"Manusia boleh berencana, tapi saldo juga yang menentukan."
Saya pernah menerima pesan semacam itu di whatsapp. Asli, terkekeh membacanya. Entah siapa yang pertama kali melesetin quote nan bijaksana itu.
Tapi lumayan juga sih, membuat hati terhibur. Terutama ketika ada rencana tidak dapat terealisasi karena saldo yang kurang. Haha...
Ngomong-ngomong ketika berbicara tentang topik rencana, barangkali diantara kita ada banyak yang telah membuat rencana tahun ini. Tapi tidak sedikit yang harus dibatalkan karena kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Barangkali diantara sahabat pembaca ada yang termasuk merasa sedih dan berduka tahun 2020 karena berbagai alasan.
Ada yang ditinggal orang yang dicinta karena Covid-19. Atau ada yang sempat merasakan isolasi ketika dinyatakan posifif Covid-19.
Tidak jarang merasakan kebebasan yang kita miliki hilang begitu saja. Kemana-mana harus dibatasi, menjaga jarak, menggunakan masker, dan yang lainnya.
Ada pula yang kehilangan pekerjaan, mata pencaharian, atau usahanya terpuruk akibat kondisi yang tidak menentu seperti sekarang.
Saatnya kita tetap menjaga bahagia dengan tetap gembira, dan jangan lupa tetap memperbanyak syukur.
Sebab, hati yang gembira adalah obat yang mujarab. Sementara syukur akan membuat iman kita tetap kokoh, terutama saat pergumulan hidup sedang menerpa.
Nah, kalau sahabat pembaca disuruh memilih bersedih atau gembira, kira-kira pilih yang mana iya? Saya yakin seyakin-yakinnya pasti tidak akan ada yang memilih bersedih. Tapi sebaliknya akan memilih gembira.
Hanya sering sekali pilihan itu tidak bisa kita yang menentukan, ada situasi yang membuat kita memilih sesuatu yang tidak kita inginkan, seperti bersedih.
Tapi agar tidak larut berlama-lama dalam kesedihan, mari kita bergembira. Caranya? Mari kita tertawa. Kalau tidak ada yang lucu? Mari kita tertawai kelucuan kita sendiri. Haha...
Oh iya, saya pernah lho membaca berita seperti ini.
Sebuah studi yang pernah dilakukan oleh "University of Granada" yaitu dalam jurnal "Personality and Individual Differences" bahwa secara klinis, orang yang sering menertawakan dirinya sendiri, baik itu kelemahan, kekurangan, atau kesalahannya sebagai lelucon lebih sejahtera psikologisnya.
Menertawakan diri sendiri ternyata cara kerjanya seperti efek psikoterapi yang bisa meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan. (Baca)
Nah, kalau begitu tak ada salahnya toh menertawakan diri sendiri? Kalau kekurangan bahan tertawaan dari diri sendiri, mari lihat sekitar kita.
Sesungguhnya sekitar kita tidak kekurangan bahan untuk ditertawakan. Ada banyak tingkah yang lucu, berita yang lucu, hingga para netizen yang lucu. Saya rasa sangat cukup sebagai amunisi untuk memantik rasa humor kita, yang mungkin membuat kita tertawa terbahak-bahak.
Sudah terlalu banyak yang berduka dan bersedih selama masa pandemi ini. Setidaknya dengan tertawa membuat beban terasa berkurang. Kesehatan mental juga semakin baik. Indonesia butuh ketawa.
Sudahkah Anda tertawa hari ini? Hahahaha...... Hahahaha ...... Hahahaha
Selamat tertawa sahabat pembaca.
__________
Sumber Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H