Bahaya! Beberapa tahun terakhir, acapkali kita mendengar terjadinya kejahatan siber. Ternyata semakin canggih teknologi digital, semakin marak pula pelaku kejahatan siber. Begitu pula dengan cara-cara yang mereka gunakan dalam melakukan aksinya, semakin variatif saja.
Fakta berkata, menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ternyata ada lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di Indonesia pada 2022. Wah, mengerikan sekali!
Jangan-jangan, kita adalah salah seorang yang pernah dibidik oleh pelaku kejahatan siber tersebut. Tetapi, kita masih beruntung tidak sampai menjadi korban. Atau memang karena kita adalah orang yang sudah melek dan siaga untuk mengantisipasi berbagai serangan siber.
Bisa dibayangkan kalau serangan siber itu benar-benar terjadi kepada orang yang mudah terpengaruh atau terjebak dengan berbagai upaya yang dilakukan para pelaku serangan siber tersebut. Mereka bisa saja menjadi korban.
Kembali pada pokok persoalan. Perlu diketahui bahwa dari begitu banyak serangan siber tersebut, ransomware atau malware adalah serangan siber paling dominan terjadi. Kalau berbicara tentang modus serangan siber semacam ini, biasanya dilakukan dengan meminta sejumlah dana sebagai tebusan dari para pemilik data.
Selain serangan siber ransomware atau malware, ada juga metode phishing dan eksploitasi kerentanan. Di mana kedua hal tersebut menempati peringkat kedua dan ketiga dalam urutan serangan siber.
Nah, industri perbankan sendiri ternyata tidak terlepas dari berbagai ancaman serangan siber. Bahkan acapkali kita mendengar serangan siber telah merugikan banyak nasabah perbankan. Meningkatnya ancaman kejahatan siber ini, tentu beriringan dengan berbagai inovasi dan kemajuan teknologi digital perbankan saat ini.
Berdasarkan informasi yang dirilis kompas.com (10/11/2021), Irfan Syukur selaku Departement Head Information Security Division PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyampaikan, bahwa setidaknya ada lima kategori ancaman siber utama dalam industri perbankan saat ini.
Kelima kategori ancaman siber utama yang dimaksud seperti mobile devices, digital connectivity, malware, partnership, dan API (pelibatan vendor).
Dari kelima kategori tersebut, ada beberapa yang sangat sarat dengan berbagai aktivitas digital yang kita lakukan sehari-hari.