Tiga Jenis Mata Dalam Melihat Bonus Demografi
Dalam buku Re-Code Your Change DNAyang ditulis oleh Rhenald Kasali, bahwa dalam melihat suatu gejala atau fenomena, setidaknya ada tiga jenis mata yang sering dipergunakan oleh manusia. Ada mata persepsi, ada mata probability dan ada mata possibility.
Ketepatan dalam menggunakan mata untuk melihat piliknya permasalahan bonus demografi ini, tentu merupakan kunci keberhasilan. Berhasil membebaskan belenggu-belenggu untuk meraih keberanian dan keberhasilan dalam melakukan pembaharuan-pembaharuan.
Menggunakan mata persepsi, sama artinya dengan melihat dengan kasat mata. Melihat hanya yang tertangkap oleh mata. Bila kita hubungan dengan prediksi bonus demografi yang akan kita hadapi, tentu menggunakan mata persepsi terkadang membuat kita bisa berdebat panjang. Terkadang tidak ada putusnya berdasarkan pengalaman-pengalaman nyata yang kita lihat.
Ibarat orang buta yang ingin mengetahui bentuknya gajah. Mereka diminta untuk langsung meraba gajah tersebut, kemudian menyimpulkan sesuai pengalaman mereka. Pada akhirnya mereka akan ngotot-ngototan, karena ada yang menganggap gajah itu panjang karena yang dirabanya adalah belalainya. Sementara ada yang beranggapan bahwa gajah itu lebar, karena dia hanya fokus pada telinganya saja. Tapi ada pula yang berpendapat bahwa gajah itu besar, karena dia menyentuh tubuh gajah yang besar dan gempal.
Dengan menggunakan mata persepsi, tentu pendapat yang berhubungan dengan bonus demografi sesuai pengalaman di sekitar masing-masing. Bila hidup selama ini hanya melihat kelemahan dan kekurangan bangsa ini, maka akan melihat batu besar di depan wajah yang tidak mungkin disingkirkan. Tetapi bila sering melihat kekuatan dan kesempatan yang dimiliki bangsa ini, maka optimisme akan serta melekat pada persepsinya.
Berbeda dengan mata probability. Mata yang cenderung melihat dengan berbagai skenario-skenario. Biasanya ini adalah mata para analis, yang memiliki segudang teori. Ibarat dalam permainan bola, pengamat merasa lebih jago dari pemain bolanya sendiri. Teori-teori yang disampaikan pengamat terkadang luar biasa, tetapi tersangkut pada ranah praktiknya. Perdebatan tidak habis-habisnya, hingga hasil pun semakin jauh dari panggang. Kalau membicarakan seputar bonus demografi yang akan kita alami dengan teori semata, apalagi terseret kepada kepentingan politik, maka siap-siap saja permasalahannya seperti benang kusut. Kita tidak tahu mana ujung mana pangkalnya.
Sementara mata yang ketiga adalah mata possibility.Ini adalah mata optimis. Melihat dengan kekuatan yang mampu menggerakkan. Inilah mata pemimpin yang visioner. Pemimpin yang ditangannya ada kekuasaan untuk merubah. Serta penguasaan sumber-sumber daya bangsa untuk kepentingan masyarakat luas.
Saya pribadi lebih senang jika kita melihat dengan menggunakan mata possibility. Hendaknya kita menaruh harapan kepada pemimpin kita untuk menggerakan segala kemampuan dan pikirannya untuk menghantarkan kita menghadapi situasi dimana bonus demografi itu akan terjadi. Tentu dengan pengawasan yang maksimal.
Berharap juga pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik. Membangun insfrastruktur yang memadai, pendidikan yang berkualitas, membuka lapangan kerja yang semakin banyak. Dengan demikian, semakin banyak Dewi Suryana lahir di negeri ini melalui bijaksananya pemimpin yang menggunakan mata probabilitynya.
Dengan demikian bonus demografi yang akan kita nikmati (seharusnya) di 2020-2030 dan tidak dirampas bangsa lain yang sedang merindukan bonus demografi juga. Semoga.