Apakah Anda tergolong sebagai orang yang rajin membaca? Berapa buku yang anda baca dalam seminggu? Di manakah tempat membaca yang paling anda senangi? Seberapa besar pengaruh membaca terhadap perkembangan pengetahuan dan informasi yang anda miliki?
Itulah sebagian kecil pertanyaan-pertanyaan sapaan dari penulis bagi pembaca. Bukan berarti menganggap penulis sebagai sosok yang ideal dalam membaca. Tapi sekedar memunculkan refleksi berpikir bagi kita semua.
Membaca merupakan salah satu ketrampilan dasar yang telah ditanamkan sejak dini. Pada generasi saya, keterampilan ini sudah dimulai sejak menginjak sekolah dasar. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, ternyata membaca pun telah dimulai dari taman kanak-kanak. Artinya sejak kecil, masyarakat kita ternyata sudah diperkenalkan dengan membaca.Permasalahannya, mengapa pada tingkat pendidikan berikutnya seperti sekolah menengah, perguruan tinggi atau pasca pendidikan tinggi, masyarakat kita umumnya tidak berhasil menjadikan membaca sebagai sebuah kebiasaan atau budaya?
Berdasarkan data UNESCO, bahwa minat baca masyarakat Indonesia ternyata sangat memprihatinkan. Minat baca masyarakat kita ternyata hanya 0,001%.
Bisa kita bayangkan, bagaimana kualitas bangsa kita ketika ternyata masyarakatnya memiliki minat baca yang rendah. Sementara kita tahu bahwa membaca merupakan sarana penting untuk menyerap pengetahuan dan informasi. Tentunya bangsa kita akan tertinggal dari bangsa lain jika masyarakatnya tidak selalu menambah pengetahun dan informasi yang akurat melalui berbagai bacaan.
Saya melihat banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah, sekolah, organisasi atau pegiat (aktivis) untuk mengajak masyarakat agar semakin sadar untuk membaca buku. Tapi kenyataannya, hingga saat ini kita tahu sendiri hasilnya.Â
Buktikan saja di lingkungan kita masing-masing. Seberapa besar orang-orang disekitar kita yang rutin membeli atau meminjam buku. Seberapa banyak yang menyediakan waktu khusus untuk membaca. Atau kegiatan apa saja yang sering dilakukan oleh orang-orang disekitar kita ketika ada waktu luang.
Menurut hemat saya, setidaknya ada tiga aspek penting yang perlu dibangun untuk meningkatkan minat baca sejak dini, yakni keteladanan, pengkondisian, dan wadah yang mendukung.
Proses transfer kebiasaan dalam membaca kepada seorang anak sebaiknya dilakukan sejak dini. Dalam hal ini, tentu tidak terlepas dengan keteladanan orang-orang disekitarnya. Misalnya orang tua memberikan contoh gemar membaca selama di rumah. Sebab seorang anak masih identik dengan kebiasaan meniru, tentu akan lebih mudah terpengaruh dengan kebiasaan yang dilakukan orang tuanya.
Saya jadi teringat dengan masa kecil. Sejak kecil senang memegang buku karena melihat kebiasaan orang tua dalam membaca. Walaupun awalnya sekedar membolak-balik buku tersebut, tapi setidaknya sudah ada ketertarikan dengan buku. Tinggal bagaimana mengarahkannya saja. Dan memang pada akhirnya, lambat laun saya mulai tertarik untuk membaca. Hingga besar (sekarang) kebiasaan itu pun sulit dihilangkan.
2. Pengondisian
Di samping keteladanan, ternyata menciptakan suatu gaya hidup gemar membaca bisa saja dengan pengkondisian. Misalnya mengkondisikan satu pojok atau tempat yang mudah dijangkau oleh mata dengan tumpukan atau jejeran buku-buku menarik. Atau bila memungkinkan buatlah perpustakaan mini di rumah kita masing-masing. Dengan demikian setiap anggota keluarga dirangsang untuk membaca.
Membacakan buku bagi anak yang belum bisa membaca, atau mengajak anak yang sudah bisa membaca secara bersama-sama. Waktunya bisa disepakati bersama, dan setelah itu lakukanlah secara rutin. Lakukan berbagai variasi sehingga tidak timbul kesan monoton dan membosankan bagi anak.
3. Tempat yang Mendukung
Selanjutnya, setelah berhasil memberi keteladanan dan pengkondisian di rumah, saatnya seorang anak diperkenalkan dengan tempat-tempat yang mendorong minat baca di luar rumah. Misalnya membawa ke toko buku, pameran buku, dan perpustakaan.
