2. Pengondisian
Di samping keteladanan, ternyata menciptakan suatu gaya hidup gemar membaca bisa saja dengan pengkondisian. Misalnya mengkondisikan satu pojok atau tempat yang mudah dijangkau oleh mata dengan tumpukan atau jejeran buku-buku menarik. Atau bila memungkinkan buatlah perpustakaan mini di rumah kita masing-masing. Dengan demikian setiap anggota keluarga dirangsang untuk membaca.
Membacakan buku bagi anak yang belum bisa membaca, atau mengajak anak yang sudah bisa membaca secara bersama-sama. Waktunya bisa disepakati bersama, dan setelah itu lakukanlah secara rutin. Lakukan berbagai variasi sehingga tidak timbul kesan monoton dan membosankan bagi anak.
3. Tempat yang Mendukung
Selanjutnya, setelah berhasil memberi keteladanan dan pengkondisian di rumah, saatnya seorang anak diperkenalkan dengan tempat-tempat yang mendorong minat baca di luar rumah. Misalnya membawa ke toko buku, pameran buku, dan perpustakaan.
Bawalah anak tersebut ketempat-tempat yang menggugahnya untuk tetap antusias dan yang mampu menciptakan rasa haus baca, sehingga secara otomatis lambat laun dalam diri anak tersebut tertanam kesadaran.
Bukan hanya ketika dia anak-anak, tetapi ketika sudah beranjak remaja, bahkan hingga memasuki masa mandirinya untuk menjadikan membaca sebagai kesadaran dan gaya hidupnya. Tetap perlu pendampingan dan mengarahkan ke tempat-tempat yang mendukung untuk meningkatkan minat bacanya.
Saatnya Reformasi Perpustakaan
Berbicara tentang tempat membaca yang mendukung, kita bisa berkunjung atau browsing ke website sebuah perpustakaan di salah satu kampus yang ada di kawasan timur negeri kita. Perpustakaan Unsyiah tepatnya.
Perpustakaan kampus Unsyiah ini adalah perpustakaan yang dirancang sebagai sumber kreativitas bagi mahasiswa atau pengunjung lainnya. Memang demikian harusnya. Perpustakaan saatnya dirancang untuk mendorong kreatifitas. Bukan semata-mata untuk tempat membaca.
Bukankah saat ini banyak perpustakaan kampus seperti kuburan? Alias sepi pengunjung. Hal ini mungkin dikarenakan perpustakaan kurang diminati generasi millenial. Bisa saja karena daya tarik gadget lebih tinggi daripada tumpukan buku-buku tua yang tidak mampu menarik perhatiannya. Artinya, toh kalau hanya untuk membaca, di gadget juga bisa. Belum lagi ditambah dengan pemberlakuan aturan-aturan yang kaku, sehingga pengunjung enggan berkunjung keperpustakaan. Untuk itu saatnya perpustakaan melakukan reformasi.
Perpustakaan harus melakukan pembaharuan, bukan semata menambah buku-buku baru, tapi merubah tata kelola yang sesuai dengan perkembangan dan situasi sekarang, serta selera generasi millenial saat ini. Bahkan melalui perpustakaan ada kesempatan dan dukungan untuk melahirkan kreatifitas.