Sejak merdeka, bangsa ini telah menetapkan cita-cita negara. Hal itu tertulis jelas di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kedua, yakni ingin mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tetapi hingga memasuki usia kemerdekaan ke-71, ternyata cita-cita tersebut belum berhasil diwujudkan sepenuhnya.
Di awal pemerintahan Jokowi-JK yakni 20 Oktober 2014, walaupun sebelumnya sudah ada kemajuan, namun persoalan ketidakadilan dan belum meratanya pembangunan masih merupakan fakta yang tak terbantahkan. Fakta tersebut dapat dilihat dari berbagai proyek pembangunan fisik yang terpusat di pulau Jawa atau sering kita dengar istilah pembangunan Jawa-sentris.
Dengan kondisi yang demikian, Presiden Jokowi bertekad untuk mengakhiri orientasi Jawa-sentris dan menggantinya dengan Indonesia-sentris. Komitmen tersebut pertama kali dikemukakan bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2015 lalu di Surabaya.
Hal tersebut sebenarnya sangat sesuai dengan Visi-Misi Nawacita, khusus  pada salah satu butirnya.  Bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Bahkan pemerintah pun sudah berupaya besar-besaran guna meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kesejahteraan masyarakat di luar Jawa melalui berbagai program pembangunan.
Belajar Dari Negara Maju
Ketika menyaksikan sebuah tayangan televisi swasta (Berita Satu TV) yang sudah diunggah di youtube, betapa kita disadarkan bahwa bangsa kita sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain dalam urusan infrastruktur. Disaat negara lain semakin serius membangun infrastruktur, di negeri kita masih ada saja oknum dan kelompok tertentu yang memperkaya diri dengan mengorbankan kepentingan umum dan merugikan negara melalui praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Dalam tayangan berdurasi lima menit tersebut, dipaparkan bahwa setidaknya ada 7 negara yang paling tinggi dalam mengalokasikan dananya untuk pembangunan infrastruktur. Berdasarkan urutannya, Tiongkok berada pada urutan yang pertama yang menginvestasikan dana terbesar untuk pembangunan berbagai infrastruktur di negerinya. Adapun dana yang mereka gelontorkan mencapai 157 Milyar US$, disusul oleh negara Amerika Serikat (US$ 93,2 Milyar), Jepang (US$ 53,6 milyar), Prancis (US$ 25,6 Milyar), Australia (US$ 23,69 Milyar), Rusia (US$ 21,7 Milyar), dan Jerman (US$ 20,2 milyar).
Bagi negara-negara tersebut, bahwa penggelontoran dana yang begitu fantastis untuk mendukung pembangunan infrastruktur sangat berpengaruh positif untuk pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsanya. Ini bukan tanpa perhitungan dan kalkulasi yang matang. Bahkan keputusan tersebut adalah sebuah keputusan penting dan pilihan tepat demi kemajuan bangsanya.
Bagaimana dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia?
Harus diakui bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia selama ini jauh tertinggal. Berdasarkan World Economic Forum, Indonesia menempati urutan ke-82 dari 142 negara yang memiliki kualitas infrastruktur baik. Ini artinya, bahwa selama ini bangsa kita belum menganggap pembangunan infrastruktur tersebut menjadi sebuah yang prioritas yang harus di kedepankan.