Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Sekolah Dasar, Bukan Berarti Tak Punya Dasar untuk Mendidik

28 November 2020   21:27 Diperbarui: 28 November 2020   21:31 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Thur, ambil dulu kertasmu, jangan lupa bawa pulpen!"

Kalau sudah ada perintah seperti itu, saya sudah tahu apa yang akan kukerjakan selanjutnya. Menulis surat untuk adik-adik ibuku.

Sebagai anak yang paling besar, ibuku tidak pernah lalai berkirim kabar dan menanyakan kabar adik-adiknya. Ibuku tetap berupaya menjalankan tanggung jawabnya sebagai anak sulung dalam memperhatikan adik-adiknya, walau dengan hanya cara berkirim surat.

Saat itu, surat adalah sarana komunikasi satu-satunya yang bisa dilakukan. Tidak seperti sekarang, banyak pilihan.

Oh iya, sebagai informasi, ibuku memiliki enam saudara, hanya ibuku yang tinggal di Sumatera. Sementara yang lainnya tinggal di Pulau Jawa. Jadi bisa dibayangkan, bagaimana rasanya kalau saatnya menulis surat sekaligus kepada semua adik-adik ibuku.

Nah, untuk urusan tulis menulis surat, saya selalu yang dipercaya ibu. Dan hal itu sudah saya lakoni sejak duduk di bangku SD hingga SMA. Saya tidak tahu mengapa saya yang selalu dipilih ibu untuk menulis surat tersebut.

Menurutku, ibuku memiliki kemampuan untuk mengenali potensi anak-anaknya dan bagaimana cara menggalinya.

Suatu waktu, saya coba protes. "Bu, kenapa saya melulu yang disuruh kalau urusan tulis menulis surat? Bukankah yang lain bisa?" Maksudnya, saudara-saudaraku yang lain.

Tahu apa yang terjadi? Ibuku tidak pernah sekalipun menggubris pertanyaanku. Ibuku hanya bilang, "Kalau mau cepat bermain, ayo segera dikerjakan."

Sebenarnya mengapa saya protes?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun