Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menunda Mudik sebagai Wujud Bela Negara

21 Mei 2020   22:52 Diperbarui: 21 Mei 2020   22:57 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat penulis mudik tahun lalu. (ilustrasi)

Mudik saat lebaran sudah menjadi tradisi di negeri kita. Lebaran bersama, silaturahmi, dan melepas rindu menjadi sesuatu yang membahagiakan. Setiap tradisi memang tidak mudah untuk diubah.

Tatkala pandemi Covid-19 hadir bagai tamu tak diundang, membuat berbagai tradisi menjadi buyar. Sepertinya sebagian masyarakat tidak siap menghadapi kenyataan ini.

Ketika pemerintah menghimbau agar masyarakat tidak mudik ke kampung halamannya, ternyata tidak sedikit yang mencoba menghiraukannya. Bahkan ada yang beralasan tidak sanggup lagi bertahan di perantauan karena kondisi penghasilan.

Fakta itu, tentu dengan mudah kita temukan diberbagai pemberitaan. Baik di media elektronik, media cetak dan media sosial. Dalam tulisan ini, tidak akan membahas banyak alasan orang mudik ke kampung halamannya. Tetapi lebih kepada alasan mengapa tidak harus mudik pada saat lebaran kali ini?

Bedasarkan informasi yang saya temukan dari media sosial BNPB Indonesia yang berasal dari Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, setidaknya ada tiga alasan.

Pertama. Orang tua jauh lebih rentan 3 kali lipat terkena virus corona. Sementara kalau bicara mudik, tentu kita tidak lepas bertemu dengan orangtua.

Bisa Anda bayangkan, seandainya pemudik tersebut berasal dari daerah zona merah atau pernah berinteraksi dengan orang lain yang terpapar virus corona. Mungkin saja pemudik tersebut tidak ada gejala terpapar virus corona atau yang kita kenal dengan Orang Tanpa Gejala (OTG). Tetapi sesungguhnya didalam dirinya sudah ada virus. Hanya karena kondisi imunnya bagus, dia tidak merasakannya.

Seandainya orang tersebut mudik, maka bisa Anda bayangkan apa yang akan terjadi dengan orang tua yang setiap harinya bersentuhan dengannya.

Kedua. Kultur Silaturahmi Menyulitkan untuk "Physical Distancing".  Bayangkan kira-kira apa biasanya yang dilakukan pemudik di kampung halaman. Selain bersilaturahmi dengan keluarga inti, tentu akan bersilaturahmi juga dengan keluarga besar, tetangga, dan orang-orang menjadi sahabatnya sejak dulu.

Kalau tidak saling bersapa dan bersendagurau, rasanya kurang afdal. Bisa-bisa jadi bahan omongan di kampung tersebut. Sementara kalau sudah bersendaugurau, kita lupa sedang masa pandemi Covid-19.

Ketiga. Banyak Orang Dalam Pengawasan (ODP) yang mungkin mengidap dan menularkan virus corona. Siapa sebenarnya yang dimaksud dengan ODP tersebut?

ODP adalah orang yang masuk kategori pernah melakukan kontak langsung dengan penderita yang positif terpapar virus corona atau yang pernah bepergian ke tempat yang menjadi pusat penyebaran virus corona tersebut.

Bisa Anda bayangkan seandainya orang seperti ini lolos mudik ke kampung halamannya. Apa kira-kira yang mungkin terjadi dengan kampung halamannya?

Kondisi seperti sekarang memang sulit, tidak semua orang perjalanannya dan kontak dengan siapa dapat  terpantau. Kita akan banyak bicara mungkin, mungkin dan mungkin. Tapi sekarang tugas kita bagaimana kita mengurangi kemungkinan tersebut? Salah satunya untuk tidak pulang kampung.

Memang ada berbagai joke yang kita temukan di media sosial, tetapi menurut hemat saya joke itu ada benarnya. Kalau dulu sayang orang tua bisa ditunjukkan dengan cara mudik. Sekarang, kalau kita menyatakan cinta pada orang tua, hendaknya kita tidak mudik dulu.

Bahkan untuk bangsa ini, saat ini kita bisa tunjukkan bakti kita. Kita mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Untuk menjadi pahlawan tentu tidak perlu harus angkat senjata seperti zaman kolonial. Dengan tidak mudik pun kita menjadi patriot untuk bangsa. Sebab menahan rasa rindu kepada orang yang kita kasihi di kampung halaman pun adalah bentuk pengorbanan yang bermanfaat untuk semua.

Ha itu senada dengan yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah (Kompas.com, 5 Mei 2020) "Mereka (orang yang tidak mudik) adalah orang-orang yang sedang melakukan bela negara, mereka adalah patriot-patriot yang luar biasa, termasuk mereka orang-orang yang sedang menyelamatkan umat manusia. Itu predikatnya,"

Akhir kata, yuk menunda mudik. Sebab itu adalah wujud bela negara di masa pandemic covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun