin yang biasa saya lihat?" Tanyanya penasaran.

Lantas, istri menjelaskan kalau itu adalah uang koin negara asing. Sekaligus menyampaikan kalau itu dulu diperoleh istri setiap melakukan perjalanan ke luar negeri.

Sepulang dari sana, istri pasti selalu membawa pulang uang koin kembalian dalam tasnya. Lama kelamaan, uang koin itu pun semakin bertambah.

Sayangnya, uang itu kemudian hari tidak terpakai karena tidak bisa digunakan di dalam negeri. Dan, belum tentu selalu ada rencana perjalanan lagi ke sana untuk menggunakan uang koin tersebut.

Sekarang, uang koin itu pun tinggal kenangan.

Uang Koin Asing (Dokumentasi Pribadi)
Uang Koin Asing (Dokumentasi Pribadi)

Sebenarnya, itulah salah satu kelemahan melakukan pembayaran dengan uang tunai di negara lain. Sering sekali kita mendapat kembalian dengan uang koin, yang pada akhirnya tidak dapat digunakan kembali. Atau bisa saja uang koin itu tercecer entah ke mana.

Atau, menurut hemat saya, sama saja seperti kita memperoleh permen kembalian kalau berbelanja di mini market. Permennya tidak bisa digunakan kembali, hehe ...

Belum lagi setiap mau keluar negeri harus selalu menukarkan uang rupiah kita ke mata uang negara yang dituju. Merepotkan sekali bukan?

Beruntung teknologi semakin maju. Ternyata, saat ini semakin banyak saja pilihan pembayaran dengan cara non tunai. Tentunya dengan cara itu, pembayaran pun akan semakin dimudahkan, tidak akan ada lagi masalah pengembalian uang koin.

Menariknya lagi, bagi kalian yang ingin melakukan perjalanan (wisata) ke beberapa negara tetangga, akan semakin dimudahkan lagi. Ke depannya kita tidak perlu menukar rupiah ke mata uang negara yang bersangkutan. Sekarang menggunakan uang rupiah dalam bentuk non tunai pun bisa. Sudah tahu belum?

Regional Payment Connectivity (RPC) dan Local Currency Transaction (LCT)

Ternyata beberapa waktu lalu, sudah ada lima negara atau bank sentral yang ada di Asia Tenggara (anggota ASEAN) telah menyepakati kerja sama dalam  mewujudkan dan pembayaran yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif.

Kira-kira negara atau bank sentral dari mana saja yang telah menyepakati kerja sama sistem pembayaran atau yang turut menandatangani MoU terkait Regional Payment Connectivity (RPC) tersebut?

Nah, ini dia negara atau bank sentral yang dimaksud.

Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT).

Dengan kesepakatan tersebut, tentu ke depannya akan sangat memudahkan kalau mau melakukan perjalanan ke negara Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Transaksi jauh lebih gampang. Tidak perlu lagi harus pusing ke money changer atau menerima uang koin kembalian.

Sesungguhnya, sekarang hasil kesepakatan kerja sama itu sudah mulai diterapkan. Misalnya dengan Thailand sudah bisa menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) Cross Border sejak 2022.

Artinya, sekarang warga negara Indonesia melakukan perjalanan ke Thailand, sudah dapat menggunakan QR Code untuk berbelanja di Thailand. Demikian halnya dengan warga negara Thailand yang berkunjung ke Indonesia, sudah dapat memanfaatkan QRIS untuk melakukan berbagai pembayaran di merchant yang ada di Indonesia.

Barangkali sebutan QRIS tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita, bahkan kita sudah kerap sekali menggunakannya di dalam negeri.

Di Indonesia, QRIS tersebut telah diluncurkan Bank Indonesia bertepatan ketika Indonesia merayakan HUT Kemerdekaannya yang ke-74 (17 Agustus 2019).

Melalui QRIS, sejatinya pembayaran yang menggunakan QR Code dapat dilakukan. Artinya, walau instrumen pembayaran dari sebuah merchant berbeda dengan aplikasi yang dimiliki konsumen, maka pembayaran melalui aplikasi tersebut tentu akan dapat dibaca oleh QRIS.

Nah, dengan berlakunya QRIS Cross Border tersebut, otomatis kita tidak perlu lagi repot-repot ke money changer, cukup dengan scan kode QR Code yang tersedia.

Penggunaan keberlanjutan QRIS tentu bukan tanpa alasan, berdasarkan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mencatat bahwa volume transaksi QRIS selama tahun 2020 baru mencapai 5 juta kali, dengan nilai mencapai Rp. 365 Milyar pada 5 Januari 2020. Angka tersebut terus meningkat, bahkan hingga 2022 volume transaksi QRIS telah mencapai 91,7 juta kali, dengan nilai mencapai Rp. 966 Triliun.

Sumber : Tangkapan Layar dari Youtube Bank Indonesia
Sumber : Tangkapan Layar dari Youtube Bank Indonesia

Wah, fantastis sekali perkembangannya ya?

Melihat perkembangan tersebut menjadi pendorong bagi Bank Indonesia agar penggunaan QRIS dapat juga menjadi alat pembayaran yang sah di negara-negara tetangga, atau yang dikenal dengan sebuatan QR Cross Border.

Perlu kita pahami bersama bahwa dengan QR Cross Border tersebut, tentu berharap akan semakin dapat meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta dapat menjaga stabilitas makroekonomi dengan cara memperluas penggunaan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT).

Sementara kalau berbicara tentang keuntungan LCT tersebut, berharap akan ada efisiensi biaya konversi mata uang dalam perdagangan, lebih terbuka kesempatan investasi dengan menggunakan mata uang lokal, terjadinya diversifikasi penggunaan mata uang, serta tersedianya alternative hedging dalam mata uang lokal.

Dari sudut pandang yang lebih makro, LCT dapat memberikan andil pada kestabilan nilai rupiah, karena ketergantungan terhadap mata uang tertentu akan semakin berkurang.

Bagaimana dengan keuntungan implementasi RPC bagi negara yang melakukan kerja sama tersebut? Tentu diharapkan dapat menikmati ketiga hal berikut.

Pertama, dapat mendukung dan memfasilitasi perdagangan, investasi, pendalaman pasar keuangan, remitansi, pariwisata, dan aktivitas ekonomi lintas batas lainnya.

Kedua, mendorong ekosistem ekonomi dan keuangan kawasan yang lebih eksklusif.

Ketiga, mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terutama untuk mendorong penetrasi dan eksposur UMKM di pasar global.

Pada akhirnya, kita berharap melalui keketuaan negara kita pada ASEAN saat ini, berdampak besar untuk mendukung tercapainya semangat sistem pembayaran, RPC dan LCT tersebut.

Tentunya sesuai dengan harapan Presiden RI, Joko Widodo, pada  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo yang berlangsung pada 10-11 Mei 2023 lalu bahwa "Implementasi transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antar negara sepakat untuk diperkuat, ini sejalan tujuan sentral lintas ASEAN agar ASEAN semakin kuat dan semakin mandiri."  

Semoga saja.


Sumber Referensi:

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2512523.aspx

https://www.youtube.com/watch?v=KM_GZ2kbrVo

https://www.youtube.com/watch?v=2bujiJZfyLo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun