Malam itu tidurku gak tenang. Baru saja kami merasakan guncangan gempa bumi yang hebat. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Barang-barang di rumah mulai berjatuhan satu per satu. Belum lagi daun jendela yang tiba-tiba terbuka dan mengayun ke sana ke mari.
Suasananya menjadi begitu mencekam dan menakutkan. Apalagi karena rumah yang kami tempati berbentuk rumah panggung, jadi guncangannya begitu terasa. Keluarga kami pun berhamburan satu per satu ke tengah-tengah halaman depan rumah. Begitu juga dengan para tetangga kami.
Begitulah sekelumit kisah yang pernah kualami ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, tepatnya di Tapanuli Utara sekitar tahun 1987.
Pengalamanku tentu tidak sebanding dengan saudara-saudaraku yang harus berhadapan dengan gempa bumi di Lombok. Ada ratusan korban tewas dan luka-luka, puluhan ribu yang harus tidur di pengungsian, belum lagi yang kehilangan harta benda dan pekerjaan mereka.
Sesungguhnya, tidak seorang pun mengharapkan bencana alam yang demikian. Tapi sepertinya bangsa kita tidak dapat mengelak bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor.
Dalam sebuah buku "Bencana Gempa dan Tsunami" yang diterbitkan oleh Kompas tahun 2005 menuliskan bahwa tingginya potensi terjadinya bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami di wilayah Indonesia tidak dapat lepas dari proses geologi yang terletak di tiga lempeng bumi, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ketiga lempeng bumi ini terus bergerak rata-rata 3-4 cm per tahun, saling berdesakan dan bertubrukan.
Dengan demikian, bukan berarti kita harus menyesali keadaan negeri kita atau berhenti bersyukur karenanya. Apalagi negeri kita ini sesungguhnya memiliki kekayaan alam yang luar biasa, yang mampu memberikan kehidupan yang sejahtera bagi rakyatnya. Jadi kelimpahan alam ini jauh lebih besar dari bencana yang kita hadapi.
Bahwa yang terpenting adalah bagaimana cara mengurangi dan meredam timbulnya korban dan kerugian harta benda akibat proses geologi tersebut, untuk itulah perlu dilakukan upaya mitigasi seperti yang dikatakan dalam buku "Bencana Gempa dan Tsunami". Â
Sementara untuk upaya mitigasi yang dicatat dalam buku tersebut, ada terdapat enam hal penting yang harus disikapi. Pertama, menyiapkan data dan informasi daerah rawan gempa bumi dan tsunami. Kedua, pemerintah daerah harus menata kawasan rentan tinggi dengan menata ulang lokasi. Ketiga, melakukan sosialisasi tentang pemahaman bencana gempa bumi dan tsunami. Keempat, masyarakat perlu disadarkan bahwa mereka berada di daerah rentan bencana. Kelima, memahami aktivitas apa yang harus dihindari sesuai dengan sifat dan jenis bencana yang bersangkutan. Serta keenam, mengetahui cara menyelamatkan diri.
Senada halnya dengan yang menjadi tagline dari BNPB yakni Kenali Bahayanya, Kurangi Resikonya. Artinya dalam hal bencana alam, tentu kita tidak dapat menghentikan atau menunda bencana alam tersebut. Kita hanya bisa melakukan berbagai tindakan untuk meminimalkan resiko dengan mengenali tanda-tanda yang umumnya terjadi sebelum bencana alam.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang berada di wilayah yang rawan bencana alam, sudah saatnya Budaya Sadar Bencana menjadi bagian dari diri kita masing-masing. Sudah saatnya budaya tersebut digaungkan sesering mungkin. Sehingga ketika bencana benar-benar terjadi, maka masyarakat yang ada di sekitarnya telah siap, Siap untuk Selamat. Kalaupun masyarakat harus kehilangan harta benda (jika tidak mungkin terselamatkan), setidaknya masyarakat tidak harus kehilangan nyawa dalam bencana alam tersebut.