Bawalah anak tersebut ketempat-tempat yang menggugahnya untuk tetap antusias dan yang mampu menciptakan rasa haus baca, sehingga secara otomatis lambat laun dalam diri anak tersebut tertanam kesadaran.
Bukan hanya ketika dia anak-anak, tetapi ketika sudah beranjak remaja, bahkan hingga memasuki masa mandirinya untuk menjadikan membaca sebagai kesadaran dan gaya hidupnya. Tetap perlu pendampingan dan mengarahkan ke tempat-tempat yang mendukung untuk meningkatkan minat bacanya.
Saatnya Reformasi Perpustakaan
Berbicara tentang tempat membaca yang mendukung, kita bisa berkunjung atau browsing ke website sebuah perpustakaan di salah satu kampus yang ada di kawasan timur negeri kita. Perpustakaan Unsyiah tepatnya.
Perpustakaan kampus Unsyiah ini adalah perpustakaan yang dirancang sebagai sumber kreativitas bagi mahasiswa atau pengunjung lainnya. Memang demikian harusnya. Perpustakaan saatnya dirancang untuk mendorong kreatifitas. Bukan semata-mata untuk tempat membaca.
Bukankah saat ini banyak perpustakaan kampus seperti kuburan? Alias sepi pengunjung. Hal ini mungkin dikarenakan perpustakaan kurang diminati generasi millenial. Bisa saja karena daya tarik gadget lebih tinggi daripada tumpukan buku-buku tua yang tidak mampu menarik perhatiannya. Artinya, toh kalau hanya untuk membaca, di gadget juga bisa. Belum lagi ditambah dengan pemberlakuan aturan-aturan yang kaku, sehingga pengunjung enggan berkunjung keperpustakaan. Untuk itu saatnya perpustakaan melakukan reformasi.
Perpustakaan harus melakukan pembaharuan, bukan semata menambah buku-buku baru, tapi merubah tata kelola yang sesuai dengan perkembangan dan situasi sekarang, serta selera generasi millenial saat ini. Bahkan melalui perpustakaan ada kesempatan dan dukungan untuk melahirkan kreatifitas.
Seperti yang dilakukan oleh Pustaka Unsyiah, yakni program-program yang mengikuti trend kekinian, seperti kelas literasi informasi, harmoni kampus, serta relax and easy. Tentu ini adalah bagian dari reformasi perpustakaan. Agar tetap menjadikan kampus sebagai tempat yang ramai dikunjungi, melahirkan kreatifitas dan menjadi tempat yang menyenangkan.
Senada halnya dengan pengalaman yang disampaikan oleh seorang pengunjung, Erwin Rahmadita, mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan angkatan 2012 yang berasal dari Universitas Indonesia. Ia mengatakan bahwa ada beberapa keunggulan Pustaka Unsyiah, di antaranya bahwa Pustaka Unsyiah mengizinkan para pengunjung untuk membawa makanan ke ruangan koleksi, dimana hal ini tidak dibolehkan di UI. Selanjutnya, jam pelayanan perpustakaan Unsyiah lebih lama dibandingkan dengan jam pelayanan di UI. 1)
Pustaka Unsyiah memang telah memberlakukan layanan tambahan dari Senin hingga Jumat pukul 17.00 - 23.00 wib. Sabtu pukul 09.00 - 18.30 wib. Sementara Minggu dibuka pada pukul 14.00 sd 18.30 wib. Layanan ini tentu memperluas waktu akses bagi mahasiswa dan dosen yang cukup sibuk dengan perkuliahan dan lab pada pagi siang hari atau yang banyak aktifitasnya di hari biasa. Waktu tambahan demikian sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan, bukan sebatas membaca, tapi melahirkan karya-karya kreatifitas seperti menulis, studi pustaka, resensi, dan masih banyak lagi.
Hal-hal yang dilakukan Pustaka Unsyiah adalah langkah-langkah kemajuan dalam dunia literasi. Tentu tantangannya semakin berat. Seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa mahasiswa saat ini merupakan generasi millenial, yang sangat melek dengan hal-hal yang berbau internet dan digital.Â
Tentu dengan pembenahan di sana sini. Dengan demikian perpustakaan pun tetap bisa menjadi pilihan. Berharap Pustaka Unsyiah pun hadir untuk itu. Dan semoga bisa tetap memberikan pelayanan yang terbaik.
Salam
Bekasi, 7 April 2017
Referensi : 1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H