Jika  Anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki, Anda harus  bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan (Thomas  Jefferson)
Apakah kira-kira keinginan terbesar Anda yang belum terwujud? Bagaimana strategi  yang sudah Anda lakukan untuk mewujudkannya?
Bagi sebagian orang, mungkin memiliki sebuah rumah adalah keinginan terbesarnya, terutama yang sudah berkeluarga. Sayangnya tidak semua orang mampu mewujudkan  impian tersebut. Bahkan terkadang ada yang merasa bahwa sangat tidak  mungkin untuk mewujudkannya. Mengingat harga rumah yang semakin lama  semakin mahal.
Seperti ungkapan kata bijak di awal tulisan ini, bahwa untuk mewujudkan keinginan, termasuk dalam membeli rumah, adakalanya kita harus bersedia mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah kita  lakukan. Salah satunya yakni dengan meningkatkan penghasilan dengan cara yang berbeda atau bisa jadi melalui proses Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dengan perbankan.
Tetapi  tidak sedikit ternyata orang yang siap dengan hal tersebut, terutama dengan KPR. Ada ternyata yang tidak siap dengan resiko terganggunya kenyamanan dan takut dengan  perubahan pekerjaan kelak. Dari pengalaman beberapa orang teman, hingga saat ini ada yang tidak memiliki rumah dengan alasan tersebut, tidak siap untuk  memiliki hutang melalui KPR untuk jangka lima tahun, sepuluh tahun atau bahkan lebih. Padahal dari segi penghasilan mereka sebenarnya mampu untuk menyisihkan dari gajinya untuk membayar cicilan rumah per bulannya.
Dua Kali Beli Rumah, Dua Kali KPR
Prinsip  saya berbeda. Sejak awal tahun pertama menikah, saya sudah bertekad sesegera mungkin mewujudkan untuk memiliki rumah. Untuk itu, saya lebih baik berhutang atau menyicil rumah ke bank dengan cara KPR daripada harus bolak-balik mengontrak rumah. Toh pada akhirnya rumah tersebut akan  menjadi hak milik saya.
Disamping itu, saya pun memiliki prinsip bahwa tidak perlu harus menunggu mampu membeli rumah yang besar (sesuai  keinginan) dulu baru memiliki rumah. Kalau hanya mampu membeli rumah yang sederhana (sesuai kebutuhan), menurut saya jauh lebih baik. Sambil berharap kemudian hari akan membeli rumah yang sesuai dengan selera.
Bersyukur pada Tuhan, setelah menikah, ternyata tidak butuh waktu lama untuk  membeli sebuah rumah. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi sedikit cerita tentang proses awal kami membeli rumah. Semangat awal saya untuk sesegera mungkin memiliki rumah berawal dari kunjungan ke rumah teman yang baru menikah, sebut saja Pak Gultom. Peristiwa tersebut telah  terjadi sekitar 12 tahun yang lalu.
Dalam pertemuan tersebut, kami sangat banyak membicarakan seputar strategi menghadapi masa depan  keluarga. Kebetulan saya dan istri juga baru menikah waktu itu, jadi ceritanya masih sangat nyambung. Hingga akhirnya pembicaraan kami pun  sampai dengan topik tentang kepemilikan rumah.