Menariknya, film ini diakhiri dengan "happy ending". Walaupun hubungan Bayu dan Heri sempat retak, tetapi pada akhirnya dapat pulih kembali. Ternyata selama dirawat, kakek Bayu menyadari cucunya memang  memiliki bakat hebat dalam bidang sepakbola. Daripada memaksakan kehendak sang kakek, pada akhirnya mendukung semangat Bayu untuk masuk ke Timas U-12 itu.Â
Dengan dukungan sang kakek itu pula, akhirnya persahabatan Bayu dan Heri kembali membaik.
***
Sahabat pembaca, masih ingat kira-kira judul film yang saya maksudkan di atas? Betul sekali. Film Garuda di Dadaku. Film yang dirilis pada tahun 2009 lalu.
Menurut hemat saya, walaupun film ini  sudah lama (2009) tetapi masih layak ditonton oleh keluarga saat selama menjalani WFH dan Ramadan. Alasannya film ini sarat dengan nilai-nilai hidup yang layak ditularkan. Mulai dari nilai-nilai kekeluargaan, solidaritas, persahabatan, dan nasionalisme.
Bagi anak-anak zaman now, ada baiknya menyaksikan film ini kembali. Setidaknya mereka mendapatkan  nilai-nilai kehidupan positif dan baik melalui tontonan. Dengan tuntunan orang tua, berharap nilai-nilai tersebut dapat diserap dan menjadi contah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Baik ketika mereka dalam keluarga dan berteman.
Pada akhirnya, sebagai mahluk sosial, sudah selayaknya kita mengembangkan sikap solidaritas terhadap sesama. Â Tanpa solidaritas, maka peran kita sebagai mahluk sosial tidak berarti apa-apa.Â
Untuk itu, mulai sejak dini mari perkuat ikatan sosial. Tanamkan melalui keluarga. Dengan demikian, apa yang menjadi kutipan di atas, Ikatan sosial yang kuat akan menuntun kita untuk mengembangkan solidaritas.
Selamat mengembangkan ikatan sosial dan mengembangkan solidaritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H