Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yuk Manfaatkan TIK untuk Memperkuat Akar Budaya Lokal

4 September 2019   21:27 Diperbarui: 4 September 2019   21:34 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu (2/9/2019) seorang keponakan yang sedang kuliah tingkat akhir di Bandung mengirimkan pesan di whatsapp group keluarga. Keponakan tersebut ternyata sedang meminta dukungan untuk untuk memberikan "like" dan komentar di sebuah youtube chanel.

Saya sendiri kurang tahu persis apa keperluan like dan komentar tersebut. Apakah mereka sedang mengumpulkan "like" dan komentar untuk kepentingan memenangkan lomba atau tidak. Saya justru lebih tertarik dan fokus dengan kreativitas mereka ketika menyanyikan lagu daerah dan menampilkan tarian tradisional yang diunggah di youtube chanel tersebut.

Jujur, saya sangat senang ketika masih ada anak muda yang bangga dan mau melestarikan budayanya. Persoalannya, tidak sedikit anak muda saat ini yang kurang tertarik dengan budayanya dan malah lebih bangga dengan budaya asing.

Senada dengan pengalaman saya ketika sedang mengikuti sebuah even di Yogjakarta, November 2017 lalu.  Saya juga begitu terpukau dengan penampilan anak-anak sekolah dasar yang menampilkan berbagai tarian daerah dari Jogjakarta dalam rangka menyambut dan menghibur kami.

Sebagai wujud kebanggaan, saya pun mengapresiasinya dengan mengunggahnya di media sosial pribadi. Harapan saya, hal itu bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk mencintai budaya bangsanya.

Sesungguhnya, mengapa kita harus mencintai budaya bangsa?

Perlu kita sadari bersama bahwa budaya itu adalah identitas dan jatidiri masyarakat dan bangsa. Selain itu dalam budaya tersebut ada banyak nilai-nilai dan norma-norma luhur yang membuat kita menjadi masyarakat dan bangsa yang beradab. Tanpa budaya, maka kita buta. Kita tidak mengenali masyarakat dan bangsa kita sendiri.

Menariknya, ada banyak bangsa di luar sana yang dapat mengenali kita justru dari budaya kita. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang begitu tertarik untuk mempelajari budaya masyarakat dan bangsa kita.

Ingat! Jangan tunggu sampai bangsa lain melakukan klaim atas hasil budaya masyarakat dan bangsa kita, baru kita tersadar.

Nah, kalau berbicara tentang budaya yang ada di negeri kita ini sungguh banyak budaya yang bisa kita nikmati. Tetapi sebelumnya kita perlu mengenali satu persatu budaya tersebut. Baik itu budaya yang berwujud benda, aktivitas maupun ide atau gagasan.

Bagaimana dengan budaya yang satu ini teman-teman pembaca? Sumbu Filosofi. Apakah sudah pernah mendengarnya?

Sumber gambar : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
Sumber gambar : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
Sumbu Filosofi merupakan tata ruang Kota Yogjakarta yang membujur dari arah selatan -- utara, yakni dari Panggung Krapyak -- Keraton Yogyakarta -- Tugu. Adapun yang menjadi analogi dari Sumbu Filosofis tersebut berhubungan dengan konsep mikrosmos, yaitu alam kehidupan nyata dari peziarahan manusia. Menggambarkan dari mana asal manusia tersebut dan hendak ke mana yang akan dituju. Atau dari lahirnya hingga pada kematian.

Perlu pembaca ketahui pula, bahwa Sumbu Filosofi ini sejak tahun 2017 ternyata telah masuk dalam daftar sementara dari United Nations Educational, Scientific dan Cultural Organization (UNESCO), yakni sebagai salah satu calon warisan budaya dunia. Bahkan Dinas Komunikasi dan Informatika Yogjakarta telah gencar menyelenggarakan berbagai sosialisasi terkait Smart Area Sumbu Filosofi tersebut.

Sebagai bagian dari bangsa ini, tentu kita memiliki tanggung jawab bersama untuk mendukung setiap program kebijakan pemerintah (pemerintah daerah) untuk mengangkat budaya bangsa kita, hingga dunia pun mengenal dan mengakuinya.

Berhubung era ini adalah era internet dan era digital, kemajuan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) pun semakin pesat, maka ada baiknya ini menjadi kesempatan dan peluang untuk memanfaatkan TIK tersebut untuk melakukan dukungan dan sosialisasi terhadap budaya kita, seperti mendukung keberadaan Sumbu Filosofi di Yogjakarta.

Jadi, dalam hal ini tentunya TIK akan turut menjadi sarana yang sangat berpengaruh untuk memperkuat akar budaya lokal. Bukankah dengan begitu kita sudah memanfaatkan TIK tersebut untuk hal yang postif dan berguna? Dari pada asik untuk menyebar hoaks dan memecah belah bangsa, mari gunakan TIK untuk kemajuan demi kemajuan masyarakat dan bangsa kita.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY 2019”.

Sumber Referensi :

diskominfo.jogjaprov.go.id

kebudayaan.kemdikbud.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun