Ketika masih kecil, sering sekali orang tua atau orang dewasa bertanya kepada anak-anak tentang cita-cita mereka. Barangkali ini merupakan cara orang tua untuk mengajarkan dan menanamkan arti pentingnya memiliki cita-cita sejak dini. Dan ternyata, tidak jauh berbeda dengan keluarga kami.
Dulu semasa kecil, kalau adik saya ditanya, "Apa cita-citamu kelak?"
Dengan sigap dan bersemangat dia pasti akan menjawab, "Mau menjadi seorang polisi".
Alasan adik saya sangat sederhana. Polisi itu menurutnya berwibawa dan senang memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan. Misalnya, menangkap penjahat yang mengganggu atau merugikan kehidupan masyarakat.
Begitulah pemahaman adik saya tentang polisi. Walaupun pada akhirnya, cita-cita kecilnya itu memang tidak kesampaian ketika sudah dewasa, tentu karena pengalaman berikut juga memengaruhinya, sehingga cita-citanya pun ikut berubah.
Satu hal yang mau saya sampaikan, ternyata kalau bicara tentang cita-cita anak-anak, memang unik. Ternyata, tidak sedikit anak-anak yang menjadikan polisi sebagai salah satu daftar cita-cita mereka. Kira-kira, mengapa begitu iya?
Menurut hemat saya, anak-anak umumnya akan mengungkapkan sesuatu berdasarkan pengalaman mereka. Baik itu dari apa yang mereka lihat dan dengar. Intinya, anak-anak biasanya akan jujur mengungkapkan pengalaman tersebut.
Tentu bisa berbeda dengan pengalaman orang lain. Sebut saja orang dewasa yang pernah berurusan dengan polisi karena melakukan pelanggaran atau mungkin saja kejahatan. Kalau ditanya, diantara mereka tentu ada yang merasa antipati atau tidak senang dengan polisi tersebut. Â
Pengalaman ternyata akan membentuk pandangan atau persepsi seseorang tentang sesuatu. Begitu halnya dengan pandangan seseorang tentang polisi. Seperti yang sudah saya paparkan di atas, baik itu pengalaman adik saya atau orang dewasa yang pernah berurusan dengan polisi karena pelanggaran atau kejahatan.
Tapi kalau mau jujur, terlepas dari pengalaman yang dimiliki, pernahkah kita bertanya secara serius pada diri sendiri, apa jadinya kalau polisi itu tidak ada?
Jalanan pasti sembraut karena tidak ada polisi yang bertugas untuk mengatur lalu lintas. Apalagi tingkat kesadaran masyarakat kita yang masih rendah saat berkendara di jalan raya. Lihat saja, faktanya di lapangan. Tidak sedikit orang yang menerobos lampu merah dan melanggar rambu-rambu lalu lintas ketika tidak dilihat polisi.
Begitu juga dengan tindakan kriminal akan semakin marak terjadi di tengah masyarakat. Mulai dari peredaran narkoba, tawuran, pencurian, dan masih banyak tindakan kriminal lainnya. Â Tentu masyarakat tidak akan tenang menjalankan aktivitasnya. Masyarakat tidak akan merasakan keamanan dan ketertiban.
Kehadiran polisi tentu harus membuat masyarakat tertib, aman, dan merasa terlindungi. Hal itu tentu sesuai dengan tugas pokok dari polisi yang tertuang Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Untuk lebih spesifiknya, mari kita lihat pasal 2 pada undang-undang tersebut, bahwa "fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat".
Sementara pada pasal 4 pada undang-undang yang sama dikatakan bahwa "Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia."
Itulah gambaran fungsi dan tujuan ideal dari kepolisian berdasarkan undang-undang tersebut.
Nah, untuk menjalankan fungsi dan tujuan kepolisian tersebut tentu perlu dipertimbangkan strategi agar bisa mewujudkannya dengan cara-cara yang lebih humanis. Menurut hemat saya, tindakan preventif tentu akan jauh lebih humanis dibandingkan tindakan represif. Â Walaupun tindakan represif itu terkadang diperlukan dalam kondisi tertentu.
Senada dengan yang disampaikan Kapolri saat ini, Listyo Sigit Prabowo, yakni dengan menawarkan sebuah konsep polisi yang humanis dan mengutamakan tindakan preventif. Konsep yang dimaksud adalah konsep Polisi Presisi.
Sudah pernah dengar istilah Polisi Presisi?
Polisi Presisi maksudnya adalah pemolisian prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Prediktif itu sendiri merupakan upaya pencegahan terjadinya kejatahan.
Sementara responsibilitas diharapkan polisi cepat tanggap untuk menangani kasus hukum terkait dengan ketertiban dan keamanan di masyarakat.
Untuk hal ini tentu dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi saat ini. Sebagai bukti nyata yang telah dilakukan polisi yakni dengan peluncuran aplikasi digital, seperti Propam Presisi. Bahkan dengan aplikasi ini, masyarakat dapat melayani pengaduan masyarakat terkait kinerja anggota polisi.
Terakhir, polisi harus transparan. Misalnya, masyarakat bisa mengakses apakah laporan-laporan masyarakat tersebut ditindaklanjuti atau tidak,
Sesungguhnya, Polisi Presisi tersebut adalah harapan masyarakat selama ini. Bahwa upaya untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban harus mengedepankan pencegahan bukan tindakan represif, daya tanggap serta transparansi juga harus dikedepankan. Bahkan dalam hal ini tentu butuh sinergi yang kuat dengan masyarakat.
 Akhir kata, semoga dengan konsep Polisi Presisi ini, membawa transformasi bagi institusi kepolisian dan lahirnya gebrakan-gebrakan baru dalam melayani masyarakat.
_____________
Sumber Referensi: Polisi Presisi (Kompas.Com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H