Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanamkan Kebiasaan Meneliti Sejak Dini

5 Mei 2018   09:55 Diperbarui: 5 Mei 2018   13:04 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua. Seorang anak diajak memiliki sikap skeptis. Tidak mudah percaya tanpa bukti. Jika tidak, anak-anak dengan mudah menerima semua pengetahuan tanpa ada saringan. Bukankah tersebarnya informasi yang tidak benar (hoaks) secara masif di media sosial dan jagad maya salah satu disebabkan oleh rendahnya keinginan  pengujian dan pembuktian?

Memang untuk urusan tertentu skeptis tidak perlu. Tapi untuk pengembangan pengetahuan, skeptis sah-sah saja. Tapi kalau urusan keimanan jangan ya!

Kalau urusan pengetahuan memang harus begitu, "seeing is believing" sementara urusan keimanan "believing is seeing".

Maka dengan mengajarkan skeptis, maka seseorang akan mulai terlatih berpikir kritis dan menjadi pintu memasuki keinginantahuan terhadap sesuatu.

Ketiga. Saat ini beruntungnya sekolah di negeri kita sudah mulai fokus dengan HOTS atau High Order Thinking Skills. Nah, ini sebenarnya kesempatan dan sekaligus tantangan untuk membiasakan anak-anak berpikir lebih jauh lagi atau bisa jadi berpikir "out of the box".

Untuk itu, pihak sekolah harus memanfaatkan apa yang menjadi harapan K13.

Sesungguhnya anak sekolah saat ini umumnya memiliki daya kritis, masalahnya bagaimana mengarahkannya pada hal-hal yang positif, bukan untuk mengkritik sesuatu yang kontra produktif. Untuk mengakomodir daya kritis tersebut, sekolah saatnya dengan serius mengembangkan cara berpikir ilmiah hingga menghasilkan karya ilmiah.

Berdasarkan pengalaman penulis mendampingi anak melakukan penelitian sederhana sepuluh tahun terakhir, ternyata anak-anak tertentu bisa menampilkan karya ilmiah yang hebat untuk ukuran anak SMA. Ada yang mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Dan menariknya ketika bertemu dengan alumni, mereka berkata bahwa satu tahun ajaran mengerjakan karya ilmiah di SMA, ternyata membuat mereka dengan mudah mengerjakan tugas atau karya ilmiah di kampus, sebab mereka telah terlatih semasa SMA.

Menurut penulis, hal-hal di atas sudah termasuk kontribusi dalam mempersiapkan kemampuan penelitian dasar sejak dini. Selanjutnya mereka bisa memperdalam dan meningkatkan kemahiran di perguruan tinggi dan di masyarakat melalui komunitas atau lembaga yang ada. Tentu peran pemerintah membuat regulasi dan perhatian khusus sangat diperlukan.

Salam dari sebuah pojokon, saat menunggu anakku yang sedang mengikuti USBN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun