Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan dan Kebudayaan, Bagaikan Dua Sisi Uang yang Tak Terpisahkan

22 Maret 2018   01:55 Diperbarui: 24 Maret 2018   15:30 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangtua, baik ayah dan ibu, harus berperan menanamkan nilai, norma dan kebiasaan yang sesungguhnya kepada anak-anak. Memberikan diri dan waktunya untuk mendampingi anak dalam proses pembelajaran hidup. Menjadi teladan dan model bagi anak-anaknya. 

Memastikan bahwa sekolah sebagai pendidikan formal dan masyarakat tempat anak masih berada pada koridor yang benar dalam rangka mendukung perkembangan dan kemajuan pendidikan anak tersebut. Serta mewariskan budaya luhur bagi anak, sebab melalui pewarisan budaya maka banyak nilai-nilai pendidikan yang tertanam.

Sekolah sebagai tempat mendapatkan pendidikan formal, hadir bukan semata untuk mengajar, tapi menumbuhkan sikap dan karakter yang baik bagi anak didik. Demikian halnya guru harus menjadi teladan. Meminjam semboyan yang digunakan Kihajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo.

Sementara itu, lingkungan masyarakat pun harus hadir sebagai tempat yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Sehingga anak terhindar dari pengaruh negatif, perundungan, serta hal-hal yang menghalanginya memeroleh pendidikan yang hakiki.

Disamping memerhatikan sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat dalam menjalankan perannya, ternyata pemahaman bahwa pendidikan dan kebudayaan adalah dua sisi penting yang tidak dapat dipisahkan.

Kehadiran pendidikan justru harus memajukan kebudayaan. Sebaliknya kebudaayaan harus mampu menjadi penguat pendidikan tersebut.

Jika berpijak pada pemikiran Ki Hadjar Dewantara, menteri pendidikan dan kebudayaan pertama kita (baca: menteri pengajaran) yaitu "Panca Dharma" ternyata pendidikan tersebut perlu beralaskan lima dasar yakni kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Jadi kebudayaan ternyata mengambil peran penting dalam keberlanjutan pendidikan.

Menurut hemat saya, jika sebuah pendidikan tidak didasarkan oleh kebudayaan, maka pendidikan tersebut adalah pendidikan tanpa identitas. Bisa kita bayangkan dengan diri kita sendiri. Apa yang terjadi jika kita tidak memiliki identitas, orang tidak akan mengenali diri kita. Demikian pendidikan kita, bahwa orang akan mengenali keunikannya jika ada identitas yang melekat pada dirinya yaitu kebudayaan.

Terakhir. Untuk menyikapi permasalahan yang sudah dipaparkan di awal, maka penyelenggaraan pendidikan harus berdasarkan asas kontinuitas, konvergensi, dan konsentris, dalam arti proses pendidikan perlu berkelanjutan, terpadu, dan berakar di bumi tempat dilangsungkannya proses pendidikan tersebut.

Dengan demikian, pendidikan kita pun akan menguat serta terwujudnya kemajuan kebudayaan yang mampu menjadi pedoman bagi setiap anak dalam bertindak dan berperilaku.

Sumber Referensi : 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun