"Hal yang membuat saya bangga dengan karya ini, saya dapat belajar membuat perencanaan bisnis dan menyelesaikan masalah optimasi jika saya memulai sebuah usaha."
"Selain itu, saya juga bersyukur dapat menuntaskan sumatif ini, saya yakin bahwa pembelajaran ini sangat berharga di masa yang akan datang."
Dengan penuh semangat, anak saya menyampaikan hasil refleksi pembelajarannya, tepat pada saat kegiatan SLED berlangsung (17/3/2023) di sekolahnya.
Sudah pernah mendengar SLED? SLED adalah singkatan dari "Students' Learning Exhibition Day".
SLED merupakan sebuah momen perayaan pembelajaran anak, ruang dialog orang tua dan anak, serta apresiatif bagi anak dari orang tuanya atas proses pembelajaran yang sudah dilalui.
Selain itu, SLED juga berupaya mendorong anak merasa memiliki atas pengalaman belajarnya, melatih berpikir metakognitif, serta mempromosikan kemandiriannya.
Melalui SLED tersebut, peserta didik akan menyajikan dan menerangkan proses belajarnya akan suatu topik tertentu yang memiliki kesan tersendiri selama mengikuti pembelajaran.
Nah, pada acara SLED tersebut, anak saya yang sudah duduk di kelas 11 IPA itu, memilih salah satu dari topik pelajaran Matematika, yakni "Program Linier Dua Variabel" untuk dipaparkan.
Sebagai orang tua, tentu saya senang dengan pemaparan tersebut. Saya bisa mengetahui tentang proses pembelajaran yang dilakukan anak saya di kelas, walau saya tidak pernah hadir di kelas tersebut.
Saya juga mengetahui bahwa apa yang telah dipelajari, bukan semata menuntaskan materi atau menghafalnya. Dari pemaparannya, terlihat jelas atas ketertarikannya pada topik tersebut, untuk apa topik itu dipelajari, serta manfaatnya untuk masa depannya.
Sebagai orang tua, beruntung sekali di sekolah tempat anak saya belajar ada kegiatan SLED. Kegiatan tahunan tersebut ternyata mampu membangun interaksi dan komunikasi antara orang tua atas pengalaman belajar anak.
Saya pun dapat mengetahui tantangan atau hambatan yang dihadapi anak saya dalam belajar, bagaimana cara anak mengatasi tantangan atau hambatan tersebut, serta bagaimana pertumbuhan anak saya dalam hal kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Menurut hemat saya, kegiatan SLED semacam ini adalah kegiatan yang bermanfaat. Jadi, pendidikan anak itu sesungguhnya, bukan hanya tanggung jawab sekolah atau guru, tetapi harus melibatkan orang tua secara proaktif. Dan SLED tersebut, merupakan salah satu cara pelibatan orang tua atas pendidikan anak.
Ngomong-ngomong, kalau kita bicara tentang seberapa pentingkah pelibatan orang tua untuk urusan pendidikan anak? Serta, apakah dampaknya terhadap kemajuan pendidikan anak?
Kalau melihat kembali Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tepatnya pada pasal 7 ayat 2 disampaikan demikian. "Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya."
Di sana sangat jelas tertera, orang tua dari anak usia wajib belajar, artinya wajib belajar anak itu adalah 12 tahun. Jadi, sampai anak menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, maka orang tua berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagi anak, keluarga atau orang tua itu merupakan bagian dari sosialisasi primer mereka. Keluarga atau orang tua sangat berperan menanamkan nilai dan norma yang dibutuhkan anak yang nantinya dapat digunakan sebagai modal memasuki kehidupan yang lebih luas, yakni kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Sesungguhnya, ada banyak hal-hal yang bisa ditanamkan orang tua kepada anak mereka melalui sosialisasi primer tersebut, yang sekaligus sebagai bentuk dari pendidikan dasar anak tersebut.
Pertama, pembentukan karakter anak. Melalui orang tua, tentu diharapkan terbentuknya karakter anak yang baik dan benar. Tentunya, proses pembentukan karakter tersebut dapat tercipta melalui keteladanan serta penanaman nilai-nilai yang benar di rumah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan yang lainnya.
Kedua, menumbuhkan motivasi belajar anak. Sebagai orang tua, yang sudah banyak merasakan garam kehidupan, ada banyak pengalaman hidup yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi anak. Melalui keberhasilan dan kegagalan orang tua, tentu diharapkan menjadi inspirasi pembelajaran dan motivasi hidup bagi anak untuk belajar dan mewujudkan tujuan pendidikan mereka.
Ketiga, membiasakan komunikasi dari rumah. Dengan komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak, tentu diharapkan menjadi upaya membangun kejujuran dan menumbuhkan kepercayaan dalam relasi keluarga. Sehingga setiap permasalahan atau keluh kesah anak, akan tersampaikan kepada orang yang tepat, sehingga mendapat solusi dan dukungan yang tepat pula.
Dari beberapa hal di atas, sebenarnya hanyalah beberapa bagian dari proses  pembentukan pendidikan dasar di rumah melalui keluarga atau orang tua.
Selain hal tersebut, ada hal yang tidak kalah penting yang harus dibangun di rumah. Bagaimana anak mendapatkan suasana merdeka belajar ketika berada di dalam lingkungan keluarga.
Suasana seperti apakah yang harus dibangun di rumah, sehingga semangat merdeka belajar tersebut dapat tertanam dalam diri anak?
Misalnya, tidak ada tekanan dalam setiap proses pembelajaran di rumah, tetapi yang harus dibangun itu adalah kesadaran akan pentingnya pembelajaran secara mandiri. Dengan mengajarkan anak menyusun jadwal kegiatan sehari-hari dan mengatur jadwal pembelajarannya, merupakan salah satu upaya menanamkan pembelajaran mandiri dengan baik.
Tidak ada upaya membeda-bedakan antara anak yang satu dengan yang lainnya. Harus tetap memegang prinsip bahwa setiap anak itu memiliki keunikan tersendiri, memiliki minat yang berbeda, memiliki cara belajar masing-masing. Justru keunikan seperti itu yang harus dijaga dan didukung oleh orang tua.
Orang tua juga harus mendukung akses sumber daya belajar yang relevan dengan minat dan kebutuhan anak, serta menumbuhkan suasana demokrasi di rumah melalui keberanian berpendapat atau berekspresi tentu dibarengi dengan rasa tanggung jawab.
Sekali lagi, peran keluarga atau orang tua memang sangat penting untuk menumbuhkan semangat merdeka belajar. Dengan semangat merdeka belajar di rumah, sedikit banyak tentunya akan memengaruhi anak tersebut untuk siap menerapkan merdeka belajar di sekolah.
Artinya, ketika pemerintah mencanangkan Kurikulum Merdeka di sekolah seperti sekarang, maka anak memiliki kesiapan dan landasan yang kuat untuk mendukungnya.
Dan menerapkan ajakan merdeka belajar di sekolah, sesungguhnya akan berhasil ketika Tri Pusat pendidikan itu bersinergi. Baik itu sekolah, keluarga (orang tua), dan masyarakat tempat tinggal anak.
Jadi, mari mendorong praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka dengan menggerakkan komunitas belajar anak demi kualitas pembelajaran anak dan kemajuan pendidikan Indonesia. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H