Kata menyerah adalah harta terakhir kaum pesimis. Sementara kaum optimis memiliki kata berserah sebagai harta pertamanya. (Thurneysen)
"Kapankah pandemi Covid-19 ini berakhir?" Barangkali pertanyaan seperti ini sering sekali kita dengar dalam perbincangan sehari-hari. Tidak dapat dimungkiri, bahwa proses panjang yang sudah kita dilalui dan begitu kompleksnya permasalahan yang ditimbulkan.memang terasa sangat menguras energi. Ada banyak orang yang harus bersedih karena kehilangan orang yang dicintai, pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan, bisnis yang dikembangkan sudah cukup lama terus merugi, mobilitas setiap orang yang harus dibatasi, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya yang harus dihadapi.
Kondisi demikian, bukan tidak mungkin membuat seseorang mulai merasa khawatir yang berlebihan, berpikiran negatif, hingga berdampak pada terganggunya kesehatan mental.Â
Kalau sudah demikian, lambat laun imununitas tubuh bisa saja mengalami penurunan. Tentu kita tahu apa yang mungkin terjadi ketika imun seseorang mengalami penururan. Penyakit pun dengan mudah menyerang kita. Tidak terkecuali dengan Covid-19.
Saya sendiri di masa pandemi ini, mencoba lebih banyak merenung dan berefleksi. Menurut hemat saya, cara ini akan jauh lebih menyehatkan jiwa.Â
Salah satu hasil perenungan dan refleksi diri yang saya sarikan, seperti yang sudah saya tuliskan di awal tulisan ini. Kata menyerah adalah harta terakhir kaum pesimis. Sementara kaum optimis memiliki kata berserah sebagai harta pertamanya.
Hal itu mengingatkan saya pribadi agar tidak pesimis menghadapi kondisi yang sedang terjadi saat ini, tetapi harus tetap optimis, tentunya dengan cara berserah kepada Tuhan.Â
Bahkan penyerahan diri secara total kepada Tuhan harus menjadi harta pertama. Selanjutnya, harus mencoba melihat bahwa sesungguhnya ada harapan yang lebih baik yang menanti kita di masa yang akan datang. Perlu diingat, harapan itulah sesungguhnya yang membuat kita tetap kuat bertahan.
Selanjutnya, kunci yang harus kita pegang untuk menghadapi masa pandemi ini, bagaimana kita mengambil hikmah dari Covid-19. Bahwa dalam setiap permasalahan yang sedang kita hadapi pasti ada sesuatu yang bisa kita pelajari. Kita harus belajar banyak hal dari pengalaman yang kita lalui masa pandemi ini.Â
Setidaknya kita akan semakin kuat menghadapi permasalahan yang ada serta akan mencoba terus belajar berpikir kreatif untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Nah, saya sendiri jadi teringat dengan sebuah pemikiran yang pernah saya baca semasa kuliah dulu. Sesungguhnya manusia memiliki sebuah kecerdasan yang dinamakan Adversity Quotion (AQ).Â
Kecerdasaan ini merupakan kecerdasan yang diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan yang dimiliki manusia untuk mengubah sebuah tantangan atau masalah menjadi peluang atau kesempatan.
Kecerdasan seperti ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk kita asah di masa pandemi Covid-19 sekarang. Sebab orang-orang yang memiliki kecerdasan inilah, yang mampu menyikapi setiap permasalahan yang ada.Â
Merekalah yang akan keluar menjadi pemenang di masa pandemi covid-19. Orang yang memiliki kecerdasan AQ, tentu adalah orang yang selalu melihat hikmah dari sebuah permasalahan yang sedang terjadi, seperti pada masa pandemi Covid-19.
Akhir kata, mari kita belajar mencari hikmah dari pandemi Covid-19, jangan menyesali keadaan. Tetap berkarya produktif, mempersiapkan keterampiran diri, sehingga setelah pandemi berakhir, kita pun bisa ikut "tancap gas" dan memulai sesuatu yang baru dengan cara baru. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H