Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Katakan Peduli Rakyat, Kalau Masih Korupsi

29 September 2019   09:15 Diperbarui: 29 September 2019   09:55 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeri ini tidak akan hancur karena bencana dan berbeda. Tetapi karena moral bejat dan perilaku korupsi. Begitu kata bijak dari K. H. Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Republik Indonesia ke-3.

Saya pribadi sepakat dengan pernyataan tersebut. Fakta berbicara, bahwa bencana di negeri ini hadir silih berganti. Tetapi belum ada yang mampu menghancurkan bangsa, justru kehadiran bencana seringkali melahirkan semangat bahu membahu, saling tolong antar masyarakat.

Begitu halnya dengan perbedaan. Perbedaan telah teruji di negeri ini, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka pun perbedaan telah mendapat pengakuan di tengah-tengah masyarakat, seperti di Kerajaan Majapahit, terbukti dengan keberadaan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sesungguhnya perbedaan telah menjadi kekayaan bagi negeri kita.

Bagaimana dengan korupsi?

Kalau kita mencermati tentang perilaku korupsi, maka dipastikan hal itu akan menimbulkan dampak destruktif yang luas. Korupsi akan berdampak bagi kerugian materi bagi masyarakat dan bangsa. Terhambatnya pembangunan. Menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemimpin. Hingga tumbuhnya rasa ketidakadilan dalam masyarakat.

Dalam sebuah buku, "Psikologi Korupsi" yang pernah saya baca, korupsi itu dikatakan dapat berdampak dalam berbagai aspek. Misalnya, pada sistem politik dan hukum. Korupsi itu akan mengganggu fungsi dari lembaga negara, sinergi antar lembaga, hingga ketidakpercayaan pada lembaga tersebut.

Korupsi juga akan berdampak pada kondisi ekonomi. Pengeluaran negara akan mengalami kebocoran yang berakibat pada inefisiensi dan ketidakadilan. Korupsi akan menimbulkan biaya produksi dan operasional yang tinggi serta barang konsumsi menjadi mahal.

Sementara pada aspek lingkungan, dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat kebijakan kongkalikong antara pemerintah dengan pengusaha.

Pada bidang kesehatan dan pendidikan, korupsi dapat memengaruhi kualitas pelayanan dan kemajuan pendidikan. Misalnya, hal ini dapat terjadi karena penyalahgunaan anggaran oleh oknum tertentu.

Tentu bukan itu saja. Ada banyak dampak lain yang mungkin dapat ditimbulkan karena korupsi tersebut.

Jika hal itu tidak segera diselesaikan atau diputus, cepat atau lambat multi krisis pun akan segera menyusul. Kemiskinan dan kesenjangan akan terus meningkat. Sementara pembangunan tidak merata. Semuanya itu, tentu akan dapat bermuara pada kekacauan (chaos).

Bukankah hal ini pernah kita alami? Korupsi telah membuat fondasi negeri ini menjadi rapuh. Akhirnya, kita pun tak berdaya menghadapi hantaman krisis 1998.

Kalau kita mengenang kembali perjuangan dan tuntutan mahasiswa di era reformasi 1998, maka salah satu yang menjadi agenda reformasi adalah agar segera mengupayakan pemberantasan KKN secara serius. Alasannya, korupsi itu telah menjadi momok di negeri ini.

Kala itu memang korupsi telah mengakar kuat, bahkan tidak sedikit pihak yang menyatakan bahwa korupsi telah menjadi budaya. Untuk itu, banyak masyarakat yang menggantungkan harapannya terhadap sebuah reformasi. Diharapkan dengan semangat reformasi tersebut mampu memutus rantai korupsi yang telah membelenggu.

Menariknya, semangat dan dorongan reformasi itu akhirnya telah melahirkan sebuah komisi di negeri ini, yang kemudian hari begitu serius memerangi dan memberantas korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan hasil sebuah survei pun pernah memberikan tingkat kepercayaan tinggi pada lembaga ini.

Sumber : Instagram @official.kpk
Sumber : Instagram @official.kpk

Adapun yang menjadi tugas dari KPK berdasarkan Pasal 6 UU No.32 Tahun 2002 adalah (a) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (b) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (c) melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (d) melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan (e) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Seiring berjalannya waktu, KPK telah menjalankan tugas itu dengan baik. KPK telah menunjukkan prestasinya dalam memberantas tindak pidana korupsi, yakni untuk menyelamatkan dan mengembalikan uang negara.

Kalau kita amati dari berbagai pemberitaan, tidak sedikit pejabat negara yang harus meringkung masuk penjara karena tindakan korupsi yang mereka lakukan.

Semangat pemberantasan korupsi yang dilakaukan oleh KPK sejatinya harus menjadi semangat kita bersama. Kita harus bersinergi dan bahu membahu agar korupsi semakin hari semakin minimal di negeri ini.

Sumber : Instagram @official.kpk
Sumber : Instagram @official.kpk

Untuk itu, mari kita perlengkapi diri dengan 9 nilai antikorupsi. Kita harus mengembangkan nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, bertanggung jawab, kerja keras, sederhana, adil dan berani. Ketika nilai itu terus kita pegang, yakinlah bahwa niat korupsi itu akan jauh dari kita.

Sehingga, apa yang menjadi cita-cita bangsa ini, sesuai Pembukaan UUD 1945 yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur akan terwujud.

Akhir kata, mari kita cegah korupsi agar hak rakyat kembali, sehingga rakyat pun hidup sejahtera. Kalau rakyat sejahtera, maka bangsa kita pun akan semakin maju.

___________

Sumber Referensi :

Kurnia, Ganjar. 2015. Psikologi Korupsi. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

UU RI No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun